Access Bars: Tentang Ikhlas, Keinginan untuk Berubah, dan Kesadaran

Access Bars: Tentang Ikhlas, Keinginan untuk Berubah, dan Kesadaran - Kalau saya umpamakan, kondisi psikis saya serupa air dalam sebuah wadah. Maka ketika ada trigger yang memicu ke arah negatif, air itu seperti teraduk-aduk. Dan karena di dasar wadah ada kotoran yang tak bisa keluar maka air yang tadinya jernih berubah menjadi keruh.

Kisah Lama Tentang Luka yang Menyampahi


Bukannya saya tak mencari cara supaya air itu selalu jernih. Beberapa kali saya mengira telah berhasil mengeluarkan semua kotorannya karena saya memang mengusahakannya. Namun pada kenyataannya, tak semua kotoran itu keluar. Seperti sebuah keadaan default yang akan saya bawa terus sepanjang sisa usia, ada kotoran membandel yang tetap menyampahi saya.


Padahal saya tahu ketika air dalam wadah teraduk-aduk, kotoran yang mengemuka itu sebenarnya bukan sepenuhnya “milik saya”. Dia hanyalah sampah dari luka masa lalu yang masih saja bercokol karena selalu mendapatkan tantangan untuk muncul kembali. Susahnya, dalam keseharian, saya masih selalu harus menghadapi situasi yang mirip-mirip dengan kondisi tak enak di masa lalu itu.

Tetapi ketika suasana hati sedang keruh, ditambah beban pikiran yang menumpuk, saya seolah tak menyadari kalau emosi negatif yang muncul seharusnya lebih bisa saya kendalikan karena tak seutuhnya “milik saya”.

Oleh karena itu, beberapa kali saya katakan kepada suami (saya menuliskannya di tulisan Access Bars, Tools dari Access Consciousness untuk Menjadi Lebih Baik) bahwa saya butuh terapi suatu saat nanti, mengingat kondisi yang tak bisa dan tak mungkin saya elakkan sepenuhnya.



Sebenarnya sejak mempelajari KECERDASAN EMOSIONAL, saya belajar mendefinisikan perasaan saya. Kalau saya bahagia, kenapa? Kalau saya feeling blue, alasannya apa? Sejauh ini saya bisa melakukannya tetapi terkadang saya masih keteteran saat mengontrolnya.

Perasaan yang Tak Seutuhnya Dimiliki


Ketika seharusnya saya memilah-milah yang mana sebenarnya emosi yang “milik saya” dan mana yang bukan pada kondisi yang sulit terkontrol atau tak terkendali, kadang-kadang di situlah saya gagal dan kebablasan.

Nah, pada tanggal 27 April lalu saya merasa semakin tertarik ketika Dokter Dave menyampaikan pengantarnya  bahwa ketika merasakan perasaan tidak enak, bisa jadi yang kita rasakan “bukan milik kita”. Mengapa? Karena manusia memiliki kemampuan untuk menangkap energi, termasuk energi negatif di sekitarnya.

Ketika masa kampanye calon presiden misalnya, saya menolak menelusuri time line media sosial karena segala hal negatif dari kedua belah pihak bisa mengacaukan perasaan saya. Kalau memaksa diri membaca caci-maki, saya bisa jadi bad mood sendiri.  

Sumber: www.accessconsciousness.com

Psikolog yang pernah saya saksikan menjadi pembicara dan beberapa pengalaman lainnya juga menjelaskan hal yang sama, yaitu bahwa emosi negatif seseorang itu bisa memengaruhi orang lain.

Seharusnya, sebagai manusia, saya bisa dong belajar untuk menghindari hal-hal negatif itu. Kalau masih sulit, bukan berarti saya boleh pasrah dan berharap orang lain saja yang mengerti saya apa adanya, kan? Kalian pastinya tidak mau, kan ujug-ujug saya semprot tanpa alasan yang jelas?

Nah, manusia itu punya KESADARAN yang harusnya dipergunakan. Selain itu juga seharusnya menyadari bahwa hak kita dibatasi oleh hak orang lain. Jadi, bukan pada tempatnya memberikan efek negatif kepada orang lain, juga tidak perlu menerima pengaruh negatif dari emosi orang lain.


