Baca
juga: Mutiara
di Kedalaman Hikmah Sang Patriot
Saya
menyebut rangkaian proses, mulai kenal Kak Irma sekira tahun 2014 hingga acara
diskusi yang berlangsung pada tanggal 31 Maret lalu adalah BERKAH NGEBLOG.
Kalau bukan karena berkah ngeblog, bagaimana bisa saya mengharap terjadinya pertemuan
dan sudah merasa sefrekuensi dengan Kak Irma yang kerja dan tinggal di Jakarta?
Kami sama sekali belum pernah bertemu, lho.
Tahun
2014 saya pertama kali menulis tentang sosok Mochammad Sroedji karena ikut
lomba yang diadakan oleh Kak Irma. Waktu itu, barang siapa yang hendak ikut
lomba dikirimi novel Sang Patriot oleh Kak Irma. Informasinya saya dapatkan
dari grup Warung Blogger.
Saat itu interaksi saya dengan warga Warung Blogger cukup intens. Kami biasa
bercanda dan saling mengunjungi blog masing-masing. Banyak teman bloger di
komunitas Warung Blogger mendukung lomba yang diselenggarakan Kak Irma, termasuk
dalam proses pengajuan Letkol Moch. Sroedji menjadi pahlawan nasional.
Tetapi
ketika saya cek awal histori percakapan saya dan Kak Irma di Inbox Facebook tanggal
17 Maret 2014, saya memperkirakan mulai akrab dengan Kak Irma itu di grup KEB
(Kumpulan Emak-emak Blogger). Karena
saya menyapanya dengan kata “Mak” dalam percakapan pertama kami.
“Mak”
adalah panggilan akrab antara sesama member KEB. Di masa itu ada beberapa
komunitas blogger yang anggotanya lo lagi lo lagi, bisa jadi
pembicaraan pendahuluan ada di grup Warung Blogger atau di KEB.
Baca
juga: 12
Tip Berkarya dalam Perbedaan di Komunitas
Panjang
juga histori percakapan kami di Inbox Facebook. Ada saling konfirmasi teman bersama
di Facebook yang sebagiannya merupakan kakak kelas saya di SMPN 6 SMAN
2,, dan FT Unhas, juga ada pebincangan tentang graphic recorder. Melalui chatting,
saya pun jadi tahu kalau Kak Irma yang sekolah S1-nya di Fakultas Hukum Universitas
Indonesia ini menamatkan sekolah lanjutan atasnya di SMAN 1 Makassar.
Ide
menyelenggarakan acara untuk menyosialisasikan Pak Sroedji di Makassar sudah
lama dilontarkan Kak Irma. Beberapa topik chatting kami perbincangkan
kemudian, seperti ketika saya akan memasukkan sosok Kak Irma dalam tulisan berjudul
Perempuan
Pewarna Sejarah,
tulisan yang dimuat dalam rubrik Opini Harian Fajar menjelang Hari Kartini pada
tahun 2015.
Setelah
tahun 2017 tak ada chatting lagi. Kami sudah sibuk lagi dengan rutinitas
masing-masing. Hingga beberapa bulan yang lalu saya melihat Mbak Amel (bloger
Tangerang) mem-posting kegiatan seminar Hukum di akun Instagramnya dengan
Kak Irma sebagai nara sumbernya.
Baca
juga: 16
Alasan Kenapa Saya Jadi Blogger
Saya
menyapa Kak Irma dalam kolom komentar postingan Mbak Amel. Obrolan
berlanjut beberapa pekan kemudian di aplikasi Whatsapp. Kak Irma menyampaikan mengenai
rencana pelaksanaan kegiatannya di Makassar pada akhir bulan Maret dan
menanyakan apakah kira-kira memungkinkan mengundang teman-teman bloger berbincang
sejarah.
Menuju hari yang disepakati, terkumpul nama teman-teman yang berminat pada diskusi sejarah. Berkah ngeblog pulalah yang mempertemukan saya dengan nara sumber yang menjadi panelis di diskusi ini – Anwar Jimpe Rachman yang biasa saya sapa “Pak Guru”.
Saya
pernah belajar menulis dan meneliti bersama Makassar Nol Kilo Meter di Kampung
Buku dengan arahan Kak Jimpe dan Daeng Ipul (tahun 2015). Di sana saya
dipertemukan dengan Anna Asriani, lulusan Sejarah Unhas yang saya kagumi
dedikasinya dalam membumikan sejarah di Kota Makassar.
Beberapa
kali Anna – dalam naungan Lembaga Lingkar dan Komunitas Lilinnya mengundang
saya untuk terlibat dalam aktivitasnya. Dua di antaranya – menjadi pembaca
puisi Rendra dan pembaca
surat Kartini saya alami berkat Anna.
Saya
kagum padanya yang bisa menyelami sejarah karena bagi saya, sejarah bukanlah
hal yang mudah untuk diselami kecuali sudah berbentuk novel dan komik seperti Sang
Patriot karya Kak Irma. Makanya saya mencoba juga belajar dari cara Anna
membuat sejarah menjadi hal yang menarik.
Masya
Allah, dengan dukungan mereka semua (termasuk Anna dan 6 peminat sejarah dari Lembaga Lingkar), diskusi kami berlangsung dengan asyik di
Warunk Upnormal. Saya senang melihat semua peserta antusias dan terlihat
menyimak keseluruhan acara. Bahagia rasanya satu misi kebaikan selesai siang
itu.
Ah,
ya kalian sebaiknya membaca tulisan berjudul Menggali
Sang Patriot, Bukan Sekadar Terpatri dalam Sejarah dulu untuk tahu misi apa yang saya
maksud. Nah, sampai di sini kalian mungkin mengerti mengapa saya merasa bahagia
sampai-sampai perlu membuat satu tulisan khusus tentang ini. Tapi kalau kalian
tak mengerti, mungkin kita tak berada pada “frekuensi” yang sama.
Makassar, 9 April 2019
Share :
Wah Kak... seru banget ya jadi blogger itu. Saya baru mulai blogging tahun ini, meski dulu sudah punya blog.
ReplyDeleteTapi, saya baru merasakan tahun ini bisa semangat blogging. Hal ini dikarenakan saya memahami tujuan saya blogging, mulai dari rajin blog walking hingga memutuskan ikut komunitas blogger melalui media online.
Terima kasih Kak inspirasinya.
Saya menemukan inspirasi baru lagi untuk tetap blogging.
Keep blogging ya Kak! :)
Ouhg kak Niar, tiap kali saya baca tulisanta salalu mengaduk-aduk perasaanku. saya juga merasakan sekali berkah ngeblog, bisa kenal banyak orang hebat dan membaca tulisan-tulisan orang keren.
ReplyDelete