Script Writing
Sebelumnya,
perlu diketahui dulu kalau script dan skenario itu berbeda,
saudara-saudari. Script itu kesatuannya sedangkan skenario adalah part-nya.
Ide – skenario yang dijabarkan di bawah ini menghasilkan script.
Membuat script dimulai dari mana? Ini urut-urutannya:
Ide
Ide itu bergantung keperluannya apa.
Premis
Menjabarkan ide, sekira 3 kalimat. Premis
yang menarik menjanjikan cerita yang menarik. Tapi inagt, semua butuh proses.
Sinopsis
Sinopsis gobal adalah yang digunakan
semua film maker – 3 s/d 5 halaman.
Sinopsis sponsor (placement) 1
halaman.
Sinopsis promo – ½ halaman.
Treatment
3 babak yang penting
Babak 1/set up – orang lanjut
atau exit?
Babak 2/confrontation – menuju klimaks.
Babak 3/resolution – menuju antiklimaks.
Pengenalan para tokoh dalam film
selesai dalam 1 menit pertama untuk short movie, kalau film 10 – 15
menit. Cepat kenalkan karakter kemudian proses apa yang terjadi. Untuk twist
hanya satu tokoh, masuknya smooth. Tokoh yang diada-adakan, seperti
Spiderman misalnya, harus berhasil membuat penonton yakin keberadaannya pada
babak 2. Bikinlah “nyambung” di babak 2 ini dengan “dunia manusia”
seperti misalnya Spiderman punya pacar manusia.
Scene plot
Urutan adegan tanpa dialog (maksud
dari si tokoh dijelaskan). Di sini dijelaskan detail tokoh yang mana, umurnya,
melakukan apa, di mana, di waktu apa (pagi, siang, dst). Maksud si tokoh dijelaskan
di sini. Biasanya mengerjakan skenario lama. Nah, kalau mau produksi cepat, scene
plot ini bisa membantu proses persiapan shooting. Misalnya, casting
director tahu harus mencari pemeran-pemeran yang bagaimana.
Skenario
Dalam menulis skenario, ada istilah-istilah
yang harus diketahui dalam penulisannya, seperti INT (interior), EXT (exterior),
Cut to (perpindahan dari satu adegan ke adegan lain secara
berkesinambungan), Establishing Shoot (pengambilan gambar secara
keseluruhan atau penuh/lokasi dan untuk menunjukkan jalan cerita), V.O (voice
over) – ini yang bicara tapi mulutnya tidak bergerak (semacam bicara dengan
suara hati), dan Flash back (adegan kilas balik).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan script:
- Sudut pandang. Tentang percintaan atau rumah tangga, jika filmnya dari sudut pandang laki-laki kemungkinan filmnya sulit diterima karena pada kenyataannya, penontonnya kebanyakan perempuan.
- Dari riset yang dilakukan Amy, yang paling banyak orang sukai adalah genre drama.
- Cari contoh script, googling di IMDBS.
- Kenapa sih fotografi perlu dalam film? Karena detailnya terlihat sehingga skenario yang bagus adalah yang sangat detail. Semakin detail semakin bagus.
- Modal jadi penulis, ke mana-mana bawa notes, gadget, atau recorder. Catat hal-hal sederhana yang bisa dimasukkan dalam adegan, seperti botol minuman yang jatuh, orang yang jatuh dari angkot, dan sebagainya. Ide bisa muncul di mana saja.
- Kirim ke PH, premisnya saja yang dikirim.
- Ada yang disebut “penonton tahu, pemain tidak tahu”, “seolah-olah” pemain tidak tahu hanya penonton yang tahu, ini bisa bikin gemas dan film dinikmati.
- Film yang bagus adalah yang mampu menyajikan dialog lebih sedikit dibanding pengadeganan yang dimainkan zoom in – zoom out-nya.
- Reza Rahardian bagus karena dia membaca keseluruhan film meskipun dia hanya satu scene.
- Jika berseri, jangan tawarkan semuanya meskipun sudah jadi 10 episode misalnya, yang diberikan ke perusahaan 4 saja dulu.
- Visual treatment: buat foto, bisa digunakan untuk meminta sponsor ke perusahaan.
Materi
berlanjut ke pembuatan film dengan mentor Abi @Inimasabi. Topiknya
Shooting, Editing, and Uploading Your Positive Content.
Mengulang
materi sebelumnya, Abi mengatakan, “Video viral tidak bisa diciptakan tapi kita
bisa bikin yang trending.” Kita fokusnya kepada membuat konten positif,
ya? Nah, konten positif itu: inspiratif, bermanfaat, mengedukasi, dan tidak mengandung
SARA.
Dari pelajaran
tentang penulisan script yang diberikan Amy, kita bisa menentukan
bagaimana cara pengambilan gambarnya. Lelaki yang menjadi salah satu YouTube Creators
for Change Fellow 2018 dari Indonesia mengingatkan dulu mengenai komposisi yang
perlu diketahui dalam pengambilan gambar:
KOMPOSISI
Komposisi
harus dipelajari karena dengan komposisi, gambar yang pas akan efektif dalam
menyampaikan pesan dan estetika visualnya bakal lebih dapat.
- Shoot type.
- Camera angle.
- The rules of framing.
Shoot type
- Extreem long shoot (ELS), biasanya untuk menunjukkan lokasi tanpa menunjukkan subyek dengan jelas.
