Berangkat dari data menakjubkan mengenai apa yang terjadi dalam
setiap menit di internet, “hal mulia” yang harus diingat bisa terjadi dalam
media sosial terkait komunikasi adalah bahwa komunikasi dapat mengubah 3 ranah.
Ketiga ranah yang dimaksud adalah: pengetahuan, orang yang tidak tahu menjadi
tahu, sikap – dari tidak suka menjadi
suka atau dari setuju menjadi tidak setuju misalnya, dan mengubah perilaku. “Tinggal caranya saja
bagaimana,” ujar Mas Budhi.
Mas Budhi memperlihatkan data mengenai apa yang terjadi di internet dalam 1 menit selama tahun 2018. Saya kutip beberapa di antaranya:
π3,7 juta kueri pencarian di Google.
π973.000 login di Facebook.
π4,3 juta video ditonton di YouTube.
π735.000 aplikasi di-download di Google Play/App Store.
π174.000 scrolling di Instagram.
π481.000 tweet terkirim di Twitter.
π38 juta pesan di Whatsapp.
Sungguh menjadi “kesempatan besar untuk bermain” di dunia online. Namun
ditekankan berkali-kali oleh Mas Budhi, “Follower is not value.” Begitu pun trending topic (untuk di Twitter),
bukanlah segalanya.
Kuncinya, menurut Mas Budhi adalah: konten yang baik adalah yang positif. Pesan dengan nada negatif
tidak akan sampai. Jangan membanding-membandingkan. Misalnya video yang di-posting,
jangan bandingkan dengan sosok lain yang mirip sosok di video yang kita share.
Jadi ingat banyaknya konten nyinyir di sekitar kita. Saya pribadi kalau baca konten nyinyir, bukan pesan yang ingin disampaikan oleh pembuat kontennya yang sampai melainkan kesan betapa nyinyirnya dia.
Sayangnya, terkait NYINYIR ini, banyak yang tak sepaham. Malah ada orang
yang biasanya berkoar-koar untuk tak nyinyir eh pada kesempatan lain dia malah
nyinyir habis. Eh, ini saya sedang nyinyir atau curhat ya π.
Oke, kembali ke laptop. Jadi begini, saya menangkap pesan kuat Mas Budhi
bahwa pegiat
media sosial itu berpotensi menjadi konsultan atau partner dalam
menyusun strategi komunikasi di media sosial, lho. Mendengarkan ini saya
terkesiap karena baru 2 hari sebelumnya saya berbicang dengan seorang trainer
komunikasi yang menyatakan hal senada.
Ketika itu saya memperkenalkan diri sebagai pegiat media sosial dan ikut terlibat
sebagai fasilitator pelatihan para perempuan pelaku UMKM khusus untuk media sosial.
Mbak trainer itu bilang ke saya, “Bisa jadi konsultan strategi
komunikasi untuk media sosial.” Waktu itu saya bengong saja. Ealah, pas sekali
dapat materi ini pada sesi Mas Budhi Hermanto.
Nah, makanya KUALITAS penting banget menjadi perhatian pegiat media sosial
aktif. Selain itu penting memiliki STRATEGI, semisal mengetahui kapan waktu terbaik untuk posting
di media sosial dan konten seperti apa yang banyak disukai saat ini.
Untuk ini, Mas Budhi mengingatkan pentingnya untuk mengadakan RISET. Jangan berpikir riset itu sesuatu yang rumit. Bisa dilakukan secara sederhana, misalnya menguji postingan pada jam/hari berbeda untuk mengetahui yang mana yang lebih disukai. Risetlah secara demografis, psikologis, dan psikografis.
“Jadilah INFLUENCER, bukan BUZZER,” pesan Mas Budhi. Mengapa?
Karena influencer lebih long lasting ketimbang buzzer. “Di
‘dunia jualan’ ada marketing, selling, dan branding,” selanjutnya
Mas Budhi menjelaskan lebih detail lagi mengenai perbedaan mendasar dari
ketiganya.
“Dalam marketing tentang market size. Lalu ada market
share. Cold dibuat jadi warm. Kalau jadi influencer,
membuat sesuatu yang biasa jadi hangat dibicarakan,” ujar lelaki yang sejak
tahun 1999 terlibat dalam pengembangan media komunitas ini.
Selling umurnya sangat pendek karena orang bisa membelinya karena terpaksa, tidak enak, dan seterusnya. Nah, buzzer bagian dari selling. Tentang branding, disebutkan oleh Mas Budhi bahwa produk apapun menciptakan kelasnya.
