“Kenapa
bisa?” pertanyaan standard ini saya lemparkan kalau ada pernyataan seperti yang
dikeluarkannya.
“Tadi
pergi ka’ sama temanku naik motor ke Rammang-rammang,” jawabnya enteng.
Heh?
Dari Makassar ke wilayah Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros? Naik motor? Seumur-umur
baru kali ini dia naik motor sejauh itu. Tidak bilang-bilang ke saya lagi.
Walau sempat kaget, reaksi saya wajar saja. Saya tertawa. Pemuda sesekali melakukan petualangan tak apalah ya. Apalagi lepas ujian SMA yang berderet-deret. Saya juga pernah muda. Walaupun bukan bocah petualang, saya tahu sesekali perlu juga menjelajah. Perlu ada “saat pertama” dalam melakukan sesuatu yang berbeda.
Saya tak
marah karena saya tahu dia pasti pergi dengan temannya tanpa rencana
sebelumnya. Perjalanan yang tak direncanakan. Yang begitu ngumpul, tercetus
lalu saling mengompori untuk berangkat. Saya tahu sebagian anak muda melakukannya.
Mungkin malah hanya saya yang tak pernah tak terencana dalam bepergian jauh
seperti itu. Saya orangnya suka yang terencana, sih. ๐
Saya ingat,
beberapa bulan lalu, si sulung pernah pulang habis magrib. “Kenapa baru pulang,
Nak?” pertanyaan standard ini saya tanyakan kalau pulangnya setelah magrib dan
tidak berencana sebelumnya. Lalu mengalirlah cerita dari mulutnya.
“Saya
bawa motornya adik kelasku tadi,” ujarnya. Saya melongo. Soalnya dia belum
punya SIM dan belum pernah berkendara di jalan raya. Saya dan papanya ingin dia
patuh aturan, tak berkendara sendiri di jalan umum jika belum cukup umur dan
belum punya SIM.
“Kau
kan belum punya SIM. Kenapa bisa?” tanya saya.
“Guruku
yang suruh ka’,” jawabnya.
Jadi
ceritanya, saat usai pelajaran sekolah, ada adik kelasnya yang tiba-tiba sakit.
Badannya demam. Guru yang mengetahui kondisi tersebut menyuruhnya membawa
kendaraan si adik kelas.
“Kenapa
bukan yang lain yang disuruh bawa motor adik kelasmu?” tanya saya lagi.
“Yang
lain ada kendaraannya, saya ji yang tidak.”
“Ooh,
itu mi makanya Kamu yang disuruh bawa motornya adik kelasmu.”
Jadi
begitulah, si sulung membawa motor adik kelasnya dengan perasaan deg-degan
sampai di rumah si adik kelas. Gurunya melarang adik kelas ini membawa sendiri
motornya, khawatir kenapa-kenapa di jalan karena sedang sakit. Si adik kelas
pulang ke rumahnya naik kendaraan umum.
Untungnya
rumah si adik kelas tak jauh dari sekolah, juga tak jauh dari rumah kami.
Untungnya juga tak ada polisi yang memeriksa kelengkapan surat-surat yang
dibawanya. Saya yang mendengar ceritanya mengucap hamdalah dalam hati.
Bersyukur
karena si sulung terlibat dalam perbuatan baik sore itu, karena dia tiba dengan
selamat sampai di rumah, dan karena dia tak menyembunyikannya dari saya.
Case
was closed karena
kasus khusus. Tentu saja saya tak marah. Saya paham sekali bahwa perlu ada “saat
pertama” dalam melakukan sesuatu. Kalau saat pertama si sulung berkendara
sendiri adalah pada sore itu. Apa boleh buat. Sudah terjadi dan bukan
disengaja, bukan pula untuk iseng.
Teringat
cerita seorang teman yang saat pertamanya membawa mobil sendiri ketika
mahasiswa, ada pekerjaan sebuah kepanitiaan yang harus diselesaikan malam itu
juga dan hanya dia yang bisa melakukannya. Jadilah saat itu merupakan
pengalaman pertamanya menyetir mobil sendiri.
Kalau
ada kejadian seperti ini, saya spontan teringat ibu saya. Terefleksi ke masa
lalu, apa yang terjadi jika adik laki-laki saya mengalami hal yang sama seperti
yang dialami si sulung. Kalau terjadi, dia pasti tidak akan melaporkannya
kepada ibu kami.
Saya
ingat pengalaman saya saat pertama kali belajar mengendarai sepeda motor dan
terjatuh ke dalam got. Saya sama sekali tak pernah dan tak mau menceritakannya
kepada Ibu, sampai sekarang pun. Oya, selain itu saya punya pengalaman pertama
kali naik sepeda yang modelnya macam sepeda balap. Cerita ini tak pernah pula
saya ceritakan kepada ibu saya.
Gambar dari mobil.mitula.co.id |
Di
saat itu, zaman saya SMP, sepeda balap disebut “specil” alias sepeda
cicilan karena banyak yang berusaha memilikinya dengan cara mencicilnya. Dan
sepeda ini menjadi primadona saat itu, anak-anak ABG banyak yang memilikinya.
Ketika
itu, saya ingin mencoba sepeda milik kawan saya. Ukurannya cukup tinggi. Saya belum
pernah naik sepeda seperti itu sebelumnya. Saya hanya bisa mengendarai sepeda
mini jadi penasaran juga merasakan mengendarai sepeda balap.
