Kisah Lama Tentang Luka
yang Menyampahi
Bukannya
saya tak mencari cara supaya air itu selalu jernih. Beberapa kali saya mengira
telah berhasil mengeluarkan semua kotorannya karena saya memang mengusahakannya.
Namun pada kenyataannya, tak semua kotoran itu keluar. Seperti sebuah keadaan default
yang akan saya bawa terus sepanjang sisa usia, ada kotoran membandel yang tetap
menyampahi saya.
Padahal
saya tahu ketika air dalam wadah teraduk-aduk, kotoran yang mengemuka itu
sebenarnya bukan sepenuhnya “milik saya”. Dia hanyalah sampah dari luka masa
lalu yang masih saja bercokol karena selalu mendapatkan tantangan untuk muncul
kembali. Susahnya, dalam keseharian, saya masih selalu harus menghadapi situasi
yang mirip-mirip dengan kondisi tak enak di masa lalu itu.
Tetapi
ketika suasana hati sedang keruh, ditambah beban pikiran yang menumpuk, saya
seolah tak menyadari kalau emosi negatif yang muncul seharusnya lebih bisa saya
kendalikan karena tak seutuhnya “milik saya”.
Oleh
karena itu, beberapa kali saya katakan kepada suami (saya menuliskannya di
tulisan Access
Bars, Tools dari Access Consciousness untuk Menjadi Lebih Baik) bahwa
saya butuh terapi suatu saat nanti, mengingat kondisi yang tak bisa dan tak
mungkin saya elakkan sepenuhnya.
Sebenarnya
sejak mempelajari KECERDASAN EMOSIONAL, saya belajar mendefinisikan perasaan
saya. Kalau saya bahagia, kenapa? Kalau saya feeling blue, alasannya
apa? Sejauh ini saya bisa melakukannya tetapi terkadang saya masih keteteran saat
mengontrolnya.
Perasaan yang Tak
Seutuhnya Dimiliki
Ketika
seharusnya saya memilah-milah yang mana sebenarnya emosi yang “milik saya” dan
mana yang bukan pada kondisi yang sulit terkontrol atau tak terkendali,
kadang-kadang di situlah saya gagal dan kebablasan.
Nah, pada
tanggal 27 April lalu saya merasa semakin tertarik ketika Dokter Dave
menyampaikan pengantarnya bahwa ketika merasakan perasaan tidak enak, bisa jadi yang kita
rasakan “bukan milik kita”. Mengapa? Karena manusia memiliki kemampuan untuk menangkap energi,
termasuk energi negatif di sekitarnya.
Ketika
masa kampanye calon presiden misalnya, saya menolak menelusuri time line media
sosial karena segala hal negatif dari kedua belah pihak bisa mengacaukan
perasaan saya. Kalau memaksa diri membaca caci-maki, saya bisa jadi bad mood
sendiri.
Sumber: www.accessconsciousness.com |
Psikolog
yang pernah saya saksikan menjadi pembicara dan beberapa pengalaman lainnya
juga menjelaskan hal yang sama, yaitu bahwa emosi negatif seseorang itu bisa memengaruhi orang
lain.
Seharusnya,
sebagai manusia, saya bisa dong belajar untuk menghindari hal-hal negatif itu.
Kalau masih sulit, bukan berarti saya boleh pasrah dan berharap orang lain saja
yang mengerti saya apa adanya, kan? Kalian pastinya tidak mau, kan ujug-ujug
saya semprot tanpa alasan yang jelas?
Nah,
manusia itu punya KESADARAN yang harusnya dipergunakan. Selain
itu juga seharusnya menyadari bahwa hak kita dibatasi oleh hak orang lain. Jadi,
bukan pada tempatnya memberikan efek negatif kepada orang lain, juga tidak
perlu menerima pengaruh negatif dari emosi orang lain.
“Cukup
dengan aware, ini punya siapa,” kata
Dokter David Budi Wartono. Dokter Dave mengajak untuk mengubah pertanyaan “apa yang dirasakan” menjadi “apa
yang ditangkap/perceived”. Kepada anak-anak sekali pun, Dokter Dave menyarankan untuk
menanyakan “apa yang kamu tangkap” alih-alih menanyakan “apa yang
kamu rasakan”.
Benar-benar Ikhlas dan
Mau Berubah?
