Ya iyalah, Drama Pangkas
Rambut di sana ndak ada tapi selama
tiga hari ini dramanya terjadi di rumah kami. Jenis
dramanya adalah “pre hair cut” 🙈.
“Mana
sisir, Ma?” tanya si sulung pada suatu malam. Saat itu sudah pukul 10 malam
lewat. Ogah-ogahan saya menjawab pertanyaannya. Si sulung pun keluar kamar,
sepertinya setelah dia menemukan barang yang dicarinya.
“Mana
gunting, Ma?” tak lama kemudian dia masuk kamar lagi mencari benda tajam itu.
Sekali lagi, saya ogah-ogahan menjawabnya. Pukul sepuluh malam inie, Nak … Mamak sudah ngantuk.
E tapi mana pula si bungsu dan si tengah. Kenapa ndak kunjung masuk
kamar?
Saya
pun keluar kamar dan mendapati pemandangan yang tak biasanya di ruang tengah.
Bak seorang tukang cukur profesional, Affiq tengah mengguntingi rambut adik
bungsunya. Athifah menonton lakon kedua saudaranya sembari sesekali bertindak
sebagai penenang bagi si bungsu.
Heh? Gunting rambut jam segini?
Anak bujang ini kan ndak pernah menggunting
rambut siapa pun sebelumnya kecuali
pada masa kecilnya dia pernah bereksperimen
dengan rambutnya, seperti Afyad bereksperimen
dengan rambutnya sendiri selama dua hari ini?
Pertanyaan-pertanyaan
itu hanya berkelebat di dalam benak. Si anak bujang langsung menjawabnya tanpa
saya suarakan, “Jelek
sekali bela rambutnya Afyad, Ma!”
“Tapi
malam sekali mi, Nak,” ujar saya sembari menunjuk jam dinding di ruangan
itu yang tengah bersiap menuju angka 11. Rupanya si sulung ini hendak merapikan rambut adiknya. Dia
gemas sendiri melihat cukuran suka-suka ala Afyad.
Dua hari ini, Afyad lagi gandrung menggunting rambutnya.
Saya tak melihat dia melakukannya tetapi
selama dua hari berturut-turut ini, saya mendapati
gunting tergeletak begitu saja dan banyak
serpihan rambut halus di sekitarnya.
Selanjutnya
saya hanya lebih banyak terdiam pasrah sembari menguap-nguap, menunggui
dan menyaksikan kedua anak lelaki ini menuntaskan ekspedisi kilat mereka. Mau
dipaksa masuk kamar juga sepertinya tak mungkin. Nantinya malah tambah kacau. Aksi
si anak bujang terlihat meyakinkan. Sepertinya dia yakin bisa merapikan rambut
adiknya.
Afyad
tampak terlihat lebih tenang dibanding ketika duduk di kursi tukang pangkas
rambut langganan kami. Hanya wajahnya yang berkerut-kerut tak menentu. Kedua
matanya terpejam. Terlihat garis di sekitar kedua mata tertarik ke bagian
tengah jidat. Afyad memonyong-monyongkan mulutnya seperti tengah menahan
sesuatu. Kepalanya sedikit bergerak-gerak menahan geli di bagian lehernya.
Jarum
jam sudah bergerak melewati angka 11 ketika
kedua anak itu memutuskan berhenti berlakon. “Afyad tidak bisa diam,” perkataan
Affiq terdengar sebagai keluhan. Ya memang, berdasarkan track record-nya
selama ini, Afyad tidak akan benar-benar tenang saat rambutnya dicukur. Alasannya
adalah karena tak bisa menahan rasa geli pada bagian belakang lehernya.
Urusan
membersihkan tubuh Afyad yang kejatuhan potongan-potongan rambutnya berlangsung
tak sebentar. Memandikannya tentu tak mungkin pada jam 11 malam lewat begini.
Tisu kering, tisu basah, kain, dan bedak dikerahkan namun masih saja banyak
potongan rambut di sekujur tubuhnya.
Sesekali
Afyad menggaruk tubuhnya yang gatal. Di berkeras membersihkan diri di kamar
mandi. Kalau tak saya tahan, dia sudah mengguyur saja tubuh gempalnya dengan
air dingin. Jadinya dia hanya bisa mengusap-usap tubuhnya dengan tangannya yang
basah. Apa boleh buat, aksi ini tak berhasil sepenuhnya.
Setengah dua belas baru ketiga anak ini masuk kamar.
Itu pun tak langsung tidur seperti biasanya.
Kasak-kusuk tak jelas dulu sebelum terlelap
sudah menjadi bagian dari keseharian mereka.
Fiyuh, andai ada yang bisa dijadikan camilan malam itu,
mungkin berat badan Mamak nambah sekilo akibat
menanti waktu untuk menggiring mereka masuk kamar.
