Situasi
mendukung kenangan-kenangan itu muncul. Biasanya kami jalan bertiga. Ada Ibu,
saya dan Bapak[1].
Kalau kami jalan bertiga, percakapan pasti dan tak terpungkiri, didominasi oleh
Ibu yang sangat sangat talkative orangnya. Jadinya ya saya dan Bapak diam saja.
Nah, saat
jalan bersama Bapak, kami sesekali ngobrol dengan driver Go-Car. Bisa Bapak
yang aktif, lalu bergantian saya lagi yang aktif. Kami bercakap-cakap mengenai
bagaimana perkembangan Go-Jek di Makassar. Saya juga menceritakan pengalaman
saya sewaktu dibentak driver Go-Ride.
Percakapan tak selalu terjadi. Ada jeda-jeda yang membuat kami berdiam diri.
Nah, saat berdiam diri itulah ingatan-ingatan tentang Bapak mengemuka.
Mulanya
ketika kami berjalan kaki dari rumah ke toko kue di jalan besar sana. Dari
rumah ke sana kira-kira jaraknya 350 meter. Kalau ada Ibu, tak akan pernah
terjadi kami berjalan kaki seperti ini. Dengan Bapak, menjadi mungkin saja dan
sepanjang jalan kami lebih banyak berdiam diri.
HP-nya dipakai mengaji. Ada SIM card-nya tapi kalau ada yang telepon, HP-nya ndak diangkat hehe, |
Mungkin
kalian bingung ya. Maklum saja. Bapak orangnya sangat pendiam. Suaranya kecil,
lebih kecil daripada suara saya malah. Kalau saya masih bisa berteriak, Bapak
tidak berteriak. Bapak bukan tipikal orang yang suka memulai pembicaraan tapi
bukan berarti beliau tak bisa.
Kalau
dengan driver taksi online, beliau sering mendahului percakapan
tapi biasanya sih tak lama berlangsungnya. Haha ini mirip saya yang sebenarnya ndak
terlalu suka ngobrol banyak tapi bisa mendahului pembicaraan di
kondisi tertentu. Makanya kami bisa “saling mengisi” percakapan dengan pak
sopir.
Saat kehabisan
bahan dan kami semua terdiam, memori-memori itu bermunculan lagi. Bagaikan film
hitam-putih yang diputar dalam ingatan.
Teringat ketika orang-orang mengatakan bahwa dalle' (rezeki) orang tua saya bagus karena wajah saya mirip Bapak. Katanya kalau anak perempuan mirip ayahnya itu bagus. Begitu pun sebaliknya, kalau anak lelaki mirip ibunya. Wallahu a'lam. Tapi mendengar ini saja, dulu sudah membuat saya senang.
Teringat
kalau orang menyebut beliau "papanya Niar" – hanya saya, bukan
adik-adik saya haha, kesenangan receh pun timbul di hati saya. Tahu kan kalau
orang-orang suka menyebut nama anak pertama untuk menyebut orang tuanya
sampai-sampai adik merasa cemburu. Teringat bagaimana kebisaan beliau memasak dan memperbaiki barang rusak.
Bapak bersama Alif dan Yudil, cucu-cucu keponakannya |
Teringat
juga ketika Bapak yang mengajariku mandi wajib saat haid pertama kali. Juga
bagaimana beliau mengajarkan saya menyeterika rok biru saat menjadi siswi baru
di SMPN 6.
Lalu terlintas ingatan ketika saya menolak nama yang diusulkannya untuk sulung saya karena saya tidak sreg dengan nama itu dan karena saya berprinsip bahwa pemberian nama adalah otoritas saya dan suami karena kami yang akan mengarahkan anak-anak kami sesuai namanya nantinya.
Banyak
moment bermunculan silih berganti hingga ketika mengetikkan ini pada
perjalanan pulang. Film hitam putih itu terputar terus sampai-sampai
pandanganku mengabur tersebab ada titik-titik air yang menghalangi. Tentang
bagaimana senangnya beliau ketika melihat nilai rapor saya bagus. Juga ketika
mengingat moment-moment lain ketika beliau kecewa karena saya tak
memenuhi asanya.
Pak,
maafkan saya kalau menyayangi kita’ dengan cara saya bukan dengan cara
yang Bapak inginkan. Maafkan saya yang masih sering mengecewakan pada perbedaan
pendapat di antara kita. Baarakallahu fiik, Pak. Sehat-sehat
terus ki' nah, menuju usia kepala 8.
Makassar, 6 Februari 2019
Baca
juga tulisan-tulisan lain tentang bapak saya:
[1]
Saya tak konsisten dalam menyebut bapak saya dalam tulisan-tulisan yang ada di
blog ini. Saya biasa menyebutnya AYAH, kali ini saya menyebutnya BAPAK padahal
sehari-harinya saya menyebutnya PAPA. Penyebutan ini dimaksudkan untuk membedakannya
dengan sapaan kepada suami saya. Pak suami saya panggil PAPA atau KAK soalnya. Oiya, biar kelihatannya mirip judul buku SABTU BERSAMA BAPAK 😀
Share :
Semoga panjang umur ya pak memasuki usia kepala 8.
ReplyDeleteAku baru denger sekarang ini deh kalau anak perempuan yang wajahnya mirip sama ayahnya itu rezekinya bagus
ReplyDeleteSehat selalu ya mbak bapaknya, semoga panjang umur
ReplyDeleteHaha iya juga sih mbak terkadang memang orang lain menyebut nama ayahnya dengan sebutan nama pertama anaknya :D
ReplyDeleteSemoga panjang umur ya pak. Semoga sehat selalu hehe
ReplyDeleteSehat selalu buat bapaknya mba..dan diberkahi umurnya
ReplyDeleteSemoga sehat selalu bapaknya mbak.. Saya jadi ikut baper mbak..
ReplyDeleteKl bc cerita ttg bpk sy slalu sedih.. Soalnya sdh lama tiada.. Bersyukur msh bs berkumpul mba 😥😥
ReplyDeleteVersi lain dari sabtu bersama bapak. Aku senin bersama siapa yah ?
ReplyDeleteKebersamaan bersama ortu tidak akan terganti
ReplyDeletesehat2 terus ya bapaknya
ReplyDelete