Empat
buku yang dihasilkannya, bagi saya sudah merupakan salah satu “puncak” agar Mochammad Sroedji (kakeknya) terpahat namanya dalam sejarah sebagai pahlawan. Lalu, mengapa dirinya masih sibuk
membumikan sejarah melalui Irma Devita Learning Center?
Padahal
masyarakat Jawa Timur dengan dukungan gubernur sudah mendukung pengajuanya
sebagai pahlawan nasional. Buktinya Bapak Tjahjo Widodo – Kepala Bakorwil (Badan Koordinasi
Wilayah) V Provinsi Jawa Timur berkenan
hadir khusus. Beliau sengaja terbang dari Surabaya ke Makassar untuk hadir pada
kegiatan sosialisasi yang berlangsung pada tanggal 31 Maret lalu.
Pagi hingga
siang hari itu, lantai 2 Warunk Upnormal
semarak oleh diskusi
kami. Sepuluh orang blogger Makassar dan 7 anggota Lembaga Lingkar menyimak pemaparan dari Kak Irma Devita, Kak Anwar Jimpe Rachman,
dan Pak Tjahjo. Tanda
tanya di benak saya terjawab pada diskusi ini.
Kak Irma
tak hendak berpuas diri atas pencapaian penerbitan keempat buku, dukungan
masyarakat dan Provinsi Jawa Timur, dan pengajuan kakeknya – Moch. Sroedji
sebagai pahlawan nasional saja. Namun ibu dari satu anak gadis ini juga ingin
berbagi semangat dalam menghargai pahlawan dan berdiskusi mengenai bagaimana
sejarah bisa “dibumikan”, bukan sekadar menjadi pelajaran yang dihafal untuk
dilupakan.
Bapak Tjahjo Widodo – Kepala Bakorwil V Ja Tim |
Sang
Patriot: Napak Tilas dan Pengalaman Batin
Pada
usia 8 tahun Kak Irma pernah berjanji kepada almarhumah neneknya untuk
menuliskan sejarah kepahlawanan sang kakek. Setelah disibukkan oleh rutinitas
selama puluhan tahun kemudian, ia mengalami pengalaman batin yang membuatnya
susah tidur karena teringat janji kepada sang nenek.
Kak Anwar Jimpe Rachman (tengah) |
Ada
satu hal yang cukup mengganggu baginya, yaitu mulai dilupakannya Sroedji
sebagai sosok pahlawan. Meskipun banyak patung dan nama jalan “Sroedji”, banyak
yang tak mengenal siapa Letkol Moch. Sroedji.
Perempuan
yang memulai aktivitas ngeblognya sebagai “blawger” (bloger khusus bidang
hukum) ini bangkit dan melakukan penelitian selama 5 tahun dengan bekal NOL.
Tak ada bahan selain kisah-kisah yang menancap kuat yang dituturkan oleh
neneknya.
Mendengarkan
kisah ini, saya yakin Kak Irma mewarisi kegigihan dari Pak Sroedji dan Ibu
Rukmini (sang nenek). Kak Irma membuktikan bahwa tak ada yang tak mungkin jika
kita bersungguh-sungguh. Selama lima tahun Kak Irma mengumpulkan data mengenai
perjuangan Letkol Mochammad Sroedji.
Dia
menapaktilasi daerah-daerah yang ada jejak Sroedji (seperti nama jalan dan
patung) hingga ke balik gunung. Negeri Belanda disambanginya untuk mendapatkan data
yang lebih banyak dan akurat karena dulu kakeknya termasuk target utama karena dianggap
ancaman besar oleh Belanda.
Dengan
adanya sosialisasi yang terus-menerus bersama komunitas sejarah dan para bloger
Jember, kini di Jember ada program 1 Sekolah 1 TNI untuk sosialisasikan seluruh
pahlawan Jember. Banyak hal yang telah dilakukan Kak Irma sampai saat ini. Workshop
dengan guru-guru sejarah pun pernah diselenggarakannya. Di Jember kini ada
museum yang namanya Ruang Ingatan, khusus untuk narasi.
Warga
Jember bangga mencari pahlawan di sekitar mereka. Nama-nama selain Letkol Moch.
Sroedji bermunculan. “Tujuannya untuk membumikan para pahlawan supaya lebih terjangkau.
Nanti akan menjadi cikal-bakal kita tak mudah terinfiltrasi oleh budaya asing,”
ujar Kak Irma.
Tentang Kolaborasi “Menyelamatkan Sejarah”
Perlu
berkolaborasi agar kisah-kisah penting dalam sejarah terangkat dan menjadi
dekat dengan kita. Kata kolaborasi ini ditekankan, baik oleh Kak Irma maupun
oleh Pak Tjahjo beberapa kali. “Kalau
tidak ada kolaborasi dengan kekuatan tulisan, tidak bisa menggerakkan roda yang
sudah telanjur berhenti. Wajah masyarakat bisa diubah melalui tulisan,” ungkap
Kak Irma dengan yakin.