“Cukup dengan aware, ini punya siapa,” kata Dokter David Budi Wartono. Dokter Dave mengajak untuk mengubah pertanyaan “apa yang dirasakan” menjadi “apa yang ditangkap/perceived. Kepada anak-anak sekali pun, Dokter Dave menyarankan untuk menanyakan “apa yang kamu tangkap” alih-alih menanyakan “apa yang kamu rasakan”.

Benar-benar Ikhlas dan Mau Berubah?


Selama praktik Access Bars, kami belajar untuk ikhlas, bukan hanya dalam melepas hal-hal negatif di dalam diri namun juga dalam mempraktikkannya kepada orang lain yang tidak saling kenal sebelumnya.

Dokter Dave sampai menanyakan apakah yang nge-bars dan di-bars sudah saling kenal sebelumnya. Sesi bars ini dilakukan berpasangan. Yang nge-bars tidak perlu, bahkan dilarang kepo untuk mencari tahu apa yang dialami atau dirasakan oleh orang yang di-bars-nya.

Sementara itu, yang di-bars tidak perlu mengungkapkan semua uneg-unegnya. Terkecuali hal-hal yang dia inginkan ungkapkan saja. Yang jelas, IKHLAS menjadi sebuah keharusan di sini. Ada posibility untuk berubah jika kita ikhlas untuk berubah – berubah menjadi lebih baik tentunya.



Saya teringat satu ayat Al-Qur’an yang artinya:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka (Ar-Ra’d [13]: 11)

Kalau gambaran yang diberikan oleh Dokter Dave tentang kemauan berubah seperti orang yang perutnya sakit karena kepengen BAB tetapi dia tak melakukannya. Seharusnya dia ke toilet untuk BAB, eh dia malah tak mau melakukannya. Jadi, kalau memang mau berubah, harus punya komitmen.

Saya memahami penerapan ikhlas di dalam Islam “rahasia antara manusia dengan Allah”. Keikhlasan itu adanya di hati. Ada orang yang mengaku ikhlas (di mulutnya) tetapi hatinya berbeda. Oleh karena itu, hanya dirinya sendiri dan Allah semata yang mengetahui apakah ia telah benar-benar ikhlas atau tidak.

Di samping itu, berkali-kali Dokter Dave berpesan untuk no judgement dan no expectation. Hilangkan segala prasangka. Tidak boleh memberi penilaian tentang diri orang yang di-bars. Tak boleh juga memberi harapan atau menjanjikan manfaat yang di luar kuasa kita. Cukup menjelaskan apa manfaat yang bisa diperoleh.

Ok, noted. Empat hal yaitu
mau berubah, ikhlas,
no expectation, dan no judgment
harus digarisbawahi di sini.

Manfaat Ganda Access Bars


Namun menariknya, dalam Access Bars, baik yang di-bars maupun yang melakukan bars, keduanya mendapatkan manfaatnya. Ketika praktisi nge-bars, dia akan mendapatkan efek positif yang sama seperti yang bisa diperoleh oleh yang di-bars.

“Makanya Gary Douglas (founder Access Consciousness) bilang, ketika memberi satu sesi, kita dapat satu sesi pula,” kata Dokter Dave.

Menurut pengalaman Dokter Dave, meskipun melakukan bars kepada banyak orang, seperti pada sebuah bakti sosial yang dilaksanakan di Bandung belum lama ini, praktisi bars tidak merasakan kelelahan.


Sensasi Ketika Berlatih di Access Bars Class


Setelah menghadapi anak-anak, giliran kami – para orang tua yang dihadapi oleh Dokter Dave. Pada sesi clearing, Dokter Dave mempertanyakan kemauan berubah dan keikhlasan kami satu per satu. Kepadanya saya menceritakan mengenai fase-fase ekstrem yang pernah saya hadapi. Beberapa di antaranya merupakan fase jatuh ke titik nadir.

Saya membungkus perkataan dengan rapi dengan tidak mengatakan masalah yang sebenarnya. Saya menjelaskan garis besarnya tetapi sangat mewakili pikiran dan perasaan saya saat itu. Saya katakan apa keinginan saya, bagaimana keinginan keluar dari belenggu negatif – sisa-sisa dari fase ektrem tersebut.

Saya juga menyampaikan keinginan untuk menjadi sosok yang lebih positif sehingga kelak bisa membina hubungan yang lebih baik lagi dengan orang-orang terkasih dan yang berinteraksi dengan saya. Setelah semua peserta selesai ditanyai oleh Dokter Dave, kami mempelajari cara melakukan bars pada 32 titik di kepala.

