Apalagi
yang dibahas kalau bukan soal pemilihan umum yang tinggal menghitung hari pelaksanaannya.
Pasti sudah pada tahu kan kalau nanti kita akan mencoblos 5 surat suara dengan
5 warna berbeda: hijau
(DPRD kabupaten/kota), biru (DPRD provinsi), kuning (DPR RI), merah (DPD RI),
dan abu-abu (presiden RI).
Tudang
Sipulung kali ini agak sepi di saat saya malah membawa serta ketiga anak saya.
Mana tahu nanti pada tertarik gabung komunitas, mereka sudah ikut kopdar (kopi
darat) dengan mamaknya, tinggal daftar saja hehe.
Bukan
itu saja, sih. Si anak bujang sudah mempunyai hak pilih tahun ini jadi perlu
juga dia mengikuti acara dengan materi pemilu seperti ini. Walaupun tak ramai, diskusi
yang berlangsung di Kedai
Pojok Adhyaksa ini
tetap berlangsung dengan dukungan antusiasme peserta yang hadir.
Sebelum
memulai diskusi, dibagikan brosur berjudul AYO SUKSESKAN PEMILU SERENTAK 17 APRIL 2019. Ibu Endang memulai pemaparannya, berpedoman
pada isi brosur yang berisi tentang hal-hal yang penting diketahui terkait
pemilu tahun ini.
Pertama-tama,
peserta diajak untuk memastikan diri terdaftar sebagai pemilih. Aplikasi Android
KPU RI PEMILU 2019 boleh diunduh untuk memastikan nama kita terdaftar. Kita pun
perlu tahu mengenai istilah DAFTAR PEMILIH. Selain Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang sudah terdaftar di TPS, ada 2 jenis daftar pemilih lagi.
Foto: AM - Yani |
Dua
jenis lainnya itu adalah Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), yaitu yang sudah terdaftar sebagai DPT di sebuah TPS tetapi
pada hari H, sebuah keadaan memaksanya untuk memilih di TPS lain. Dan DPK (Daftar Pemilih Khusus) – yaitu yang sudah memiliki identitas kependudukan sebagai
WNI tetapi belum terdaftar dalam DPT dan DPTb.
Masa
pengumuman DPT
adalah Agustus 2018 hingga 17 April 2019. Untuk DPTb, pelayanan pendaftaran
pindah memilih sampai dengan H – 7. Sementara untuk DPK, pelayanannya hingga 17
April. Dalam pelaksanaan pemilu, Bu Endang berharap bloger bisa berperan dalam
mengamati rekapitulasi suara dan independensi penyelenggaraan.
Pemaparan Bu Endang beralih kepada
bahasan mengenai fakta Angka Partisipasi Pemilih
pada pemilu serentak 2017 yang mengejutkan.
Untuk Sulawesi Selatan, ternyata rekor
angka partisipasi terendah dipegang oleh
Kota Makassar, yaitu sebanyak 58,9%.
Mengejutkannya,
karena Makassar itu kota metropolitan, lho! Nah, kecamatan yang paling rendah Angka Partisipasi Pemilihnya adalah Kecamatan Tamalate, yaitu
sebesar 47%. Untuk
Kecamatan Tamalate, daerah Mannurukki yang paling rendah angkamya. Sebuah ironi
karena di wilayah ini banyak rumah kos mahasiswa.
Kalau
boleh memberi julukan, mahasiswa merupakan anggota masyarakat yang dinilai
sebagai “kaum terpelajar”. Ironi lain disebutkan lagi oleh Bu Endang. Kelurahan Masale adalah yang angka partisipasinya terendah di Makassar, yaitu sebesar 37%.
Mengapa
ironi? Karena di daerah inilah – di sekitar Panakukang Mas terdapat kawasan
elite yang banyak orang percaya masyarakatnya adalah orang-orang berpendidikan.
Pada kenyataannya justru tak banyak yang tergerak untuk menggunakan hak
pilihnya.
Lalu
berapakah Angka Partisipasi Pemilih yang dinilai tinggi? Kata Bu Endang,
apabila berada di atas angka 60%. Di Sulawesi Selatan, daerah yang paling
tinggi Angka Partisipasi Pemilihnya adalah di Kepulauan Sangkarrang, Kecamatan Ujung Tanah. Mencengangkannya, di sana angkanya
mencapai 77,5%.