Pengguna laptop mahal misalnya, bisa digambarkan cocoknya nongkrong di kafe
mana. Branding
dapat
membangun sikap, loyalitas, dan emosional masyarakat. Nah, yang bekerja membangun branding adalah influencer.
Hua, menarik sekali materi yang disampaikan oleh Mas Budhi pada Penguatan Jejaring
Pemenuhan Hak Anak bagi Forum Media Komunitas dalam Rangka Memperingati Hari
Anak Nasional Tahun (HAN) 2019 pada tanggal 22 Juli kemarin. Ini menjadi wawasan baru bagi saya.
Materi ini bukan hanya sampai di sini. Pada bagian lain kami diingatkan untuk pentingnya menjaga anak-anak kita dari dampak buruk internet. “Internet memberikan kemudahan, kemurahan tetapi kita memberikan data kepada mereka,” ungkapan Mas Budhi ini memang harus disikapi dengan hati-hati.
Pada sebuah slide yang ditampilkan, disebutkan bahwa 78% anak bergabung dalam media sosial sebelum mencapai usia batas minimum yang diperbolehkan maka anak rentan terpapar konten berbahaya dan di luar sepengetahuan orang tua.
Poin penting lain yang saya garis bawahi di slide ini adalah:
Ajari anak dan keluarga melindungi privasi dengan tidak mengumbar informasi pribadi di media sosial. Membuka identitas nama, nomor telepon, alamat, sekolah dan sebagainya harus seizin orang tua.
Catatan penting lainnya yang disampaikan oleh Mas Budhi adalah bahwa kita
jangan membagi foto pada orang yang tidak dikenal. Berhati-hatilah dalam mem-posting
foto, khususnya foto anak. Lebih baik foto anak sedang beraktivitas, bukan
tampak muka atau dalam pose tertentu. Bisa rentan diburu oleh penjahat
pedofilia.
Biasakan berdiskusi dengan anak mengenai kejahatan apa saja yang bisa
terjadi di media sosial. Berpikirlah baik-baik sebelum posting, seleksi
sepenuhnya ada dalam kendali kita. Hati-hati karena kejahatan online terbesar
di Indonesia adalah kejahatan seksual.
Foto keluarga, dari Mas Budhi. |
Pada akhir sesinya, Mas Budhi sekali lagi menekankan bahwa melalui media sosial kita bisa mendorong perubahan apapun. Tujuan penggunaan media sosial adalah untuk menyampaikan pesan.
Diharapkan pesan yang kita sampaikan akan membawa perubahan, yaitu perubahan
di dalam hal pengetahuan, perubahan sikap, atau (yang paling bagus) perubahan
perilaku, kepada yang lebih baik tentunya.
Makassar, 28 Juli 2019
Bersambung
Baca tulisan
sebelum ini di:
- Belajar dan Berjejaring untuk Isu Anak Jelang Hari Anak Nasional
- Membangun Kualitas dan Strategi di Media Sosial Ala Pakde Senggol
Baca juga
tulisan-tulisan lainnya terkait bijak bermedia sosial:
- School of Influencer: Menjadi Influencer Positif
- School of Influencer: Jadi Influencer yang Menginspirasi dalam Public Speaking
- Pentingnya Literasi Digital dan Cara Mengatasi Hoax
- 7 Macam Konten Hoax yang Harus Diwaspadai
Baca juga
tulisan-tulisan saya lainnya terkait perlindungan dan hak anak:
- Refleksi Hari Anak Nasional: Benarkah Hak-hak Anak Kita Sudah Terpenuhi Seutuhnya?