Sumber foto: dr. David Budi Wartono

Ada sensasi seru selama melakukan 4 kali sesi bars dalam pelatihan Access Bars ini. Saya yang tidak pernah merasakan kepanasan dalam ruangan ber-AC, kali ini merasakan gerah sampai keringat bercucuran. Ketika menyentuh titik-titik yang ada dalam buku manual, ujung jari saya merasakan hawa panas.

Padahal saya ini tipe “manusia berdarah dingin” yang lebih betah berselimut di dalam kamar sempit tanpa AC di siang terik menyengat ketimbang berselimut di dalam ruang ber-AC  meskipun suhunya 25 derajat Celsius saja. Tapi rasa gerah yang saya rasakan tak sampai menyiksa. Perasaan nyaman-nyaman saja selama praktik.

Beberapa peserta terlihat tertidur pulas ketika di-bars sampai-sampai terdengar suara dengkuran halusnya. Saya sendiri merasa rileks, sempat dua kali hendak jatuh tertidur tetapi entah kenapa malah tersentak untuk kembali sadar sepenuhnya.

Sertifikat saya dan putri saya.

Efek positif yang saya rasakan usai bars saya bisa definisikan keesokan harinya, seperti yang saya ceritakan pada tulisan berjudul Access Bars, Tools dari Access Consciousness untuk Menjadi Lebih Baik. Rencananya setelah tulisan ini, saya akan menuliskan pengalaman khusus saya dan putri saya Athifah saat nge-bars/di-bars.

Sampai hari ini – setelah beberapa kali sesi nge-bars-di-bars ada beberapa sensasi seru. Mengingat-ingat penjelasan Dokter Dave, saya menangkap satu hal lagi, yaitu bahwa dengan tools ini, kesadaran (awareness) kita akan lebih meningkat.

Sepertinya itulah yang terjadi secara khusus antara saya dan suami. Salah satu hal yang saya rasakan adalah awareness saya kepada suami saya semakin besar. Buktinya, ketika dia menatap saya saja rasanya seperti terbang ke langit 😆.

Foto bersama. Sumber foto: Dokter Dave.


Makassar, 7 Mei 2019

Bersambung

Keterangan:

Baca tulisan sebelumnya, ya: Access Bars, Tools dari Access Consciousness untuk Menjadi Lebih Baik (ada tentang perubahan setelah ikut kelas Access Bars yang saya rasakan di dalam situ)

Apabila Anda berminat mengubah hidup menjadi lebih baik, lebih bahagia, dan lebih menghasilkan, silakan klik link “Info Group for Sulawesi” berikut ini untuk mendapatkan informasi mengenai jadwal terdekathttps://chat.whatsapp.com/Et4BdVRiGGPLYKeg6i38WY



Share :

26 Komentar di "Access Bars: Tentang Ikhlas, Keinginan untuk Berubah, dan Kesadaran"

  1. Wah... aku jadi penasaran sama postingan sebelumnya dong dan barusan baca-baca sekilas dong Kak.
    Jadi, ini perubahan untuk diri sendiri jadi ikhlas dan lebih aware ya Kak.
    Dokternya menyarankan bukan apa yang dirasakan, tapi apa yang ditangkap. Ini seperti kita belajar sesuatu, bukan merasakan tapi apa yang kita tangkap dari sesuatu yang telah kita pelajari. Aku jadi ikut belajar mikir ini sekarang Kak.

    Makasih ya Kak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kita belajar memilah-milah yang mana perasaan milik Kita dan dan bukan karena kita wifi berjalan yang bisa menangkap banyak energi dari sekeliling kita. Makasih sudah mamoir, Mbak :)

      Delete
  2. wiiih kayak mauka juga :(

    Jangankan kak Niar yang sudah banyak menghadapi situasi dan maslaah hidup. Kadang, saya yang masih muda saja gampag sekali kena anxiety (kecemasan berlebih) yang kalau parah bisa jadi depresi dan kadang orang menganggap itu sepele padahal bisajadi parah kalau tidak ada awareness untuk berubah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, kuncinya di kesadaran kita juga dan kadang-kadang kita butuh mengasah kesadaran itu

      Delete
  3. Duh jadi nyesel nda ikut hri itu krna pas ada acara 😭😭
    Kalau dipikir2, susah banget move on dgn problem yg dihadapi d masa lalu apalg klu meninggalkan jejak yg sulit di hapus. Tp, baca2 artikel dr kk, sepertinya access bars punya teknik tersendiri untuk melatih kesadaran,
    Mudah2an next time sy bisa ikutan jg

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, ada tekniknya dan itu di kepala saja titik-titik yang disentuh :)

      Delete
  4. Kegiatan yang bagus kayaknya ini kak. Saya sudah masuk grupnya. Mauka ikut deh.