- Long Shot (LS), dipakai untuk menunjukkan hubungan antara subyek dan lingkungannya, hampir mirip dengan ELS. Bedanya, pada Long Shoot, keseluruhan subyek diperlihatkan dengan jelas (subyek lebih zoom in).
- Full Shot (FS), menunjukkan obyek secara menyeluruh namun jangan sampai terlalu banyak ruang di atas kepala atau di bawah kaki. Memperkenalkan subyek dan apa yang dilakukannya dan lingkungannya.
- Knee Shot (KS), memperlihatkan aktivitas dari lutut ke atas.
- Wide/Medium Shot, untuk memperlihatkan subyek dari pinggang ke atas dengan lebih memperlihatkan ekspresinya, misalnya saat interview.
- Medium Close up, menunjukkan subyek dari dada ke atas untuk lebih memperlihatkan emosinya.
- Close up, pengambilan gambar dari dagu ke atas namun masih ada ruang di atas kepala. Lebih menunjukkan detail ekspresi subyek.
- Big Close up (BCU), pengambilan gambar dari dagu sampai dahi, tidak ada ruang lagi di atasnya agar ekspresi lebih terlihat.
- Extreme Close up (ECU), detaik ekspresi disorot pada bagian waja tertentu, misalnya pada mata saja atau bibir saja. Agar lebih tampak emosi di situ.
- Cut in, pengambilan gambar di tangan saja.
Asal gambar: bryanwsimon.com |
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan
dalam proses membuat film:
- Over the Shoulder – memakai bahu subyek lain. Biasanya mengambil gambar dialog dengan perspektif bahu lawan bicara.
- Point of View Shoot – dari sudut pandang orang pertama, supaya penonton melihat/merasakan sendiri apa yang dialami subyek.
- Camera angle – sudut pengambilan gambar
Bird’s eye view (pengambilan gambar dari atas – pakai
drone, bayangkan burung terbang di atas kita).
High angle (mengambil dari atas, mengesankan
subyek sebagai orang yang rendah/lemah/hina).
Eye level (sejajar mata, dalam wawancara atau
pengambilan gambar pada umumnya).
Low angle (kamera mengambil gambar dari bawah,
mendongak ke atas).
Frog’s eye view (kamera hampir menyentuh tanah untuk
kesan megah/tinggi).
Dutch tilt/canted angle (kamera posisi statis miring atau di
awal normal kemudian digerakkan miring).
Video @inimasabi ketika di Makassar
- The Rule of Third – frame dibagi 9, subyek ditempatkan pada perpotongan 1/3 atau 2/3 frame. Biasanya lebih menarik ketimbang menempatkan di tengah.
- Nose Room/Looking Space – penempatan subyek dan arah pandangnya dapat menentukan kondisi psikologisnya (normal/netral dan un normal/depresi).
- Lead Room – untuk subyek bergerak agar tak menabrak frame.
- Head Room – ruang di bagian atas subyek. Jangan terlalu banyak atau terlalu tipis. Tetapi untuk BCU harus diabaikan dan beri ruang di bawah dagu.
Editing
Editing
bisa melalui HP atau
laptop. Tiga macam editing ini dijelaskan oleh Abi:
- Standard Cut – potongan dasar yang menempatkan dua klip bersama, menghubungkan frame terakhir dari satu dan bingkai awal berikutnya.
- Jump Cut – menunjukkan video yang ada energinya, penuh antusias, misalnya orang berbicara cepat tapi terlihat tidak kehabisan napas.
- Montage – pengambilan gambar dari luas dulu (subyek tak kelihatan utuh) sampai akhirnya ketemu subyeknya.
Tugas Menuju Coaching Clinic
Usai
materi dari Abi, tiba-tiba panitia mengambil alih dan mengatakan kami harus membuat
tugas untuk penilaian lanjut ke Coaching Clinic atau tidak dan waktu
pembuatannya hanya dalam dua hari. Tugasnya boleh berupa foto, video, atau
tulisan di blog. Dengan demikian, tugas dari Amy Kamila dan @Inimasabi tidak bisa
kami kerjakan karena mepet-nya waktu.
Saya
membuat tulisan di blog, judulnya Mengasah
Diri Agar Menjadi Digital Parents. Alhamdulillah saya lolos ke tahap berikutnya, masuk
20 besar bersama beberapa teman blogger yang mayoritas mamak-mamak.
Tentang keseruan di Coaching Clinic, saya tuliskan di tulisan berikut
yaa.
Foto bersama para peserta, pemateri, dan panitia ToT SoI 2 Makassar. Foto dari Zilqiah. |
Makassar, 4 Januari 2018
Baca
tulisan sebelumnya:
- School of Influencer: Menjadi Influencer Positif
- School of Influencer: Jadi Influencer yang Menginspirasi dalam Public Speaking
- School of Influencer: Menulis yang Bukan Sekadar Konten
- School of Influencer: Komunikasi Visual dan Personal Branding
- School of Infuencer: Sinematografi Smartphone
- School of Influencer: Infografis Informatif
- School of Influencer: Dasar-dasar Fotografi
Share :
Wah ini pengalaman yang luar biasa ya . Ilmu pembuatan film, aje gile nih ilmunya sangat bermanfaat dung akh.
ReplyDeleteYes banget, Mbak.
DeleteAda belajar videonya pula ini. Coba ada juga kegiatan seperti ini di Bengkulu, aku pengen ikutan mbak, masih banyak belum pahamnya
ReplyDeleteIya ya, Mbak Zefy. Baru ada di 5 kota kegiatan ini.
Delete