Afyad
sudah duduk di samping pak sopir. Saya yang duduk tepat di belakang Afyad
menepis tangan Afyad yang hendak meraih pegangan pintu mobil. Saya bengong.
Mencoba mencerna dengan cepat apa yang sebenarnya terjadi. Ini kasus serius. Anak
bungsu saya dituduh merusakkan pegangan bagian dalam pintu mobil!
Bagaimana
bisa seorang anak kecil merusakkan pegangan pintu mobil? Ini kan bukan mobil
kaleng-kaleng?
Saya
diam saja. Tak berkomentar apa-apa. “Barangkali Afyad tutup pintunya terlalu
keras?” Athifah berkomentar. Saya masih diam saja. Masih mencoba mencerna apa
yang terjadi dengan segala kemungkinannya. Saya tak ingin langsung menyalahkan si
bungsu ataupun si driver karena saya tak menyaksikannya sendiri.
Saya
lihat ada penahan yang terlepas di situ. Kata si sopir, ada baut yang
dipasangnya tapi terlepas. Saat anak saya menutup pintu mobil, bagian yang
ditariknya terbuka. Bagian yang terbuka itu ditutup kembali tetapi bautnya
sudah tak ada di situ.
Saya
yakin kalau kondisi mobil tentunya bukan yang masih benar-benar bagus. Pasti
sudah ada kerusakan sehingga tangan seorang anak kecil bisa merusakkannya. Saya
tak mau kami dipersalahkan sepenuhnya.
Bisa
jadi sudah ada yang merusakkan bagian dalam pintu mobil itu. Kalau memang ada
baut yang menahan, mana baut itu?
Ketika
saya pertanyakan, sopir itu mengatakan bahwa tadi ada bautnya. Nanti dia akan
tunjukkan apa yang rusak. Saat saya pertanyakan, “Mana bautnya?” Dia menjawab, “Saya
tidak tahu, Bu.”
“Kalau
masih bagus, tidak akan langsung rusak. Ini memang tidak benar-benar bagus toh?”
saya bertanya pada si sopir. Dia mengakui kalau memang ada kerusakan tetapi dia
sudah memperbaikinya dan menambalnya dengan satu baut. Sekarang anak saya
melepaskan baut itu.
Dalam
pikiran saya, kalau memang ada bautnya, seharusnya jatuhnya tidak jauh-jauh dari
Afyad dan pintu mobil namun sampai kami turun dan menelisik bagian itu, baut
itu tak ditemukan. Si sopir tetap mengatakan, “Saya tidak tahu, Bu.”
Bagian yang dilingkari itu yang terlepas ketika Afyad menutup pintu mobil |
Sungguh
sebuah perjalanan yang kaku. Berdiam diri sepanjang jarak lebih 6 kilo meter
itu sama sekali tak asyik. Anak-anak mengerti apa yang terjadi. Mereka diam
saja, tak berkata sepatah kata pun sepanjang perjalanan hingga tiba di Gedung
Haji Bate.
Hari
itu kami harus menghadiri pernikahan ponakan saya yang jauh-jauh datang dari
kota Palu. Anak dari sepupu saya yang blasteran Palu – Gorontalo menikahi perempuan
asal Gowa. Sepupusaya – Kak Sri namanya, dia anak bungsu dari kakak sulung ibu
saya.
Dalam
pikiran saya berkecamuk segala kemungkinan yang akan terjadi. Diam-diam saya
menghubungi suami saya dan menceritakan masalah ini. Kami berdiskusi. Suami
saya menginstruksikan supaya membayar saja kalau si driver minta
bayaran, ganti rugi atas kejadian ini. Asalkan masih wajar, tak mengapa.
Saya
kira masuk akal. Toh kami juga sama sekali tidak bisa bebas dari “kesalahan”
ini. Kami sudah membuat si sopir tak nyaman. Saya memang harus mengakui bagian mana
kesalahan kami. Tetapi saya juga sudah siap berdebat jika perdebatan yang akan
terjadi. Bahan baku mobil yang kami tumpangi seharusnya bukan terbuat dari
kaleng yang gampang terlepas!