Selama
praktik Access Bars, kami belajar untuk ikhlas, bukan hanya dalam melepas
hal-hal negatif di dalam diri namun juga dalam mempraktikkannya kepada orang
lain yang tidak saling kenal sebelumnya.
Dokter
Dave sampai menanyakan apakah yang nge-bars dan di-bars sudah
saling kenal sebelumnya. Sesi bars ini dilakukan berpasangan. Yang nge-bars
tidak perlu, bahkan dilarang kepo untuk mencari tahu apa yang
dialami atau dirasakan oleh orang yang di-bars-nya.
Sementara
itu, yang di-bars tidak perlu mengungkapkan semua uneg-unegnya.
Terkecuali hal-hal yang dia inginkan ungkapkan saja. Yang jelas, IKHLAS menjadi sebuah keharusan di sini. Ada
posibility untuk berubah jika kita ikhlas untuk berubah – berubah menjadi lebih baik tentunya.
Saya
teringat satu ayat Al-Qur’an yang artinya:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka (Ar-Ra’d [13]: 11)
Kalau
gambaran yang diberikan oleh Dokter Dave tentang kemauan berubah seperti orang
yang perutnya sakit karena kepengen BAB tetapi dia tak melakukannya.
Seharusnya dia ke toilet untuk BAB, eh dia malah tak mau melakukannya. Jadi,
kalau memang mau berubah, harus punya komitmen.
Saya
memahami penerapan ikhlas di dalam Islam “rahasia antara manusia dengan Allah”.
Keikhlasan itu adanya di hati. Ada orang yang mengaku ikhlas (di mulutnya) tetapi
hatinya berbeda. Oleh karena itu, hanya dirinya sendiri dan Allah semata yang
mengetahui apakah ia telah benar-benar ikhlas atau tidak.
Di
samping itu, berkali-kali Dokter Dave berpesan untuk no judgement dan no expectation. Hilangkan segala prasangka. Tidak boleh memberi penilaian
tentang diri orang yang di-bars. Tak boleh juga memberi harapan atau
menjanjikan manfaat yang di luar kuasa kita. Cukup menjelaskan apa manfaat yang
bisa diperoleh.
Ok, noted. Empat hal yaitu
mau berubah, ikhlas,
no expectation, dan no judgment
harus digarisbawahi di sini.
Manfaat Ganda Access
Bars
Namun
menariknya, dalam Access Bars, baik yang di-bars maupun yang melakukan bars,
keduanya mendapatkan manfaatnya. Ketika praktisi nge-bars, dia akan mendapatkan efek
positif yang sama seperti yang bisa diperoleh oleh yang di-bars.
“Makanya Gary Douglas (founder Access Consciousness) bilang, ketika memberi satu sesi, kita dapat satu sesi pula,” kata Dokter Dave.
Menurut
pengalaman Dokter Dave, meskipun melakukan bars kepada banyak orang,
seperti pada sebuah bakti sosial yang dilaksanakan di Bandung belum lama ini, praktisi
bars tidak merasakan kelelahan.
Sensasi Ketika Berlatih
di Access Bars Class
Setelah
menghadapi anak-anak, giliran kami – para orang tua yang dihadapi oleh Dokter
Dave. Pada sesi clearing, Dokter Dave mempertanyakan kemauan berubah dan
keikhlasan kami satu per satu. Kepadanya saya menceritakan mengenai fase-fase
ekstrem yang pernah saya hadapi. Beberapa di antaranya merupakan fase jatuh ke
titik nadir.
Saya
membungkus perkataan dengan rapi dengan tidak mengatakan masalah yang
sebenarnya. Saya menjelaskan garis besarnya tetapi sangat mewakili pikiran dan perasaan
saya saat itu. Saya katakan apa keinginan saya, bagaimana keinginan keluar dari
belenggu negatif – sisa-sisa dari fase ektrem tersebut.
Saya
juga menyampaikan keinginan untuk menjadi sosok yang lebih positif sehingga
kelak bisa membina hubungan yang lebih baik lagi dengan orang-orang terkasih
dan yang berinteraksi dengan saya. Setelah semua peserta selesai ditanyai oleh
Dokter Dave, kami mempelajari cara melakukan bars pada 32 titik di
kepala.
