Tanpa memberikan kesempatan kepada saya untuk mengatakan sesuatu – bahwa kedua orang tua saya sedang keluar rumah saat itu sementara tanpa permisi, si ibu terus saja ngobrol dengan seseorang di HP-nya di teras kami. Tinggallah saya yang bengong sambil menata aneka perasaan yang berkecamuk.
Tidak
sopan rasanya kalau saya meninggalkan si ibu di teras padahal banyak hal yang
ingin saya kerjakan di dalam rumah. Tapi si ibu koq ya gitu, dia ngobrol
dengan seorang ibu di ujung sana seperti sedang teleponan di rumahnya
sendiri.
Sungguh
sebuah situasi yang menggemaskan. Rasanya tak mungkin juga saya sela
pembicaraan mereka dengan mengatakan, “Bu, orang tua saya tidak ada. Saya sendirian di rumah dengan setumpuk pekerjaan yang harus saya selesaikan. Sebaiknya
ibu pulang saja.” Atas nama rasa kesopanan masyarakat, saya menungguinya ngobrol.
Berdiam diri di teras sembari tersenyum kecut dalam hati karena keki. Yang tuan
rumah siapa, ya, Bu?
Untungnya
juga volume speaker HP-nya keras sekali Saya jadi punya hiburan
selama berkorban perasaan menungguinya.
Isi pembicaraannya membuat saya terkejut. Tentang pemberian kain seragam bagi
sekelompok ibu di sebuah wilayah dari salah seorang calon legislator. Mirip
sogokan tapi bukan karena kainnya hanya diberikan kepada yang memang mau memilih
si caleg. Pemberiannya bukan untuk membujuk orang-orang untuk memilihnya namun
lebih seperti tanda ikatan.
Perempuan
yang menemaninya ngobrol membujuk si ibu untuk “memilih paket” caleg kotamadya
dan caleg provinsi yang diusungnya karena menurutnya “bisa dipegang”. Saya
mengartikannya, kedua caleg perempuan yang disebut namanya itu punya perhatian
kepada kepentingan mereka – menyimpulkan dari pembicaraan kedua orang ini.
Ibu
yang duduk di teras rumah kami terdengar agak keberatan memilih caleg tingkat
provinsi yang diusung si penelepon. Katanya di periode barusan ini, ketika
menjabat anggota legislator itu tidak mengakomodasi keinginannya.
“Kita’
kan tidak mengajukan proposal lagi, Bu?” si penelepon membela calonnya.
Saya
sebagai pendengar pasif, daripada nganggur bego sok-sok menganalisa
pembicaraan mereka. Menurut saya memang caleg sebaiknya diingatkan akan
janjinya. Bisa jadi sebenarnya mereka belum berjanji tetapi baru memikirkan
usulan warga di saat melakukan kampanye.
Bisa
jadi apa yang diusulkan warga
tidak
masuk akal untuk mereka wujudkan
namun
saat berkampanye kan
tidak
mungkin langsung menolak, kan ya.
Bisa
jatuh pasaran do’i. 😀
Namanya
juga manusia, ya.
Siapa
tahu si caleg lupa.
Bolehlah
diingatkan. Kalau mungkin
tidak
memadai usulan kita,
bolehlah
mendengar alasannya mengapa.
Kalau
sudah dapat jawabannya, baru deh memutuskan apakah si caleg akan dikali nol
atau dikali seratus. Maksudnya, dikali nol ya tidak akan kita perhitungkan lagi
menjadi wakil kita, begitchu. Kalau jawabannya memuaskan ya cukupkan
dukungan kita 100%!
Si
ibu yang duduk di teras rumah kami menjelaskan beberapa program pribadi yang
ingin diajukannya kepada salah satu caleg yang diusung peneleponnya. Di sini
saya makin keki karena menurut saya seharusnya obrolan ini di-stop saja,
katakan kepada penelepon kalau sedang ada keperluan di rumah orang. Tapi
lagi-lagi, saya merasa tak berdaya karena usia si ibu ini jauh di atas usia
saya 😞. Ah,
saya terlalu sungkan padahal merasa menderita 😟.
Lha, begitu panjang-lebar dia
menjelaskan inginnya supaya hal A diberikan dana untuk sesuatu, lalu pemberian
anu untuk kelompok masyarakat tertentu, dan harapan-harapan lainnya. Hu hu hu, itu
kan ndak urgent toh dibicarakan di teras rumah orang lain.
Acara
bujuk-membujuk memilih caleg berulang kembali. Anjuran mengambil kain yang
diberikan si caleg berulang lagi. Beberapa percakapan berulang lagi. Duh piye
nasibku? Diriku belum mandi, mana harus mengerjakan sesuatu di media sosial
yang harusnya dilakukan lebih setengah jam sebelumnya. Pasti jelek deh performance
saya hari itu di mata penanggung jawab campaign. Mana pula tadi saya harus menjalankan kewajiban kepada orang tua dan kepada anak juga. 😰
Sempat
terpikir untuk bersikap masa bodoh, mau masuk saja agar bisa mengerjakan
hal-hal yang harus saya kerjakan tapi koq rasanya ndak sopan.
Sempat
pula terpikir ingin menyapu teras rumah daripada hanya bengong mendengar
percakapan si ibu yang terus saja menempelkan hand phone di telinganya itu.
Tapi kayaknya ndak sopan juga, ya. Nanti saya dikira mengusirnya 😢.