Saya meminjam
sepeda itu, membawanya keluar dari jalan dr. Soetomo menuju jalan
Botolempangan. Tiba-tiba, saat masih di jalan Botolempangan, saya merasa tidak
bisa menguasai diri. Dari arah depan terlihat mobil lurus mengarah ke saya. Seingat
saya mobil itu jenis VW Combi.
Seketika
saya panik dan berpikir mungkin inilah akhir hidup saya. Saya membeku, tak bisa
membelokkan sepeda. Sepeda terarah lurus ke depan. Entah kenapa saya juga tak sanggup
mengerem. Konyolnya, saya malah memejamkan mata selama beberapa menit sementara
kaki tetap mengayuh sepeda.
Beberapa
detik berlalu. Tak terjadi apa-apa. Hanya saja jari tangan kelingking sebelah
kanan saya tersambar sesuatu. Saya masih terus mengayuh dengan mata tertutup.
Masih tak terjadi sesuatu yang dahsyat. Saya masih hidup! Saya kemudian memberanikan
diri membuka mata. Tak mungkin kan mengayuh dengan mata yang terus tertutup?
Alhamdulillah,
saya selamat dari
maut. Saya melanjutkan mengayuh dengan dada berdebar-debar, berbelok di
tikungan berikutnya dan kembali ke rumah sahabat di jalan dr. Soetomo lalu mengembalikan
sepedanya. Jari kelingking kanan saya terasa sakit. Rupanya tersambar mobil yang
tadi mengarah lurus ke arah saya.
Akibat
dari peristiwa itu masih bisa saya kenang hingga sekarang pada bentuk jari
kelingking kanan saya. Khusus di jari itu saja, tulangnya membengkok. Untungnya
tidak sampai patah. Nantilah kalau kalian bertemu saya dan ingin melihatnya,
saya perlihatkan, ya. ๐
Makassar, 23 Juni 2019
Selalu ada saat pertama, Nak dan adalah sebuah keberuntungan jika lolos dari maut maka berhati-hatilan di mana saja berada dan selalu ingat Allah Ingat juga untuk membagi ceritamu pada Mama ๐๐๐๐๐
Share :
Baca pengalaman Kak Niar bikin aku degdegan. Allhamdulillah Allah masih melindungi ya kak
ReplyDeleteWah beneran nih mau diperlihatkan?
ReplyDeletePengalaman saya naik motor adalah nyungsep ke sawah. Tanaman padi hancur, angkat motor sendirian tidak ada yan mau bantu. Yang ada hanya tertawa girang itu orang.
ReplyDeleteYa paling tidak jika ingin pergi jauh, pamitan sama orang tua atau memberi kabar.
Selalu ada pengalaman pertama tuk segala hal. Saya juga ingat waktu pertama naik motor pinjam motornya temna dan jatuh. Duh, jadi nda enak sama teman karena motornya lecet. Waktu itu meberanikan diri di jalan terus ternyata belum sanggup menguasai tuk belok. Jadinya jatuhlah saya pas pembelokan
ReplyDeleteHidup ini sendiri sebenarnya "mirror" dari maut :D
ReplyDeletejadi selalu ada resiko atau peluang beririsan antara hidup dan mati yang sama besarnya. Bahkan banyak kawan yg bercerita ttg keluarga atau kenalannya yang meninggal ketika tertidur, tanpa ada keluhan apa2.
Anyway, resiko baik itu terserempet maut atau tidak, perlu dialami oleh anak-anak, biar menjadi bekal untuk kehidupan dewasanya..
Makasih sharingnya kak Niar.
seru sekali kisahnya.. kita memang harus selalu berhati-hati...
ReplyDeletemakasih kak informasinya...
ReplyDeletemampir ke blog ana juga yaa
Wah, saya gak pernah perhatiin tuh jari kelingkingnya Kak Niar yang bengkok. Setelah baca ini, tetiba jadi penasaran deh, hehehe...
ReplyDeleteTentang pengalaman pertama, itulah mengapa hampir semua pengalaman pertama dalam hidup Pica saya abadikan di blog saya, biar nanti kalo dia besar bisa baca dan terkenang pengalaman itu.
Kisah pertama kali bawa motor sendiri memang tak pernah dilupakan,, saya juga ingat dulu waktu pertama kali naik motor itu jatuh di tanjakan.. Untung motornya ajha yang lecet saya aman.. Tapi pulang kena nhomel karena motor baru beli lecet.. Berani diri ambil kunci tidak bilang.. Baru belajar bawa motor waktu itu..
ReplyDeleteMeskipun dibalik kekhawatiran orangtua, selalu ada alasan dibalik perbuatan anak yang diluar dari orang tua beri batasannya. Hehe. Ada yang namanya histerical power. ๐
ReplyDeleteSaya juga punya pengalaman beberapa kali "lolos dari maut" dan dalam keadaan begitu bukannya berusaha menghindar malah memilih memejamkan mata. So baca postingan kak Niar ini jadi mengingatkan saya dengan beberapa kenangan di masa lalu terutama saat pertama kali naik motor di jalan (pake motornya teman) dan sampai tabrak bagian belakang ojek motor karena kaget dan lepas kendali๐
ReplyDeleteBtw si sulung keren ya, dapet kejadian kayak gitu malah jujur dan berani cerita ke ortu. Kalau saya malah takut dan gak mau bilang2 ke ortu
Liat vw itu jadi ingat adam and susan yg suka road trip kliling aussie. Pernahki baca bukunys?
ReplyDeleteWih ga punya sim berani jga perjalanan jauh
ReplyDeleteKlo gak ada yang pertamakali maka tidak akan ada yang kedua dan seterusnya hehehe
ReplyDeleteLumayan debar2..
ReplyDelete