Roller
coaster adalah
adalah wahana permainan berupa kereta yang dipacu dengan kecepatan tinggi pada
jalur rel khusus, biasanya terletak di atas tanah yang memiliki ketinggian yang
berbeda-beda. Rel ini ditopang oleh rangka baja yang disusun sedemikian rupa
(Wikipedia).
Mereka
yang suka petualangan yang memicu adrenalin biasanya suka nih berada di dalam
kereta ini. Gerakannya mirip dengan grafik sinus yang naik-turun pada titik
tertinggi dan titik terendahnya. Berada di dalamnya sungguh membuat aneka perasaan
berkecamuk. Senang, khawatir, seru, waswas.
Eh, saya sok tahu sih sebenarnya
karena biarpun ada kesempatan,
saya tak pernah mau naik roller coaster.
Mengapa? Karena kehidupan saya sendiri
sejak lama sudah serupa berkendara di
dalam kereta ini. Sudah seperti naik-turun
di grafik sinus. Dan selama sebulan pada
Ramadan kali ini, rasanya lebih ekstrem.
1 –
10 Ramadan, ibu mertua
tiba-tiba sakit.
Suami saya memutuskan ke Pare pare untuk menjenguknya dan terpaksa harus
membawanya ke rumah sakit karena beliau merasakan sakit berkelanjutan pada dadanya
dan demam. Saya terpikir untuk membuatkan satu tulisan khusus tentang ini nanti,
tidak akan saya bahas panjang-lebar sekarang.
Saat
di mana pak suami tak bersama kami di rumah adalah hari-hari yang tak ringan
bagi saya. Saya tak menggunakan jasa asisten rumah tangga sama sekali maka
ketika pak suami tak ada, hal-hal yang biasanya kami berbagi mengerjakannya,
mau tak mau harus saya kerjakan semuanya sendirian.
Belum
lagi perasaan gelisah mengingat ibu mertua yang sedang
sakit. Takut kenapa-kenapa karena ini yang kesekian kalinya beliau masuk rumah
sakit dan tak bisa dibilang ringan karena dari Pare pare harus dirujuk ke
Makassar. Bagaimana tak gelisah, beliau pernah sembuh dari kanker paru stadium 4 dan 3 kali serangan
jantung!
Bukan
hanya jenis pekerjaan yang tak bisa berbagi di saat-saat itu, ada sederetan
peristiwa yang menguras
psikis tak bisa saya
bagi dengannya. Biasanya pak suami tempat berbagi segala suka dan duka, kali
ini sebisa mungkin saya tak merepotkannya dengan keluh-kesah saya. Hal-hal
tersebut tak mungkin saya bagi pula kepada keluarga, kerabat, sahabat, apalagi
dengan media sosial.
Bagaimana
stamina suami tetap
terjaga selama menjaga
ibunya juga menjadi perhatian saya. Setiap hari saya mengingatkannya. Bersyukur
pada Allah, beliau mau mengurus ibunya dan beliau lelaki mandiri yang bisa mengurus sendiri
makananannya sehingga
saya hanya mengingatkan hal-hal terkait segala aspek kesehatannya saja.
Syukurnya,
ibu
mertua tak perlu berlama-lama di rumah sakit. Beliau bisa rawat jalan dan kemudian bisa kembali ke Pare
pare. Namun saya tak bisa menghindari fisik yang terus terkuras. Di usia kepala
4 ini stamina saya tak sama dengan belasan tahun lalu.
Grafik sinus. Gambar: idSCHOOL |
Seperti biasanya, pada Ramadan kali ini saya bertindak sebagai fasilitator untuk berbuka, makan malam, dan makan sahur. Memasak, memanaskan, dan cuci piring sudah menjadi rutinitas selain pekerjaan-pekerjaan lainnya. Alhamdulillah, urusan kue kering dan makanan pokok saat lebaran masih diputuskan oleh ibu saya hendak dipesan di mana.
Ada
juga dinamika bolak-balik membangunkan di kala sahur, memastikan makanan mana
yang mau dimakan setiap anak, dan memastikan apakah asupan air dan suplemen
mereka tercukupi. Ketika pak suami sudah di rumah, asupannya harus dipastikan
pula mengingat dia biasanya mengatakan “belum” jika ditanya.
Beberapa
perubahan pada fisik saya bicarakan pada suami, beliau
menyarankan saya untuk menjalani bekam. Saya langsung bertanya kepada Unga – teman blogger yang aktif di
kemuslimahan Rehab Hati, di mana tempat bekam bagi perempuan. Eh rupanya
Unga praktisi bekam juga.
Langsung
deh saya janjian ke salonnya. Bekam adalah metode pengobatan dengan cara
mengeluarkan darah statis (kental) yang mengandung toksin dari dalam tubuh
manusia. Berbekam dengan cara melakukan pemvakuman di kulit dan pengeluaran
darah darinya (Wikipedia). Tentang ini, rencananya akan saya buat tulisan
tersendiri.
