Tanggal 8 April lalu saya menghadiri Diskusi Cakap Kamisan mengenai Anti Politik Uang dengan narawicara Ibu Husaimah Husain (Kak Ema) – Koordinator Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) wilayah Indonesia Timur dan Bapak Saiful Jihad – Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan antar Lembaga (Hubal) Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulawesi Selatan.
Seperti
yang kita ketahui, undang-undang yang menyebut tentang politik uang adalah UU Pemilu Nomor 7, pasal 280 ayat 1
huruf j yang berbunyi:
Pelaksana, peserta, dan tim Kampanye Pemilu dilarang: menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye Pemilu.
Rupa-rupa Politik Uang
Undang-undangnya
jelas tapi sayangnya ada saja yang melanggar. Bahkan pemberiannya berbalut
kata-kata selain pemberian. Keterlaluannya, ada yang menyebutnya sebaga “SEDEKAH POLITIK”. Saya baru mendengar istilah ini
pada diskusi yang berlangsung di kantor AIPJ2 (Australia Indonesia Partnership for Justice 2) ini.
Kak Ema (tengah), Pak Saiful (kanan) |
“Demokrasi
kita azas LUBER
JURDIL (langsung, umum, bebas rahasia,
jujur, dan adil). Jika ada yang memberikan suara karena iming-iming (semata), berarti
suaranya bisa dibeli. Semangat LUBER JURDIL menjadi tidak jalan sehingga
merusak nilai demokrasi,” Pak Saiful Jihad menekankan.
Sementara
itu, Kak Ema berpendapat:
“Money politic adalah cara untuk menggadaikan demokrasi, meskipun bukan demokrasi secara luas. Dia menggadaikan nilai pada dirinya.”
Transportasi
dan makan bisa diberikan tapi tidak dalam bentuk uang, bisa dalam bentuk nota
kuitansi. Bahan kampanye seperti stiker, dan bahan kampanye lainnya sah-sah
saja dibagikan tapi tidak boleh yang harganya di atas 60 ribu upiah dan harus
diberikan saat masa kampanye.
“Jika yang terpilih pada Pemilu adalah mereka yang melegalkan praktik politik uang, ini adalah pintu awal pejabat menjadi korup karena sejak awal menganggap praktik jual-beli suara legal. Ini merusak!” tandas Pak Saiful.
Satu catatan mengenai bahan kampanye.
Dalam regulasi PKPU (Peraturan KPU) disebutkan bahwa
bahan kampanye harus memuat visi, misi, progam, atau
citra diri caleg. Sayangnya banyak bahan kampanye
yang tak memuat hal-hal demikian.
Bentuk-bentuk money
politic makin bervariasi. Bawaslu menemukan di Bulukumba uang diberikan
melalui yayasan milik sang caleg. Kasus tersebut sudah diputuskan di pengadilan
dan sedang upaya banding.
Dalam
diskusi terungkap modus lain, seperti caleg di Maros yang menitipkan bahan
sembako untuk masyarakat kepada penjual sayur keliling. Ada caleg yang
seolah-oleh sudah melakukan pemetaan dan mengumpulkan nomor telepon sasaran “serangannya”.
Salah satu video Bawaslu, tentang pelanggaran
Dia
hanya memberikan kepada yang setiap musim pemilu mau menerima sogokan tetapi
tidak memberikan kepada yang dia ketahui tidak bersedia. Tetapi ada pula yang
masih terus berusaha. Kak Ema yang aktivis SPAK dengan sengaja didatangi untuk
ditawari jumlah tertentu.
Yang
terjadi di Maros adalah dalam model bazar. Harga yang dijual di bawah standard.
Di Gowa, caleg bagi-bagi kupon, penerimanya berhak berbelanja di mal. Nanti di
mal ada orang yang menunggu dan siap membayarkan belanjaan para penerima kupon.
Di tempat lain ada juga yang memberikan dalam bentuk emoney.
SPAK:
Saya Perempuan Anti Korupsi
Kak Ema
memperkenalkan tentang gerakan Saya Perempuan Anti Korupsi yang digawanginya. SPAK
dimulai dari hasil base line KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) 2012 –
2013. Saat itu dilakukan survei di 2 daerah. Hasilnya menunjukkan bahwa
ternyata tidak lebih dari 4 persen orang tua yang mengajari dan mengamalkan
nilai-nilai kejujuran pada keluarga.
Telewicara dengan Ibu Rahma, agen SPAK di Enrekang |
Saat
itu masyarakat belum bisa mengetahui relasi antara kejujuran dan korupsi. Hasil
suvei tersebut menunjukkan bahwa ibu mampu menjadi solusi (dari 80% responden)
sebagai tokoh sentral yang berpotensi mengkampanyekan penghentian korupsi.