    Memang betul yang kita jelaskan diatas. Kondisi apapun yang diluar kendali kita harusnya tidak sampai membuat emosi kita menjadi negatif.

    Bacaan yang bermanfaat!

    ReplyDelete
  5. seru banget yaa kak. totalnya ada berapa sesi? jadi penasaran juga karena bener sih...setiap manusia tanpa sadar pasti ada menyimpan trauma masa lalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pelatihan untuk kelas ini satu kali saja tetapi untuk praktik di dalamnya dan mendapatkan sertifikat, harus selesai 4 sesi, giving dan receiving bars :)

      Delete
  6. kayak semacam bagus :( selalu excited sama kegiatan2 yg berhubungan dengan self development atau self improvement. menariqueeee kak niar, kapan2 kalau ada eventnya boleh bagi2 kak hoho

    ReplyDelete
  7. Sy mii ini yg punya banyak trauma dimasa lalu .. Semoga next bisa ikutan acaranya 😭

    ReplyDelete
  8. Acara seru ya kak dan sepertinya banyak org yang membutuhkan kegiatan seperti ini, termasuk saya heheheh

    ReplyDelete
  9. Sepertinya butuh k' di-bars juga ini. Heuheuheu. Semoga kapan-kapan ada juga pelatihannya di Mataram. Kebayang gimana serunya kalau saya dan Rani ikutan :)

    ReplyDelete
  10. Ikhlas untuk berubah, itu kunci ikut terapi Bars ini ya Kak? Saya jadi penasaran dengan terapinya, apalagi bisa membantu kita menghilangkan emosi2 negatif atau bahkan emosi atau perasaan yang sebenarnya bukan milik kita. Sepertinya menarik sekali.

    ReplyDelete
  11. Liat fotonya kayak rileks banget yahh, jadi pengen nyobain. Kayaknya cocok nih buat yg punya beban hidup berat hehe

    ReplyDelete
  12. ternyata 'apa yang ditangkap' dan 'apa yang dirasakan' adalah hal yg saya pelajari sejak lama dalam diri saya sendiri walau tidak bisa mendefinisikannya seperti pak dokter :) Mungkin yang penasaran selanjutnya adalah bisa keringatan di dalam ruang berAC

    ReplyDelete
  13. Aku suka baca soal bars ini di beberapa postingan mba Alaika dan masih bingung sampai sekarang, maksudnya diapain dan bagaimana lalu kenapa bisa jadi lebih tenang. Sedikit terbuka pengetahuanku di sini.

    Mungkin kapan kapan boleh juga nih aku mencobanya bareng suami.

    ReplyDelete
  14. keren kelasnya nih. inspiratif banget

    ReplyDelete
  15. BAgus banget nih acara gini mba, saya setuju banget, emosi negatif bisa mempengaruhi orang lain.

    Bahkan jika dituangkan dalam tulisan pun.

    Meskipun kadang, emosi tersebut juga sedikit bermanfaat, untuk mengetuk hati orang lain :)

    ReplyDelete
  16. Pantes, kalo kita lagi baik lalu di sekitar kita nyebar emosi negatif, tiba2 kt bs ikutan negatif juga perasaannya ya Bun. Buat para ibu2 kayanya penting nih ikutan Access Bar, biar pada waras terus.. Kalo Banda Aceh ada, infoin ya Bun..

    ReplyDelete
  17. Aku rasa, ngga hanya energi negatif saja yang kita terima dari orang lain. Energi positif juga. Itulah kenapa, kita selalu diajurkan bertemu dengan orang2 yg selalu berfikir positif, yang selalu ceria, selalu berfikir baik ttg masa depan

    ReplyDelete
  18. Huhu... beruntung sekali kak bisa ikutan ini.. aku udah ketemu dr. dave malah gak cobain dibars.. Semoga bisa ketemu lagi dan ngebars..

    ReplyDelete
  19. Ternyata kenangan buruk bisa memengaruhi stabilitas seseorang

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^