Keesokan
paginya, ketika matahari sudah bersinar cantik barulah terlihat betapa tak
jelasnya pola hasil guntingan Affiq di kepala adiknya. Kalau polanya zig zag
beraturan atau bak sawah terasering pasti bikin adiknya makin tampan. Ini
tidak. Panjang-pendeknya
rambut tak beraturan. Plus ada jalur-jalur serupa tebak-tebakan labirin
penuh jebakan.
“Pa,
bawa Afyad ke tukang cukur,”pinta saya kepada pak suami.
Permintaan
yang saya tahu entah kapan bisa terjawab. Bukan hal mudah membawanya ke tukang
Pangkas Rahmat Suramadu. Yang lalu-lalu, untuk sounding saja bisa makan
waktu hingga berbulan-bulan sampai wacana bercukur itu
benar-benar terealisasi.
Ibu
guru Afyad menelepon pagi itu. “Bu, siapa cukur ki rambutnya Afyad?”
suaranya terdengar kaget. Saya lalu menceritakan kronologi drama pangkas rambut
kali ini. Selama 3 hari bersekolah, guru-gurunya tak tega dengan model rambut
Afyad.
“Pergi cukur, ya. Kalo sudah cukur rambut, boleh beli susu Ultra,”
saya merayu anak lelaki bertubuh bongsor ini
sepulangnya dari sekolah. Dia mengangguk tapi wajahnya
terlihat enggan.
Hingga
hari ketiga, saya masih membujuknya. Akhirnya Afyad mengiyakan. Tetapi dia tak
mau susu Ultra. Maunya pergi ke mini market dekat rumah supaya bisa
memilih sendiri minuman yang dikehendakinya.
“Boleh
tapi selesai cukur, ya!” saya menegaskan syaratnya.
Pulang
sekolah, Afyad mencoba escape. Dia tetap minta ke mini market tetapi
tak mau pergi bercukur. “Ndak mau Mama. Mama kan sudah bilang, pergi
cukur dulu. Ndak beli kita kalau ndak bercukur!” lagi-lagi saya
menegaskan persyaratannya.
Afyad
ngambek. Saya tetap berkeras. Athifah membantu membujuk adiknya.
Akhirnya rayuan kami pun meluluhkan hatinya. Pada sore hari, Sabtu kemarin,
kami bertiga berjalan kaki menuju Pangkas Rambut Rahmat Suramadu yang letaknya
kira-kira 300 meter dari rumah.
Dengan
wajah cerianya yang khas, Afyad duduk dengan gagahnya di kursi khusus milik
Pangkas Rambut Rahmat Suramadu. Pak Jamal terus mengajaknya ngobrol selama
merapikan rambut Afyad. Di tangan Afyad ada HP Athifah jadi dia bisa lebih
tenang selama Pak Jamal bekerja. Tadi Athifah menjanjikan Afyad boleh main game
asalkan mau rambutnya dicukur.
Alhamdulillah,
happy ending! Ide
baru muncul. Besok-besok, supaya durasi berkunjung ke tukang pangkas rambut
bisa sesingkat ini, si kakak saja yang disuruh eksekusi rambut
adiknya terlebih dulu. 😉
Makassar, 4 Maret 2019
NB: Foto anak-anak sengaja saya blur-kan.
Simak
tulisan-tulisan sebelumnya tentang cukur rambut:
Share :
deh, gemes sekali mi kayaknya si sulung jadi dia potong sendiri rambutnya si adek.. ndak diejek ji di sekolah itu kak? pasti tokka-tokka rambutnya si adek :)
ReplyDeleteNdak tahu mi juga, ndak saya dengar cerita dia diejek. Cuma tahu gurunya iba sekali sama kepalanya hahaha.
Deletehahaha tapi adiknya mau aja yaa di cukur sama kakaknya walaupun jadi kelinci percobaan. kalau anakku paling semangat cukur rambut krn itu artinya ke mall n dia bisa bujukin bapaknya main game sesudah itu
ReplyDeleteHerannya dia mau saja hehehe padahal seringnya dia ndak mau diapa-apai sama si sulung.
DeleteAkhirnya setelah melewati proses yang panjang selesai juga prosesi gunting rambutnya. Menghadapi hal pelik semacam ini butuh kesabaran extra dari ayah dan bunda. Syukurlah semua bisa terlewati
ReplyDeleteIya, Daeng. Urusan cukur saja panjang dan berdrama. 😄
Deletekeren tawwa kakaknya, punya inisiatif untuk mengguntingkan rambut adek. hehe. Meskipun adek harus mengalami gatal2 pasca potong rambut di awal sebelum ke salon. :D
ReplyDeleteBentuk perhatian cara dirinya hehehe.
DeleteKalau saya dari kecil sampe SD sukanya cukur gaya rambut botak. Karena lebih adem rasanya, meskipun banyak yang bilang kalo botak keliatan aneh, dak cocok haha
ReplyDeleteSimple ki juga dibotaki.Lama pi lagi baru tumbuh toh hehehe.