Lalu
saya merasa khilaf, ingin bertanya, “Bu, yang tuan rumah situ apa sini?” ðŸ˜
Rasanya
panjang sekali waktu berlalu ketika permbicaraan sepihak itu pun berakhir. Si
ibu masuk ke ruang tamu kami dan berkata, “Assalamu ‘alaikum. Ada Pak
Marakarma?”
“Bapak
lagi keluar, Bu. Sama-sama Mama,” saya menjawabnya sembari tersenyum semanis
madu.
“Oooh.
Ada yang saya mau tanyakan. Tapi ndak ada ki di’? Saya ke rumah sana
saja bertanya, pale’. Terima kasih, sayang,” ucap si ibu.
Fiyuh. Tak pernah terduga sebelumnya saya
akan berada di posisi ini. Kalau kalian jadi saya, apa yang kalian lakukan,
Gaes?
Makassar, 3 Desember 2018
Share :
Deh hahaha awkward momen ya kak.
ReplyDeleteSerba salah. Mau diusir nda enak, mau ditinggal juga nda enak.
Untung ada hiburan hahaha
Yah, begitulah, Daeng.
DeleteSaya beruntung dapat hiburan.
.
.
Dan dapat bahan tulisan :D
.
.
Eh kirain mau bahas yg bernuansa politis yg lebih dalam, hehe... Selamat mb, sdh mau berbaik hati menunggu baik2 ☺
ReplyDeleteTidak ah, takut keseleo heuheu.
DeleteYa ampun mbak, dirimu sabar bgt hihihi...
ReplyDeleteHahaha berusaha bersabar tepatnya, Mbak Lia
Delete:D
ReplyDelete:))
Deletehahaha, harusnya kita kasi tau kak bilang
ReplyDelete"bu tabe mau hujan, pulang maki"
atau
"bu tabe mauka keluar dulu dih, abis gula"
saya pernah berada di posisi seperti ini tapi situasi dan kondisi yang berbeda.
btw, kita nda bikinkan teh?
Terus Iyan suruh pulang ki tamunya waktu di posisi saya?
DeleteBikin teh? Duh, ndak ji, terima kasih. Bisa sejam ki di rumah kalo saya bikinkan teh. Nanti ibu itu memutuskan menunggu sampai bapakku pulang, bagaimana?
Deh kalo saya langsungka bilang kak, ndak ada bapak dan saya sela pembicaraannya, bilang "Bu saya masuk dulu yah sebentar". Biarmi kalo dia mau lama-lama di luar XD
ReplyDeleteTapi biasa tong datang kepo ku satunggui selesai menelpon baru saya tanya, "Siapa itu bu?" Atau sa komporin "Masa bu, begitu kah?" Lambe turah wanna be X))))
Hahaha mau ka' juga kompori tapi nanti na matikan speaker-nya gang kan rugi ma', bahkan gosip dan bahan tulisan pun ndak dapat. Ini kan mending, dapat bahan tulisan :D
Deletedeh baik ta kak. kalau saya itu saya usirmi. tapi lumayan dih ada hiburan biar ma mi awkward momen ki :D
ReplyDeleteItu mi ... lumayan, mana mamo saya tahu nama yang disebut hahaha.
DeleteAda tommi juga bahan tulisanku toh :D
Kalo saya mungkin jadi kepo tanyain siapa caleg yang dibahas di telepon itu, hahaha
ReplyDeleteAda saya tulis di atas, Mam:
Delete"... Saya mengartikannya, kedua caleg perempuan yang disebut namanya itu punya perhatian kepada kepentingan mereka – menyimpulkan dari pembicaraan kedua orang ini ..."
Peneleponnya menyebut dua nama caleg hahaha. Saya tahu dan ingat sekali namanya sampai sekarang.
Wuih sabarnya Dek Niar, kalau saya kutinggalkanmi terus pura-pura cuek. Eh sadis juga ya saya, daripada pakaballisi hehehe
ReplyDeletetidak enaknyami diposisita kak. kekanan salah kekiriki juga salah. tapi kalau saya sepertima mami ery kutanyaki siapa caleg yang dibahas
ReplyDeleteDi tahun politik memang banyak hadiah yang beredar. .Bisa dikatakan masyarakat ulang tiap minggu kerna bnyaknya hadiah yang bagikan..metode pendekatan ke masyarakat dengan hadiah udah fenomena biasa di musim Caleg..kalau saya ada mi 4 hadiahku.. Di tolak ngak enak, yah terima ajha semua. .Terutama hadiah kalender 2019 ..
ReplyDeleteSaya tipikal yang ekspresif, susah menyembunyikan raut wajah kalo pas lagi bete begini, langsung ki berubah ekspresiku kak. Kupasang mi kapang muka bete ku. Hohohoho..
ReplyDeleteastagaaaa haahhahahahah lucunya kak kalau saya mungkin juga melakukan hal yang sama wkkwkwkwkwkwk asal anakku bersedia kerjasama kalo sekarang duozam ditanyain langsung deh nunjukin saya ada dimana wkwkkw
ReplyDeleteNda sampe ji 5 menit di ruang tamu dih kak, lebih lamaki tunggui masuk hahahaha serba salah juga kalau kayak gini posisinya. Tapi salut karena kak Niar bersikap sebagai rumah yang baik, meskipun hati agak gimana hahaha
ReplyDelete