Sumber foto: dr. David Budi Wartono |
Ada
sensasi seru selama melakukan 4 kali sesi bars dalam pelatihan Access Bars ini. Saya yang tidak pernah merasakan kepanasan dalam ruangan ber-AC, kali
ini merasakan gerah sampai keringat bercucuran. Ketika menyentuh titik-titik
yang ada dalam buku manual, ujung jari saya merasakan hawa panas.
Padahal
saya ini tipe “manusia berdarah dingin” yang lebih betah berselimut di dalam
kamar sempit tanpa AC di siang terik menyengat ketimbang berselimut di dalam
ruang ber-AC meskipun suhunya 25 derajat
Celsius saja. Tapi rasa gerah yang saya rasakan tak sampai menyiksa. Perasaan
nyaman-nyaman saja selama praktik.
Beberapa
peserta terlihat tertidur pulas ketika di-bars sampai-sampai terdengar
suara dengkuran halusnya. Saya sendiri merasa rileks, sempat dua kali hendak
jatuh tertidur tetapi entah kenapa malah tersentak untuk kembali sadar
sepenuhnya.
Sertifikat saya dan putri saya. |
Efek
positif yang saya rasakan usai bars saya bisa definisikan keesokan
harinya, seperti yang saya ceritakan pada tulisan berjudul Access
Bars, Tools dari Access Consciousness untuk Menjadi Lebih Baik.
Rencananya setelah tulisan ini, saya akan menuliskan pengalaman khusus saya dan
putri saya Athifah saat nge-bars/di-bars.
Sampai
hari ini – setelah beberapa kali sesi nge-bars-di-bars ada
beberapa sensasi seru. Mengingat-ingat penjelasan Dokter Dave, saya menangkap
satu hal lagi, yaitu bahwa dengan tools ini, kesadaran (awareness) kita akan lebih meningkat.
Sepertinya
itulah yang terjadi secara khusus antara saya dan suami. Salah satu hal yang
saya rasakan adalah awareness saya kepada suami saya semakin besar. Buktinya, ketika dia menatap saya saja rasanya seperti
terbang ke langit 😆.
Foto bersama. Sumber foto: Dokter Dave. |
Makassar, 7 Mei 2019
Bersambung
Keterangan:
Baca
tulisan sebelumnya, ya: Access
Bars, Tools dari Access Consciousness untuk Menjadi Lebih Baik (ada tentang perubahan setelah ikut kelas Access Bars yang saya rasakan di dalam situ)
Apabila
Anda berminat mengubah hidup menjadi lebih baik, lebih bahagia, dan lebih
menghasilkan, silakan klik link “Info Group for Sulawesi”
berikut ini untuk mendapatkan informasi mengenai jadwal terdekat: https://chat.whatsapp.com/Et4BdVRiGGPLYKeg6i38WY
Share :
Wah... aku jadi penasaran sama postingan sebelumnya dong dan barusan baca-baca sekilas dong Kak.
ReplyDeleteJadi, ini perubahan untuk diri sendiri jadi ikhlas dan lebih aware ya Kak.
Dokternya menyarankan bukan apa yang dirasakan, tapi apa yang ditangkap. Ini seperti kita belajar sesuatu, bukan merasakan tapi apa yang kita tangkap dari sesuatu yang telah kita pelajari. Aku jadi ikut belajar mikir ini sekarang Kak.
Makasih ya Kak.
Kita belajar memilah-milah yang mana perasaan milik Kita dan dan bukan karena kita wifi berjalan yang bisa menangkap banyak energi dari sekeliling kita. Makasih sudah mamoir, Mbak :)
Deletewiiih kayak mauka juga :(
ReplyDeleteJangankan kak Niar yang sudah banyak menghadapi situasi dan maslaah hidup. Kadang, saya yang masih muda saja gampag sekali kena anxiety (kecemasan berlebih) yang kalau parah bisa jadi depresi dan kadang orang menganggap itu sepele padahal bisajadi parah kalau tidak ada awareness untuk berubah
Iya, kuncinya di kesadaran kita juga dan kadang-kadang kita butuh mengasah kesadaran itu
DeleteDuh jadi nyesel nda ikut hri itu krna pas ada acara ðŸ˜ðŸ˜
ReplyDeleteKalau dipikir2, susah banget move on dgn problem yg dihadapi d masa lalu apalg klu meninggalkan jejak yg sulit di hapus. Tp, baca2 artikel dr kk, sepertinya access bars punya teknik tersendiri untuk melatih kesadaran,
Mudah2an next time sy bisa ikutan jg
Iya, ada tekniknya dan itu di kepala saja titik-titik yang disentuh :)
DeleteKegiatan yang bagus kayaknya ini kak. Saya sudah masuk grupnya. Mauka ikut deh.