DeleteAha! Bagaimana kalau kakaknya diajar gunting rambut saja? Kayaknya si bungsu lebih nyaman toh kalau dicukur sama kakaknya? Hihi.
ReplyDeleteHm, boleh juga kalo dia mau.dih wkwkwk. Soalnya biasanya datang-datangan si kakak ini. Semoga yang berikutnya dia mau ji 😄
DeleteWadeeeh drama betul, tapi senang tahu bagaimana hubungan kaka beradik ini, paling tidak kakanya ada perhatian meski cukurnya tidak bagus
ReplyDeleteIya. Si sulung ini punya perhatian dengan caranya yang unik 😍
DeleteYa ampyun, kreatifnya kakak cukur rambut adeknya. Hahaha...
ReplyDeleteKenapa Afyad gak mau sekali ke tukang cukur, kak? Pernah ada trauma?
Anu, Mam .. dia ndak suka karena gelian ki orangnya. Heboh kalau dicukur. Oiya dia ndak suka benda bergetar itu hahaha. Tapi sekarang dia sudah mulai akrab dengan alat cukur yang bergetar, sih. Mau makin dibiasakan saja.
DeleteWah ternyata dramanya lebih lama dari proses cukurnya.
ReplyDeleteTapi pinter ya die, maunya ke mini market, tanpa cukur, hmmmm rupanya bakat bernegosiasi nih si bungsu.
Kirain hasil cukurannya mau keren di tangan abangnya, eh malah sebaliknya. Berarti si abang gak berbakat jadi tukang cukur nih. Tukang cukur memang sepenuhnya milik warga Garut, hahahaha
Hahaha iya memang, Mas Hendra. Lebih lama dramanya kalau dengan si bungsu ini. Si abang kayaknya perlu ditatar sama pemangkas rambut lihai dari Garut atau dari Madura, hehe.
DeleteKok fotonya ada yang ngeblur Bun. Potong rambut itu memang penting ya
ReplyDeleteMemang sengaja Mbak.
DeleteMemotong rambut itu memang penting banget ya, karena berpengaruh pada sekolah juga
ReplyDeleteMaksudnya?
DeleteHmm kalau anak kecil emang gitu ya, kalau mau dipotong rambutnya ada aja yang dia mau
ReplyDeleteHahaha ada saja dramanya ya
DeleteItu ada yang dipotong di rumah ya? Enggak mau dipotong ditukang potong rambut?
ReplyDeleteDipotong di rumah karena kakaknya yang tiba-tiba mau ngerjain, Mbak hehe.
DeleteWah ternyata yang mencukur abangnya sendiri. Nggak jado mencukur nih :D
ReplyDeleteAbangnya dulu trus finishing-nya di tukang pangkas rambut karena ndak rapi hehe.
DeleteHaha jadi inget dulu waktu kecil rambut saya dipotongin kakak saya. Trus failed jadi kayak astroboy.
ReplyDeleteHahaha, sekarang kalau diingat-ingat malah lucu, ya.
DeleteHahaha jadi ingat drama rambut masa kecil. Ternyata hal beginian berulang tong ji di? Hahaha saya juga pernah drama rambut terhadap kakakku, tapi kali ini pelakunya terbalik hihi.. saya yang gunting :))
ReplyDeleteHahaha iya, berulang. Ketiga anak saya pernah melakukan drama-dramanya sendiri :D
DeleteWkwkwkk...kemarin pas lihat di instastory saya sempat berpikir "tawwa, pintarnyami Afyad, ndak drama lagi kalau mau pergi cukur". Ternyata yaa masih saja. Afyad...afyad...gemessss
ReplyDeleteHahaha Tutut lihat finishing yang manis. Ternyata sebelum itu, dramanya 3 hari :D
DeleteBaca postingan ini jadi ngakak kak. Lucu banget drama antara kakak dan adek ini. Sampe segitu gemasnya, rambut si adek dicukur malem-malem gitu.
ReplyDeleteIya ini, rasa gemasnya mengalahkan rasa kantuknya hahaha.
Deletesaluut, mba bisa tenang ngebiarin si sulung motong rambut adeknyaa hahahah.. jd inget pas aku smp dulu. aku coba motong rambut adek. ketauan mama, dan dia histeriiiiis, seolah2 aku baru pertama kali megang gunting aja -_-. ttp dibawa ke salon sih setelahnya. :D. itu aku smp padahal, udh ngerti lah megang gunting. tp mama ttp ngomel :p
ReplyDeleteAda kelucuan saat anak saya anty potong rambut. Karena dia baru pertama kalinya ke salon nggak tahu kalau udah selesai pasti kapster salonnya membersihkan sisa potongan rambut di badannya. Eh tapi ini anak udah keburu berdiri aja. Akhirnya saya suruh duduk lagi baru dibersihkan sisa2 rambut dia.
ReplyDelete