Ibu pada
dasarnya bukan orang yang sabar. Menghadapi suasana seperti ini, kepanikan
lebih menguasai dirinya ketimbang akal sehat. Bagi saya suara lelaki di
seberang sana itu sama sekali tidak terdengar kasar. Suaranya “hanya” terdengar
tegas – ketegasan khas lelaki dan dia sedang mengorek keterangan sebanyak
mungkin.
Selain
panik, ketakutan karena merasa terintimidasi sepertinya membuat emosi Ibu memuncak
hingga tangannya bergetar seperti itu. Suara tegas dan pertanyaan beruntun
lelaki di seberang sana membuatnya merasa under pressure. Ibu mengatakan
tak suka cara lelaki itu yang kasar padanya, “Saya tidak suka begini. Kasar!
Saya juga sakit-sakitan ini!”
Wajar
saja apa yang dilakukan lelaki dari bank itu. Ini menyangkut perkara utang
lelaki teman organisasi Ibu. Kira-kira 6 tahun lalu, teman organisasi Ibu –
sebut saja namanya Pak S, mengambil kredit di bank. Dia mencantumkan nama dan
nomor telepon ibu saya sebagai kerabatnya yang bisa dihubungi oleh pihak bank.
Ibu
yang cepat luluh dengan permintaan orang yang baik padanya dan merasa dihargai
oleh orang tersebut, mengiyakan saja namanya dicatut sebagai tante oleh Pak S. “Kasihan
dan ingin membantu” itu alasan Ibu waktu itu.
Saya
mencoba membantu menjawab telepon sebisa mungkin. Karena speaker di-set
on, saya mendengar langsung apa yang dikatakan lelaki dari Jakarta – pusat bank
swasta itu.
“Pak
S itu teman organisasi ibu saya. Dia tidak tinggal di sini. Katanya Pak S lagi
sakit, Pak. Dia kena stroke,” ujar saya.
“Katanya
apa! Bukan ‘katanya’! Memang dia lagi sakit! Baru-baru ini Mama ke rumah sakit,
orang rumah sakit kasih tahu dia dirawat di situ. Mama juga lihat sendiri!” Ibu malah membantah keras perkataan
saya di depan speaker yang lagi on.
Ya mana Saya tahu. Dipotong seperti itu, saya terdiam. Secara teknis, kalau saya mengatakan “katanya” itu karena saya tak kenal
Pak S. Lagi pula saya bermaksud menekankan kalau kami memang tak mengenalnya secara dekat.
Ibu yang terlalu polos malah mementahkannya dan membuat kesan dirinya sangat mengenal
Pak S.
Sekira
6 tahun yang lalu, ketika orang bank menelepon dan mengonfirmasi apakah memang
Pak S kerabat Ibu, pernyataan itu diiyakan oleh Ibu. Jelas saja nomor telepon
rumah kami yang dihubungi jika ada apa-apa terkait kredit yang diambilnya.
Sekira
4 atau 5 tahun yang lalu, qadarullah ibunda Pak S meninggal dunia. Tak
lama kemudian, Pak S terkena stroke. Istrinya yang berasal dari pulau
lain meninggalkannya. Perempuan itu baru dinikahinya sekira setahunan. Sejak
itu, Pak S tak menempati rumahnya yang dulu lagi. Hingga sekarang Pak S dirawat
oleh keluarganya dan tak ada yang tahu persisnya di mana alamatnya.
Siapa
lagi yang dihubungi pihak bank kalau bukan nomor telepon rumah kami? Utang bank
yang terus berbunga dan sudah bertahun-tahun lamanya tak terbayarkan tentunya
membuat pihak bank mencari cara untuk menyelesaikannya.
Maka
dari itu, beberapa kali pihak bank menelepon ke rumah. Beberapa teman seorganisasi
Ibu menenangkannya dan mengatakan supaya Ibu tak ambil pusing dan bersikap cuek
terhadap telepon dari bank.
Sumber: rumaysho.com |
Tapi
ya bagaimana juga bisa sama sekali cuek kalau kami bagaikan kekasih yang
tak bisa terlupakan dan selalu kan terkenang? Biar bagaimana kan tidak enak
juga bila sewaktu-waktu bisa saja menerima telepon dari pihak bank itu untuk
mencari Pak S? Memangnya enak? Wong kami tak pernah menikmati uang yang dipinjamnya itu, koq!
Saya
menyarankan ibu untuk menyampaikan perihal utang ini kepada kerabat Pak S. Yang
awalnya keterangan mengenai alamat keluarga Pak S bagaikan gelap malam tak
berbintang, akhirnya ada titik terang. Ibu saya mendapatkan nomor telepon dan
alamat yang bisa dihubungi.
Saat
dihubungi pertama kali, si empunya nomor lagi tak di tempat. Dihubungi kedua
kali, tak ada yang mengangkat telepon. Ibu berencana mendatangi alamat yang
dipegangnya bersama salah seorang kawan organisasinya yang juga kerabat kami.
Sang
kerabat masih sibuk saat ini makanya belum bisa mengunjungi rumah kerabat Pak S.
Saya mau melihat dulu bagaimana teman-teman organisasinya membantu penyelesaian
masalah ini. Akan lebih kuat penekanannya jika Ibu datang bersama teman organisasinya
itu ke sana.
Note for my self. Sumber: IslamPos |
Well,
marilah menjadikan hal
ini sebagai pelajaran penting bagi kita semua. Jika ada yang meminta tolong
mencatut nama kita sementara dia bukan kerabat tetapi dia cantumkan nama kita sebagai
kerabatnya, lebih baik jangan diiyakan.