Saya
menyadari pula bahwa di saat ini anak-anak bisa belajar bagaimana cara saya
mengatasi masalah. Mereka kelak akan meniru sikap dan cara saya. Apakah saya role
model yang tenang atau pemarah? Apakah saya role model yang angkuh
atau legowo? Dan apakah saya role model yang bisa membereskan
masalah atau seorang pecundang?
Saya
memikirkan semuanya hingga mobil diparkir di halaman gedung. Si sopir bertanya
apakah saya mau melihat kondisi bagian dalam pintu mobil yang dirusak anak
saya. Saya mengiyakan. Kami turun dan berkumpul pada sisi kiri mobil.
Seharusnya seperti ini jika belum rusak. |
Saya kira
saya akan menemukan baut yang dikatakan di driver terpasang di situ.
Ternyata tak ada. Saya pertanyakan hal tersebut. Saya bilang padanya bahwa
kondisi mobil itu tidak prima. Tentunya kalau masih bagus tak akan secepat ini
rusaknya.
“Saya
minta maaf atas kondisi ini. Tapi pintu mobil ta’ tidak sama sekali
bagus kondisinya, kan? Anak saya sudah sering duduk di bagian depan dan
tidak pernah ada kejadian apa-apa,” ucap saya.
“Iya,
Bu. Saya cuma sampaikan ke kita’ supaya jadi bahan pelajaran. Supaya
tidak terulang lagi. Jangan sampai nanti dapat ki’ driver yang
pemarah. Jangan sampai nanti anak ta’ kacca-kacca,” ucap si sopir.
Maksudnya, jangan sampai tangan anak saya usil memegang-megang yang ada di
mobil orang.
“Anak
saya biasa ji duduk di depan dan selama ini tidak apa-apa. Lain kali
bilang ki’ sama penumpang ta’ untuk tidak duduk di kursi depan!”
sejak tadi saya menjaga nada suara untuk tidak terdengar lemah. Saya usahakan
bersuara tegas meskipun volume suara saya tidak keras.
“Jadi,
bagaimana, saya kasih ki’ tip?” saya mengajukan solusi yang kira-kira
bisa sama-sama enak.
“Jangan
mi, Bu. Tidak usah. Saya hanya menyampaikan saja supaya tidak terjadi
lagi.”
“Oke,
saya minta maaf ya, Dek. Terima kasih.”
Si driver
yang masih nampak tegang mengangguk dan kembali ke bangku pengemudi. Saya mengajak
anak-anak untuk masuk ke dalam gedung sembari mengoperasikan aplikasi. Saya memberikan
si driver bintang 5 dan memberikan dia tip sejumlah Rp. 30.000.
Alhamdulillah,
masalah ini selesai win-win
solution bagi saya. Entah bagi si driver. Saya bersyukur dia tak
memperpanjang masalah ini. Seandainya dia mempermasalahkannya terus, saya siap
berdebat dengannya dan siap memperkarakannya ke kantor ojek online.
Tentunya
tak elok menimpakan kesalahan sepenuhnya kepada penumpang atas kondisi mobil
yang sudah mulai rusak, hanya ditambal seadanya. Syukurlah dia tak melakukannya.
Saya meminta Afyad untuk tak lagi naik di bangku depan ojek online. Dan
semoga, baik Afyad maupun Athifah merekam cara penyelesaian masalah ini dengan
catatan yang baik.
Makassar, 30 Juni 2019
Baca
juga:
- Tip Buat Babang Ojek Online
- Memilih Ojek Online yang Aman dan Nyaman
- Drama Ojek Online: Bahagia yang Sederhana
- Drama Ojek Online: Dibentak Driver
Share :
Saya menemukan pesan yang kuat dari cara mba menahan diri untuk menjadi contoh anak2. Keren mba. Sudah untuk bersabar atau menahan emosi seperti itu
ReplyDeleteBang Day seorang pembaca yang baik. Terima kasih sudah mampir :)
DeleteBelajar bgt Dari kak niar.. Kalau sy di posisi ta mungkin sudah marah2 duluan, huhu
ReplyDeleteSaya biasa terpikir begitu tapi saya terpiki lagi, "Apakah marah itu solusi?"
Delete"ANak-anak nanti merekamnya bagaimana dan menjadikannya solusi juga?"