Pak
Tjahjo berharap kita mengenalkan pahlawan negara kita supaya anak-anak tidak
hanya mengenal super hero dari negara barat padahal pahlawan kita,
seperti Moch. Sroedji luar biasa kisah kepahlawanannya sampai-sampai setelah
mangkat pun, jenazahnya masih diseret tentara Belanda berkilo-kilometer jauhnya.
Kekuatan
tulisan pun diyakini Kak Jimpe masih bisa menggerakkan kaum milenial yang
disebut-sebut hanya tertarik pada bentuk visual. Beberapa kali menyelenggarakan
Workshop Menulis dan Meneliti, tak pernah surut anak muda belajar
menulis dengan antusias.
Penjualan
buku di penerbitannya pun tak pernah turun. “Kita hanya perlu menyediakan cukup
waktu untuk mereka,” menurut pengalaman Kak Jimpe, buku tak akan tergantikan,
tak seperti format kekinian yang easy come easy go.
Namun
demikian, catatan penting dalam hal kolaborasi dari diskusi ini adalah ada cara
untuk membumikan sejarah. Selain yang telah dilakukan oleh Kak Irma, juga bisa
berkolaborasi dengan praktisi desain visual ataupun praktisi teknologi
informasi.
Foto bersama berasal dari Kak Irma Devita
Berwisata
melalui buku komik yang lebih kekinian – extended version dari komik
Sang Patriot masih memungkinkan untuk diterbitkan, game gadget bertopik kepahlawanan,
membuat kisah sejarah di Webtoon, kolaborasi sejarawan dan bloger dalam
meneliti, menulis, dan menyebarluaskan kisah, dan wisata virtual di museum
adalah contoh-contoh yang bisa diwujudkan. Kalian mungkin punya saran lain?
Makassar, 6 April 2019
Simak tulisan-tulisan
saya yang lain tentang Sang Patiot (Letkol Moch. Sroedji) dan Kak Irma:
- Mutiara di Belajar dari Sroedji dan Rukmini
- Kedalaman Hikmah Sang Patriot
- Perempuan Pewarna Sejarah
- Trilogi Komik Sang Patriot: Bakti Seorang Cucu pada Kakek, Nenek, dan Negaranya
Share :
Keren tuh sang patriot, karya bangsa yang autentik. Bagus iuga tuh karyakarya yang seperti ini di muat kedalam bentuk aninasi biar lebih populer dan terpromosi.
ReplyDeleteSepertinya bagus ya ini bukunya. Mengenai tentang sejarah Sang Patriot
ReplyDeleteWah seru banget nih ya bisa ikutan acaranya.
ReplyDeleteWah setuju banget sama apa yang dikatakan Bunda :)
ReplyDeleteWah terima kasih Bun informasinya sangat bermanfaat.
ReplyDeleteJadi, ini karena teringat janji yang telah diucapkannya dulu ya Mbak
ReplyDeleteGenerasi muda memang perlu asupan kisah-kisah patriotik, agar bisa menginspirasi pemuda dalam menjalani kehidupan sehari-hari, terima kasih kasih kak Niar atas share cerita kegiatan inspiratifnya bersama kak Irma Devita.
ReplyDeleteSaya mau komen: wah terima kasih kak, informasinya sangat berguna.
ReplyDeleteTapi kayaknya terlalu standar dan tidak tulus ya hahaha.
Menurutku ini langkah bagus untuk membumikan pahlawan lokal. Saya tidak tahu sekarang ini bagaimana dengan pelajaran anak-anak sekolah, apakah mereka tetap belajar tentang pahlawan atau tidak. Atau, apalah pelajaran PSPB masih tetap ada?
Hari gini sepertinya emang penting mengangkat kemabli tentang patriot-patriot bangsa yang sudah berjuang sampai bangsa kita merdeka.
ReplyDeleteAnak muda kita sekarang sudah banyak yang gak kenal pahlawan-pahlawannya sendiri. Mereka lebih banyak tau tentang DraKor dan K-Pop. Miris akutuh...
Tujuannya mulia untuk memperkenalkan kembali nama-nama pahlawan, inspiratif kak
ReplyDeleteUsia 8 tahun berjanji ingin mengabadikan perjuangan sejarah kakeknya dan kini janji itu terlunasi dengan lahirnya " Sang Patriot" Maa syaa Allaah . Keren nih pencapaiannya.
ReplyDeletemengenalkan sejarah memang tak mudah, tapi ada banyak cara seperti yang telah ditunjukkan oleh Ibu Irma Devita. Jempol!
ReplyDeletemakasih sharingnya
ReplyDelete