Kita
tak pernah tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari. Sesuatu yang diawali
dengan kebohongan, meskipun tujuannya baik, jangan harap pasti berakhir baik
apalagi menyangkut bank dan bunganya.
Makassar, 20 Maret 2019
NB:
Mohon
do’anya agar masalah ini cepat selesai ya, Kawan. Kasihan ibu saya, usianya
sudah di angka 76. Seharusnya tidak lagi mengalami masalah yang sebenarnya
bukan masalahnya seperti ini.
Share :
Bicara utang bank memang ngeRIBAnget ya kak. Saya yang baca postingan ini saja seperti merasakan "beban" yang ditanggung ibunya kak Niar karena masalah yang sebenarnya bukan masalah beliau. Semoga masalah ini bisa cepat terselesaikan dan bisa jadi pelajaran juga buat pembaca (termasuk saya) agar jangan mau ikut terlibat dalam utang orang lain dengan pihak bank
ReplyDeleteRibet kalau sudah begini, pihak bank gak akan pernah mau rugi karenanya seakan-akan membebankan tanggungjawab itu ke pihak lain. Semoga masalahnya cepat selesai yah kak, walau kelihatannya repot dan musti melibatkan orang yg paham posisi kreditnya, amiin
ReplyDeleteBicara soal Riba dan kawan2 nya mmg tak adabhabisnya, memang ngeRI BAnget...
ReplyDeleteApa lagi kalo kasusnya udah kayak diatas
Aminnn kak semoga selesai cepat dan mudah segala sesuatunya.
ReplyDeleteSemoga ibunya bisa cuek..memang susah kl sdh begini. Huhuhu
ReplyDeleteSemoga lekas selesai masalahnya ya, kak. Nanti kalau dapat kontak dan informasi alamat valid mengenai kerabatnya. Langsung serahkan saja ke kerabatnya, kak. Karena, hutang harus tetap dibayar. Biar pihak penagih juga ada kepastian.
ReplyDeletepelajaran penting memang, harus ki hati2 kalau urusan soal utang.
ReplyDeleteapalagi orang yang bukan keluarga dekat kita, karena siapa yang bisa tahu kalau ujung2nya jadi begini.
tapi ini masih mending karena bank, nah saya malah sudah dapat SMS dari sebuah lembaga peminjam uang yang mengabarkan kalau teman saya (tidak terlalu akrab) ternyata punya utang sama mereka dan sekarang lagi susah dihubungi.
semoga saya tak terjerat yang namanya utang. saya sebisa mungkin menghindari meminjam uang dari siapapun..
ReplyDeleteYa Allah. Semoga dimudahkan jalan keluarnya kak. Semoga kluarga pak S bisa segera membantu agar ibunya kak niar tdk diganggu2 lagi sama pihak bank.
ReplyDeletePerkara utang piutang memang hal yang sangat ribet,sampai-sampai orang yang meninggal saja di umumkan terkait perihal utangnya agar menghubungi kerabatnya. semoga ini menjadi pelajaran dan berakhir dengan baik
ReplyDeleteSaya ditelpon tawarin kartu kredit saja bete dan malas.. apalagi ibu ta yg ditanya tanya dan pastinya merasa diteror. Semoga cepat selesai masalahnya Kak
ReplyDelete" Akal sehat".. Pas baca kata ini teringat Presiden Akal Sehat ( PAS) di Indonesia..
ReplyDeleteBdw kalau dia masih punya utang, mudah-mudah diberikan rejeki buat Pak S untuk membayarnya..
Semoga segera selesai urusannya kak Niar, semoga beliau diberikan kelapangan rejeki untuk membayar utang, aamiin.
ReplyDeleteNgeri banget ya ini. Ya Allah semoga kita terhindar dari hal ini.
Semoga masalahnya cepat selesai. Urusan sama riba itu memang menyusahkan, bukan cuma buat diri sendiri, tapi juga buat orang lain.
ReplyDeleteMengerikan memang kalau sudah urusan hutang piutang, apalagi kalau lewat lembaga peminjaman uang begitu. Itu juga yang lagi banyak sekarang, aplikasi Fintech yang bisa pinjam uang cuma modal KTP. Lebih mengerikan itu... Semoga masalah teman ibuta cepat selesai dengan baik, dan kita semua dihindarkan dari masalah hutang seperti itu.
ReplyDeleteSemoga sehat selalu ibunya bunda Niar.
ReplyDeleteBenar banget. Terlalu mengiyakan dengan niat baik kadang nggak selalu baik, sebaik-baik awalnya kita mengenal seseorang itu. Kecuali benar-benar keluarga inti.
Hutang di bank memang ngeRIBAnget.
Aaamiiin... Semoga Allah memberikan solusi yang tepat untuk semuanya. Dan ke depannya gak mengalami hal yang sama untuk semua keluarganya ya. Biar dijadikan pelajaran penting.
ReplyDeleteMakasih sudah share pengalaman ini.
Semoga masalahnya segera selesai ya. Aku tahu sekali rasanya dikejar-kejar tagihan lewat telepon itu. Mirisnya aku beberapa kali mengalami tapi bukan aku yang memiliki hutang, melainkan ada orang lain yang menggunakan nama dan no telp aku.
ReplyDeleteBener banget tuh yang ada di gambar. Kalau riba itu ngeribanget
ReplyDelete