ReplyDeleteMemang betul yang kita jelaskan diatas. Kondisi apapun yang diluar kendali kita harusnya tidak sampai membuat emosi kita menjadi negatif.
Bacaan yang bermanfaat!
Siap, iya seperti itulah.
Deleteseru banget yaa kak. totalnya ada berapa sesi? jadi penasaran juga karena bener sih...setiap manusia tanpa sadar pasti ada menyimpan trauma masa lalu
ReplyDeletePelatihan untuk kelas ini satu kali saja tetapi untuk praktik di dalamnya dan mendapatkan sertifikat, harus selesai 4 sesi, giving dan receiving bars :)
Deletekayak semacam bagus :( selalu excited sama kegiatan2 yg berhubungan dengan self development atau self improvement. menariqueeee kak niar, kapan2 kalau ada eventnya boleh bagi2 kak hoho
ReplyDeleteSy mii ini yg punya banyak trauma dimasa lalu .. Semoga next bisa ikutan acaranya ðŸ˜
ReplyDeleteAcara seru ya kak dan sepertinya banyak org yang membutuhkan kegiatan seperti ini, termasuk saya heheheh
ReplyDeleteSepertinya butuh k' di-bars juga ini. Heuheuheu. Semoga kapan-kapan ada juga pelatihannya di Mataram. Kebayang gimana serunya kalau saya dan Rani ikutan :)
ReplyDeleteIkhlas untuk berubah, itu kunci ikut terapi Bars ini ya Kak? Saya jadi penasaran dengan terapinya, apalagi bisa membantu kita menghilangkan emosi2 negatif atau bahkan emosi atau perasaan yang sebenarnya bukan milik kita. Sepertinya menarik sekali.
ReplyDeleteLiat fotonya kayak rileks banget yahh, jadi pengen nyobain. Kayaknya cocok nih buat yg punya beban hidup berat hehe
ReplyDeleteternyata 'apa yang ditangkap' dan 'apa yang dirasakan' adalah hal yg saya pelajari sejak lama dalam diri saya sendiri walau tidak bisa mendefinisikannya seperti pak dokter :) Mungkin yang penasaran selanjutnya adalah bisa keringatan di dalam ruang berAC
ReplyDeletejadi ini lebih ke psikologi yah?
ReplyDeleteAku suka baca soal bars ini di beberapa postingan mba Alaika dan masih bingung sampai sekarang, maksudnya diapain dan bagaimana lalu kenapa bisa jadi lebih tenang. Sedikit terbuka pengetahuanku di sini.
ReplyDeleteMungkin kapan kapan boleh juga nih aku mencobanya bareng suami.
keren kelasnya nih. inspiratif banget
ReplyDeleteBAgus banget nih acara gini mba, saya setuju banget, emosi negatif bisa mempengaruhi orang lain.
ReplyDeleteBahkan jika dituangkan dalam tulisan pun.
Meskipun kadang, emosi tersebut juga sedikit bermanfaat, untuk mengetuk hati orang lain :)
Pantes, kalo kita lagi baik lalu di sekitar kita nyebar emosi negatif, tiba2 kt bs ikutan negatif juga perasaannya ya Bun. Buat para ibu2 kayanya penting nih ikutan Access Bar, biar pada waras terus.. Kalo Banda Aceh ada, infoin ya Bun..
ReplyDeleteAku rasa, ngga hanya energi negatif saja yang kita terima dari orang lain. Energi positif juga. Itulah kenapa, kita selalu diajurkan bertemu dengan orang2 yg selalu berfikir positif, yang selalu ceria, selalu berfikir baik ttg masa depan
ReplyDeleteHuhu... beruntung sekali kak bisa ikutan ini.. aku udah ketemu dr. dave malah gak cobain dibars.. Semoga bisa ketemu lagi dan ngebars..
ReplyDeletemakasih sahring dari acaranya
ReplyDeleteTernyata kenangan buruk bisa memengaruhi stabilitas seseorang
ReplyDelete