Faktanya,
angka setinggi itu bukan karena kesadaran penduduknya untuk menyuarakan hak
pilihnya tinggi atau karena mereka sangat berpendidikan. Bukan itu. Malah ditemukan
di sana adanya mobilisasi
dan money politic!
Bu Endang dan Evhy (Ketua Anging Mammiri), foto: AM |
Apa
boleh buat, tingkat kesadaran politik masyarakat kita masih rendah. Hal ini
semakin terungkap pada sesi tanya-jawab dan diskusi. Masyarakat masih banyak
yang apatis dengan mekanisme politik di negara kita karena berpikir tidak akan
ada dampaknya bagi mereka siapa pun yang menang pada kontestasi calon presiden
dan calonn legislator (caleg) saat pemilu.
Money
politic juga masih
marak. Para caleg dan masyarakat masih banyak yang menganggap masa sebelum
pemilu adalah ajang pasar dan untung-rugi. Uang berbicara untuk suara yang
diberikan. Siapa yang bisa memberikan lebih besar atau banyak maka dialah yang
dipilih.
Bukannya
mendidik masyarakat, banyak caleg yang tak bersikap pantas, seperti yang saya
ceritakan pada tulisan berjudul Memilih
Caleg untuk Balas Budi? Bu Endang mengimbau untuk sama-sama mengedukasi
masyarakat kita.
Foto: AM - Yani |
Berikan
pengertian kepada mereka kalau salah memilih wakil rakyat maka efeknya pada
peraturan-peraturan yang tidak memihak rakyat kecil. Penggusuran bisa saja
terjadi misalnya karena peraturan daerah terkait tata ruang tidak memperhatikan
kepentingan masyarakat.
Wakil
rakyat yang tak punya visi memperjuangkan kepentingan masyarakat juga akan
menghasilkan produk-produk kebijakan yang tak adil. Mereka yang terlalu banyak
menghabiskan uangnya saat kampanye akan berpikir bagaimana cara cepat
mengembalikan bahkan melipatgandakan penghasilannya saat duduk menjadi anggota
dewan.
Nah,
bagaimana? Apakah kalian sudah mempunyai calon yang layak untuk dipilih pada 17
April nanti? Kalau belum, coba dululah telusuri nama-nama yang wajahnya
terpampang di sekitar kediaman kita di internet dan media sosial. Mana tahu ada
rekam jejak digitalnya yang berkesan.
Sayangnya,
sebagian besar caleg tidak menuliskan visi-misinya pada spanduk dan materi-materi promosi yang mereka
sebar. Kebanyakan hanya memajang foto dengan senyum manis merekah.
Padahal banyak pemilih yang seperti saya ini
tak memerlukan senyuman (apalagi janji tiket umroh),
melainkan paparan visi, misi, dan rekam jejak positif
yang menunjukkan itikad baik mereka untuk masyarakat.
Makassar, 4 April 2019
Baca
juga:
- Memilih Caleg untuk Balas Budi?
- Obrolan Tentang Hadiah dari Seorang Caleg
- Narsis, Tebar Pesona Ala Sang Caleg
Share :
Pemilu penting!
ReplyDeleteSaya aja sampe bela belain pulang kampung demi biar bisa milih
*sambil alesan supaya bisa pulang* hahahaha
ReplyDeleteMembaca tulisan kak Niar masalah KPU. Saya baru inget belum ngecek udah terdaftar apa belum di TPS.
Acaranya bagus dan menarik, semoga dengan semakin gencarnya sosialisasi, angka pemilih di pemilu nanti semakin tinggi
ReplyDeleteAcaranya menarik mbak, dan lebih oke kalau hal-hal semacam ini dilakukan sebagai edukasi ke warga jauh jauh jauh jauh hari sebelum rame2nya pemilu. Semacam penanaman konsep lah
ReplyDeleteAyo, gunakan hak pilih sesuai dengan hati nurani. Karena pemilu 5 tahun sekali
ReplyDeleteWaduh, sampai di bawah separo gitu ya (dan mungkin banyak juga daerah lain yang punya cerita serupa). Semoga yang kali ini tingkat partisipasinya jauh lebih tinggi. :)
ReplyDelete