Tak
sadar korelasinya? Perilaku tak jujur, seperti berbohong di depan anak dan
mengajari anak untuk berbohong bisa menjadi pintu masuk. Juga ketika akan berlangsung
ujian nasional dan sekolah mengoordinir atau menyarankan “contek massal” lalu
ibu mengikuti begitu saja.
Masih
belum sadar? Perilaku koruptif itu kan suatu bentuk ketidakjujuran. Kalau sudah
terbiasa melakukan dalam bentuk sederhana maka kelak anak-anak kita akan ringan
saja melakukan yang besar.
“Pendidikan karakter kita tak berjalan sepenuhnya. Pendidikan karakter bisa dari meminta kembalian saat anak bebelanja,” contoh kecil diberikan oleh Kak Ema. Maksudnya ketika meminta anak berbelanja di warung dan ada kembalian, ajari anak untuk mengatakan berapa uang kembaliannya dan mengembalikannya terlebih dulu.
Kalau
dia ingin uang itu maka dia harus meminta dari ibunya. Jangan biarkan begitu
saja karena jumlahnya tidak seberapa atau karena anak kita. Contoh sesederhana
ini bisa menjadi pendidikan karakter dalam diri anak.
SPAK
beberapa kali diundang Bawaslu dan KPU memberi respon thd money politic.
Pendidikan demokrasi dirusak oleh mata rantai money politic yang
dilazimkan. SPAK aktif melakukan kampanye untuk hentikan politik uang.
Jangan biasakan mengambil uang
atau pemberian caleg meskipun
tak memilihnya. Mengapa? Kalau
mengambil pemberian tanpa memilihnya
tetap ada masalah di dalam diri karena
sudah berlaku tidak jujur.
SPAK
memiliki agen-agen yang tersebar di seluruh Indonesia. Ibu Rahmawati salah
satunya. Komisioner KPU di Enrekang ini
aktif kampanyekan tolak politik uang. Kami mendengarnya berkisah melalui
sambungan telepon.
Ibu
Rahma, walau sendirian dan tanpa anggaran, getol menyuarakan “anti politik uang”.
Jalan kaki pun dia lakukan. Ibu Rahma memberikan pemahaman tentang money
politic kepada masyarakat di Enrekang.
Tidak
hanya sekadar sosialisasikan, difasilitasinya pula media sendiri, juga membuat
kaos, stiker, dan gunakan semua kesempatan. Kapan saja dan di mana saja, dia
gunakan kesempatan itu untuk mengedukasi masyarakat.
Ibu Rahmawati Karim - Agen SPAK Enrekang saat sosialisasi anti korupsi di Dinas Kesehatan, Rabu (6/9) Sumber: http://beritakotamakassar.fajar.co.id |
“SPAK
dapat rekomendasi untuk masuk di sekolah-sekolah untuk lakukan pendidikan anti
korupsi dan pencegahan politik uang karena menyasar pemilih pemula,” ungkap Ibu
Rahma.
Lebih
lanjut, Kak Ema menjelaskan bahwa SPAK itu cair sifatnya. Siapa pun boleh bergabung. Saat ini SPAK mencoba
menyusun game (media melalui bermain). Semacam pencegahan korupsi dalam
pemilu melalui bermain. Dalam game itu ada pertanyaan-pertanyaan yang
kerap muncul menjelang pemilu.
“Game adalah bagian dari pendidikan
politik
supaya masyarakat tahu bahwa money politic itu
bukanlah sesuatu yang legal dan dibolehkan,”
Pak Saiful mengamini penjelasan Kak Ema.
Kerja
Bareng Hentikan Politik Uang
“Harus
benahi bareng-bareng yang terjadi di masyarakat. Pemberian dari caleg jangan
disebut dalle. Pemahaman tentang uang yang diberikan para kontestan
jangan dianggap rezeki. Itu persepsi masyarakat. Ada istilah sedekah politik. Mereka
mengubah persepsi bahwa politik uang itu sogok dan suap,” imbau Pak Saiful.
Mirisnya,
istilahnya dibungkus dengan hal yang dekat dengan Islam padahal dalam Islam
sendiri, politik uang baik berupa barang hukumannya keras karena merupakan
sogokan. “Pemberi dan
penerima masuk neraka,” Pak Saiful yang juga berprofesi sebagai dosen Pendidikan Agama Islam di
Universitas Hasanuddin menegaskan.
“Penting
kita sama-sama gencarkan pendidikan politik kepada anak-anak kita,” berulang
kali Pak Saiful menekankan hal ini. Baginya, pemilu 17 April bukanlah akhir
dari pendidikan politik. Masih perlu dilakukan upaya yang terus-menerus dalam
mendidik generasi muda memiliki kesadaran politik yang baik.
Bawaslu
sudah lakukan pencegahan, pengawasan, dan penindakan. Infomasi awal dari masyarakat
bisa langsung ditelusuri dan diinvestigasi. Namun demikian harus patuh pada
aturan yang ada. Penindakannya harus melihat aturan apa saja yang dilanggar.
