Nurjannah, seorang ketua RW (wakil dari Kelompok Konstituen) di Parepare menceritakan keuntungan
dari Reses
Partisipatif yang dirasakannya, yaitu:
- Bisa berkunjung ke kantor DPRD untuk menyampaikan masalah secara langsung.
- Bisa menyampaikan secara langsung masalah-masalah khas terkait ibu dan anak, seperti: masalah ibu hamil, JKN, gizi bayi dan balita, dan kekerasan terhadap perempuan.
- Merasa lebih dekat dengan anggota DPRD.
- Menghasilkan Peraturan Daerah tentang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak berkat reses partisipatif.
Chaidir
Syam – Ketua DPRD Maros menyampaikan bahwa melalui reses yang diwajibkan 3 kali setahun, dahulu jika
reses anggota DPRD hanya datang, memberi ceramah, makan-makan, dan dapat uang
transportasi. Namun setelah mendapatkan penguatan kapasitas perihal Reses Partisipatif, dirinya merasa menjadi lebih dekat
dengan masyarakat.
Chaidir Syam (berdiri). Sumber foto: BaKTI |
Pada
Reses Partisipatif, semua komponen masyarakat harus hadir, seperti tokoh pemuda,
pelajar, disabilitas, perempuan, agama sehingga diharapkan reses menjadi ajang curhat
warga.
Kaharuddin
Kadir – Ketua DPRD Maros mengatakan dengan
Reses Partisipatif ini, anggota DPRD jadi benar-benar mengetahui apa yang
dibutuhkan masyarakat. Jika hanya mendatangi ketua RT misalnya, bisa jadi penyampaiannya
bukanlah merupakan kebutuhan masyarakat.
Misalnya ketika bertanya kepada Ketua RT setempat
mengenai apa yang dibutuhkan warga nelayannya,
Pak RT mengatakan jaring. Tetapi ketika dikonfirmasi
langsung kepada nelayan, si nelayan mengatakan
kebutuhannya adalah pengetahuan pengolahan ikan
untuk istrinya agar nilai jual ikan
yang ditangkapnya bisa naik.
Salah
satu hasilnya adalah Parepare telah menganggarkan pembelian ambulans untuk
pertolongan kepada ibu melahirkan dan anak-anak. Di dalamnya disediakan
fasilitas tabung oksigen yang memang khusus untuk anak-anak. Kaharuddin
berharap Reses Partisipatif ini bisa didorong kepada pemerintah pusat agar
menjadi model yang bisa diterapkan di seluruh Indonesia.
Satu
lagi keynote speech dipresentasikan di hari pertama ini. Taufik Madjid – Dirjen Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Presentasinya
berjudul Inovasi dan
Praktik Cerdas dari Desa mengabarkan tentang
keberhasilan pemerintah pusat dalam membangun desa.
Di
antaranya bahwa 60-an daerah sudah dientaskan dan dana desa menjadi kebijakan
fiskal yang strategis. KTI diperhitungkan pembangunannya. “Mari bangun desa untuk Indonesia!” ajak Taufik.
Selanjutnya,
Praktik Cerdas kedua di hari pertama: Data yang Mengubah Dunia: Sistem Administrasi dan Informasi
Kampung dan Distrik di Papua dan Papua Barat.
Program
LANDASAN yang merupakan bagian dari KOMPAK sebagai kerja sama bilateral Pemerintah
Australia dan Pemerintah Indonesia menyediakan aplikasi Sistem Administrasi dan
Informasi Kampung (SAIK) dan Sistem Administrasi dan Informasi Distrik (SAID).
SAIK
berbasis web yang berisi data kependudukan, sosial, dan ekonomi setiap
individu yang berada dalam satu kampung. Sistem ini bisa dioperasikan secara offline
sehingga bisa dioperasikan di daerah terpencil sekali pun.
Tantangan menerapkan aplikasi tersebut di Papua
adalah karena SDM dan geografinya sulit.
Namun ternyata tantangan bisa diatasi.
Orang Papua sendiri yang mengumpulkan data –
para kepala distrik dengan dibantu oleh
kader-kader mereka.