Saya dan putri saya bersertifikat sebagai praktisi Access Bars |
Bersyukur pula, saya dan Athifah sudah menjadi praktisi Access Bars. Saya meminta putri saya itu untuk nge-bars saya. Masya Allah, kondisi saya membaik setelah melalui aktivitas bekam dan Access Bars ketika Ramadan menuju penghujung dan aneka kesimpangsiuran yang sulit didefinisikan berbaur dalam rutinitas.
Di
sela-sela itu semua, kami menunggu pengumuman nilai ujian kedua Affiq untuk
UTBK (Ujian Tulis Berbasis Komputer) dan ujian Athifah pada MTsN 1 – SMP Islam
terpadu negeri favorit di kota ini. Hasilnya, nilai Affiq turun dari nilai UTBK pertama. Sementara Athifah tak lulus ujian MTsN. Qadarullah, masih harus
berjuang keras lagi.
Ramadan
tak pernah lepas dari tradisi berbelanja. Ya sandang, ya pangan. Untuk saya
sendiri, sudah puluhan tahun rasanya saya tak membeli baju baru. Baju lama yang
jarang dipakai masih lebih dari cukup buat saya. Menimbang-nimbang skala
prioritas membuat saya tak memprioritaskan diri. Anak-anak pun tak saya
biasakan berbaju baru.
Qadarullah,
ada baju pemberian ibu
saya yang sudah lama di lemari namun belum saya kenakan karena kepanjangan.
Kali ini saya berkesempatan memermaknya di pasar. Sebelumnya, akhir bulan Maret
lalu saya mendapat oleh-oleh
mukena dari seorang kakak yang baik hati. Mukena
itu saya pakai sehari-hari dengan harapan ia akan mendapat pahala setiap saya
mengenakannya untuk shalat.
Mukena dari seorang kakak. |
Sebuah mukena baru buat ibu saya berpindah tangan kepada saya karena beliau tak berkenan. Lalu seorang adik yang baik memberikan saya hadiah sebuah gamis berwarna hitam dengan aksesoris berwarna hijau yang manis.
Masya
Allah, alhamdulillah.
Kedua kakak dan adik itu teman-teman saya dalam dunia blogging. Tak
disangka saya mendapat rezeki melalui mereka, di samping melalui ibu saya. Saya
yang tak pernah lagi membeli baju dan mukena baru bisa mendapatkan dari mereka
tanpa perlu ke mana-mana.
Bisa
jadi ada peran Afyad di sini. Dia yang memberikan tip dalam jumlah besar kepada driver ojek online. Setelah itu ada
serangkaian rezeki tak terduga saya terima walaupun ada kejutan yang bikin shock
dari tempat kerja pak suami perihal pekerjaannya. Sekali lagi qadarullah
– Allah Maha Berkehendak, hal itu bukan untuk disesali apalagi dirutuki.
Mari menghibur diri. 😇 |
Dan
tibalah saya di hari terakhir Ramadan hari ini. Kembali berulang perasaan menyesal seperti pada tahun-tahun lalu karena merasa belum maksimal menyikapi bulan penuh berkah ini. Beribadah masih belum
maksimal rasanya. Kembali
kepada harap, Allah mempertemukan saya kembali dengan Ramadan berikut.
Makassar, 4 Juni 2019
Dengan
penuh kerendahan hati,
izinkan saya mengucapkan:
mohon maaf lahir dan batin.
Taqabbalallahu
minna wa minkum.
Selamat Idul Fitri 1440 H.
Baca
juga:
- Testimoni BrainKing: Membaik Pasca Serangan Jantung Ketiga
- Perempuan Heroik yang Saya Kenal
- Kue Kering Lebaran di Setia Karya
- Mencari Makna yang Kabur
- Ramadhan Sederhana
- Ramadhan ala Affiq
- Alarm yang Terabaikan dan Sang Penyelamat
- Anak-anak dan Access Bars
Share :
Wah.. pasti beberapa kejadian tersebut bisa dijadikan bahan pelajaran yang luar biasa ya, mbak.
ReplyDeleteSaya juga begitu, ada banyak kejadian pada ramadan ini yang harus dijalani. Alhamdulilah, ada banyak hikmah.
Selamat berbahagia dih raya, mbak. Salam bahagia dari Bondowoso..
Maaf lahir batin ya Mas. In syaa Allah semua ada hikmahnya
Deletebener-bener kayak roller coaster ya.
ReplyDeletemohon maaf lahir dan batin juga ya. saya yakin kok setiap ada kesulitan pasti ada kemudahan dan Allah SWT gak menutup mata dari hamba-hambanya. mudah-mudahn ibu mertua cepat sembuh dan kumpul bareng2 lagi.