Harus
juga berhati-hati mempublikasikan kalau belum berkekuatan tetap. Aduan terkait 15
camat Makassar baru-baru ini misalnya, berdasarkan aturan harus diserahkan
kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) penanganannya.
Ambil
Uangnya atau Jangan?
Dulu
pernah ada kampanye “ambil uangnya, jangan pilih orangnya” untuk melawan money
politic. Maksudnya ini untuk memberikan efek jera. Namun disadari sekarang,
ungkapan ini tak jujur karena jelas berbohong. Bohong bukanlah perilaku yang
benar.
Awasi pemilu bareng Bawaslu - nominasi lomba vlog Bawaslu by inimasabi
Seharusnya
adalah “tolak uangnya, jangan pilih orangnya”. Namun dalam diskusi ini,
dipaparkan bahwa untuk menghentikan politik uang, cara yang tepat untuk
dilakukan adalah “jangan pilih
orangnya, ambil uangnya dan jadikan sebagai barang bukti”.
Pertanyaannya, melaporkan ke mana
jika ada indikasi pelanggaran? Nah,
Bawaslu sudah punya aplikasi Androidnya lho.
Namanya Gowaslu. Namun catatan pentingnya,
penuhi syarat materil dan formilnya ketika melapor.
Aplikasi Gowaslu untuk Android |
Semakin
keras usaha menentang politik uang, semakin kreatif pula usaha para caleg dan
timnya. Memang dibutuhkan partisipasi masyarakat. Ini menjadi pekerjaan rumah
bagi semua pihak untuk menyosialisasikan bagaimana masyarakat bisa berpartisipasi
langsung.
Makassar, 13 April 2019
Baca
juga:
- Memilih Caleg untuk Balas Budi?
- Obrolan Tentang Hadiah dari Seorang Caleg
- Caleg, Kampanyemu Adalah Citra Dirimu
- Kisah Caleg Idealis VS "Budaya Amplop"
Share :
Money Polirtic memang selalu menjadi polemik dalam dunia politik di Indonesia. Saya pribadi beberapa hari kemarin sempat ditawari money politic dari salah sau relawan seorang caleg dengan standar fee diberikan 700rb dan jika bisa dapat suara fee nya ditambah 100rb persuara. Haduh, mana si caleg ini nyarinya dengan cara underground. 😌
ReplyDeleteBEsar juga ya Ardian. Tapi tidak akan bikin goyah kan?
Deletepara caleg yang menawarkan uang dan atau barang ini tak layak pilih. mereka tak punya sesuatu yang menarik sebagai alasan kita memilihnya sehingga menjadikan uang dan barang sebagai cara memikat pemilih. sayangnya, hampir semua caleg seperti ini. pilihan untuk golput jadi makin kuat dan masuk akal.
ReplyDeleteTapi masih ada ji yang layak, saya yakin. Kepada yang layak, kita masih bisa berharap. Saya tetap akan memilih.
DeleteTak bisa dipungkiri politik uang bahkan serangan fajar seolah menjadi budaya menjelang pemilu, dilematisnya adalah kerap kali orangtua atau orang dewasa di sekitar kita memberikan conto yg kurang baik pada anak-anak. Padahal harusnya merekalah yang memberikan teladan yang baik
ReplyDeleteYa, banyak orang dewasa yang ternyata tak mampu bersikap dewasa.
DeleteLogika sederhana, kalau gencar politik uang, ujung-ujung pada rawan korupsi ingin kembali mobil. .Kalau suara bisa dibeli, ancurlah sudah..
ReplyDeleteMaunya sang Caleg Adu Ide dan gagasan.. Bukan adu Uang. .
Betul sekali.
DeleteSayang ya. Seharusnya mereka yang jadi caleg lebih bijak dan cerdas daripada kita-kita ini yang rakyat biasa.
Saya berfikiran, entah bgm bangsa kita ini bisa lebih maju dan berkembang kalau sistem politiknya sj sdh ambur aduk akibat money politic. Betul, org2 yg melakukan money politic itu adalah sesuatu jalan yg akan menjerumus ke dalam korupsi nntinya dan itu adalah suatu perbuatan yg tdk baik.
ReplyDeleteYa tapi kita harus optimis kan ya :)
DeleteBeberapa hari lalu di rumah tiba-tiba datang sebuah paket. Isinya kartu ucapan selamat ulang tahun lengkap dengan nama seorang anggota di rumah yang memang lagi ulang tahun, plus satu tumbler. Paket ini datang dari seorang caleg.
ReplyDeleteAwalnya saya kagum, merasa bahwa ini tindakan yang personal untuk menarik simpati. Tapi semalam, ketika ngobrol sama om Anchu, saya sadar kalau ini ternyata money politik ya hahaha.
Duh...
Hahaha kalau tulus mah harusnya tiap tahun kirim hadiah, Daeng. Jangan cuma saat mau pemilu :D
Delete