SAID
berdampak kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Contoh kecilnya adalah
bahwa golongan darah warga kini sudah terdata semua. Jadi jika diperlukan,
sudah diketahui kepada siapa bisa dimintai tolong. Masyarakat Papua telah membuktikan
bahwa data tidak harus berasal dari pemerintah. Data dari masyarakat sendiri
lebih valid dan up to date.
Data
pula yang dipergunakan Hilmy dan kawan-kawannya dalam membangun GENOIL. GenOil adalah social entreprise yang
dimotori oleh 6 anak muda yang memproduksi biodisel dari minyak jelantah.
Bermula dari keresahan Andi Hilmy Mutawakkil – seorang mahasiswa Antropologi di
UNM akan adanya krisis BBM pada tahun 2011 lalu yang diprediksi habis pada
tahun 2025. Asal mula GenOil bisa dibaca di Kisah
Sulap Minyak Jelantah Menjadi Bahan Bakar Biodiesel. Singkat cerita,
kini aset GenOil sudah mencapai 1,3 miliar rupiah dengan omzet Rp. 300 juta per
bulan, dan produksi 1.300 liter biodisel per hari.
Dengan mengandalkan preman sebagai
pengepul minyak jelantah, kini sudah
banyak yang bermitra dengan GenOil.
Di antaranya 700 (UKM, hotel, dan restoran),
300 rumah tangga, dan siswa di 30 sekolah dasar
telah berpartisipasi dalam pengumpulan minyak jelantah
sehingga bisa terkumpul 26.000 liter per bulannya.
Uzi optimis, 5 tahun ke depan angka 700
bisa menjadi 5.000 dan 300 rumah tanggal menjadi 3.000 – menjadi mitra strategis
GenOil di Sulawesi Selatan. 1 kilo gram minyak goreng bekas dihargai Rp. 2.500
bisa ditukar untuk pendidikan lingkungan semisal pelatihan membuat kerajinan
tangan dari sampah daur ulang.
Muflihuddin – “preman pensiun” juga berbagi
cerita sukanya bergabung di GenOil. Kini dia telah menjadi agent of change
yang memiliki penghasilan yang halal dan berkah dengan menjadi pengepul minyak
jelantah.
Oya,
kekhawatiran utama Hilmy pada mulanya adalah kesulitan nelayan mencari bahan
bakar untuk perahu nelayan. Dengan Biodiesel B100 yang
dihasilkan GenOil, kekhawatiran itu secara perlahan berganti dengan harapan.
Bahkan sudah ada varian baru dari GenOil di tahun 2018 ini, yaitu Octane Booster yang bisa menghemat BBM.
Pemecahan
kelangkaan minyak dan nelayan, berpindah pada pemecahan masalah kesehatan dari
minyak jelantah yang dipakai berulang kali. Bukan hanya menghasilkan produk,
GenOil juga megedukasi siswa-siswi sekolah dasar dan ibu-ibu rumah tangga.
Anak-anak
itu diharapkan menjadi agent of change yang akan turut mengeukasi orang
tua mereka di rumah mengenai masalah kesehatan yang mungkin timbul dari
pemakaian minyak goreng secara berulang kali. Sementara di kalangan ibu-ibu,
GenOil bekerja sama dengan gerakan Ibu PKK dan Dharma Wanita mengenai dampak
minyak jelantah bagi kesehatan dan membeli minyak jelantah dari mereka.
Inspirasi di panggung utama Festival Forum KTI VIII ditutup oleh keynote speech dari Samsul Widodo – Dirjen Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Smart Farming 4.0 – Samsul memaparkan mengenai keberhasilan pertanian di daerah pelosok yang mempergunakan teknologi. Seperti petani So’e di NTT (menjual alpukat) dan petani mangga di Situbondo.
Video hari ke-1, dari akun YouTube BaKTI
Makassar, 20 November 2018
Bersambung
Baca
juga tulisan sebelumnya:
Dan
beberapa tulisan saya terkait Festival FKTI tahun 2015:
- Inspirasi dari Poogalampa dan Honihama
- Anggaran Kesehatan Cerdas yang Pas untuk Semua di Sulawesi Utara
- Pejuang-Pejuang Kesejahteraan yang Tak Kenal Lelah
Tulisan
lain tentang GenOil ada di:
Share :
Banyak ilmu yang boleh diperoleh dengan menyertai Festival Forum KTI ni. Memang bagus bagi semua orang untuk sertai.
ReplyDelete