Dst
Dst
AKhirnya lebih terkendali.
Yaah kadang-kadang juga tidak sih :D
Drama king kelihatannya si driver.
ReplyDeleteIyakah, Mbak Nita?
DeleteUntung saja drivernya baik hati dan sabar ya Mbak. Kalau sampai yang sebaliknya kan pasti nggak bisa dibayangkan deh
ReplyDeleteMungkin saja memang keadaan mobilnya atau mungkin juga si kecilnya. Kan sama-sama nggak tahu ya
ReplyDeleteUntungnya masalahnya nggak diperpanjang ya Mbak. Kalau diperpanjang kan jadi berabe hehe
ReplyDeleteNiatnya tadi mau bersenang-senang eh malah jadi sebalikya ya Mbak
ReplyDeleteWah ini bisa dibuat pelajaran nih ya Mbak. Memang si kecil itu juga butuh pengawasan
ReplyDeletepasti was was banget kalau ada kejadian begini. syukurlah masalahnya cepat diselesaikan.
ReplyDeleteKalau saya dalam posisinya kak Niar sikap saya bakal seperti apa ya? Tapi yang jelas saya nggak bakal terima kalau anak saya langsung dituduh gitu saja, apalagi tanpa bukti yang jelas. Cuma salut ya kak bisa sabar dan mengendalikan emosi gitu. Catatan ini juga jadi pelajaran buat saya yang baru belajar menjadi orang tua.
ReplyDeleteHadeeeh... Kecilnya ji kerusakannya dan gak ngaruh ji sama performa atau pun estetik mobil. Terlepas dari salah atau tidaknya Afyad.
ReplyDeleteKalo saya itu, sudah bisa dipastikan saya langsung semprot drivernya! Hahaha...
Kalau aku mungkin tak ganti rugi aja mls ribet, hihi
ReplyDeleteDalam sekali pemaknaanya Kak, bagaimana mengambil sikap dalam masalah yang melibatkan anak-anak yang memang belum layak untuk mencerna masalah yang seberat itu. Analisa yang kuat dengan paparan logis. Keren sekali Kak Niar.
ReplyDeleteSaya kira akan Panjang ini urusan hehehe :) sip kak saya kira tidak baik juga kalua lgsg menyalahkan anak-anak yg belum bias membela dirinya sendiri
ReplyDeleteNasib baik endingnya aman-aman ajha yh,, betul-betul ini drama, masak langsung rusak bgitu, atw bisa saja anu rusak memang mi, just praduga.. Hhe
ReplyDeleteselamat! Anda lulus ujian
ReplyDeletehahaha
bayangkan kalau nda dipikir anak-anak, bisa2 langsung marah-marah, defensif, merasa dijebak dan lain-lain. akhinya anak2 akan mengkopi apa yang dilakukan orang tuanya. untung nda begitu ji
hei hei dah lama gk ketemu athifah ... dah gede pastinya sekarang.
ReplyDeleteeh tau-tau ada drama di disini. semoga cepat terpecahkan solusinya ya, Bu.
Sedikit merusak suasana ya kak jadinya. Mau menghadiri pesta yg membahagiakan malah ada insiden tak menyenangkan. Tapi syukurnya terselesaikan dg baik2 saja. :)
ReplyDeleteWah ku kira bakal berdebat mbak. Ternyata drivernya cm ngasih tau doang to. Drama bgt yak. Wkwkwk
ReplyDeleteAlhamdulillah beres tanpa perlu saling menyalahkn..
Kesanku, driver nya Drama King... Dia sepertinya tahu betul kalau putra Mbak tidak merusakkan pintu mobil, makanya tak memperpanjang masalah. Sementara dugaanku, dia tak memperpanjang masalah sebab tak menyangka respons Mbak yang tegas namun tenang, tak terintimidasi. Andai kata Mbak keliatan takut dan merasa bersalah banget, sepertinya kok masalah diperpanjang....... Duh, jadinya suuzon saya inihhh.
ReplyDeletep
ReplyDeleteAlhamdulillah jika berakhir dengan baik, jadi lebih waspada nih saat naik kendaraan via aplikasi online apalagi saat bawa anak.
ReplyDelete