- Pentingnya Peran Media dalam Melindungi Hak Anak
- Sekilas Tentang Konvensi Hak Anak dan Undang-Undang Perlindungan Anak
- Bedah Kasus Pernikahan Dini dan KDRT Salah Kaprah
- Menuju Layanan Kesejahteraan Anak yang Holistik dan Komprehensif
- Meningkatkan Kapasitas Pekerja Sosial untuk Layanan Kesejahteraan Anak Integratif (2)
- KPPPA, Tentang Partisipasi Media dalam Menulis Isu Perempuan dan Anak
- Sudut Pandang Hukum yang Bisa Digunakan dalam Menulis Kasus Kekerasan pada Perempuan dan Anak
- Jurnalisme Sensitif Gender dan Peduli Anak
- Catatan dari Diskusi Publik Media dan Isu Kekerasan pada Perempuan dan Anak
- Menuju Advokasi Peliputan dan Penulisan Isu Perempuan dan Anak
- Curhat Tak Kesampaian di Diskusi Publik Media dan Isu Kekerasan pada Perempuan dan Anak
- Jaga Anak-Anak Kita dari Bahaya Kejahatan Seksual
- "Gunung Es" Berupa Kasus-Kasus Kekerasan Seksual pada Anak
- Menaruh Asa pada Pergub untuk Sekolah Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Share :
Wah kalau bisa si kecil mending nggak usah diberitahu tentang sesuatu yang sangat penting, yang misalnya berupa rahasia
ReplyDeleteIya betul Mbak
DeleteWah kelihatannya seru banget nih Mbak acaranya, bisa mendapatkan ilmu tambahan nih hehe
ReplyDeleteIys, sarat ilmu banget acaranya
DeleteWaduh bisa bahaya nih ya Mbak kalau sampai anaknya memberitahukan di mesia sosial tentang rahasia keluarga
ReplyDeleteRahasia dia sendiri sih penitikberatannya hehe
DeleteMengajari anak agar bisa menggunakan media sosial dengan baik itu penting banget memang ya
ReplyDeleteIya Mba. Banget π
DeleteWah ternyata lebih enak menjadi influencer saja ya Mbak. Terima kasih atas informasinya
ReplyDeleteTergantung sih Mbak. Tapi kalo utk dijadikan semacam cita-cita atau obsesi lebih baik jadi inluencer. Kalo ada kerjaan nge-buzz ya jadilah buzzer yg baik.
DeleteMakin lama media sosial dan internet memang makin menarik
ReplyDeletepelan-pelan mengubah tatanan informasi yang selama ini sudah dipakai lama.
pola-pola komunikasi yang kita pakai perlahan jadi pola purba yang sudah tidak cocok lagi hahaha
Yah, zaman sudah berubah banyak ya, Daeng π
DeleteSaya pun suka banget pemaparan materi dari Mas Budhi, langsung ki mengerti maksudnya.
ReplyDeleteIya Mam, tepat sasaran, lugas, bisa langsung dipraktikkan, dan mengandung nilai kebaikan.
DeleteSaya yang sebagai generasi Y, karena orang tua tidak paham tentang sosial media tentang pertemanan melalui jejaring sosial jadi dulu sy agak kurang pengawasan dari orang tua. Untungnya tidak ketemu dengan orang yang aneh aneh.
ReplyDeleteAlhamdulillah ya Mbak, aman berkegiatan di media sosial, semoga senantiasa demikian
DeleteDuh selalu ka saya posting mukanya Ghaza π sadar ja ia tentang ini kejahatan seksual via online, tapi begitumi juga tetap ji kuposting. Konten dan branding yang penting banget di kak
ReplyDeleteTingkatkan sekuritas sekemampuannya saja π
DeleteMenarik kak, ini bisa jadi pelajaran buat kita semua apalagi memang eranya internet jadi bagian dari kehidupan heheh... Ditunggu sambungannya kak Niar.
ReplyDeleteKita aktivis di dunia internet jadi harus mawas diri, ya Unga hehe
DeleteSelalu menarik baca artikel kak niar ni, nambah ilmu banget. Selama ini saya pikir buzzer sama influencer itu sama ternyata beda banget ya kak. Makasih kak tulisannya yg penuh daging ilmu iniππππ
ReplyDeleteSaya baru benar-benar ngeh juga saat mengikuti materi ini, Mbak Atik. Terasa beda sih tapi di mana bedanya, di acara ini barulah jelas.
DeleteSaya cari datanya tentang apa yang terjadi di dunia internet dalam satu menit saat Mas Budhi menjelaskan materinya. Dan saya lupa catat. Dan ternyata saya dengan mudah dapatkan di postingan blog kak Niar ini. Izin, kak gunakan datanya di tulisan saya nantinya ya..
ReplyDeleteAda file datanya di grup, Galang.Download maki'
DeleteSetuju tentang menjadi buzzer dan influencer. Juga tentang konten positif yang dibagikan. Nah masalah foto anak ini nih, sadar akan bahayanya ta masalahnya masih agak susah menahan diri
ReplyDeleteSadar diri penting, setelah itu mawas diri π
Deletedi jaman serba maju seperti ini, setuju sekali bahwa kita harus memberi edukasi dan pemahaman kepada anak2 kita tentang konten2 yg aman dan bisa diakses anak2.. kita sebagai org tua harus ekstra perhatian..
ReplyDeleteDulu nggak ngerti perbedaan influencer dan buzzer sekarang baru ngeh. Btw sebagai pegiat sosial memang sudah seharusnya kita bisa menyampaikan pesan yang positif bukannya saling nyinyir di medsos.
ReplyDeleteFolllower bukan segalanya, namun hal ini yg pertama dilihat buat influnecer maupun buzzer.. Tapi apapun itu bonus klw kontennya menarik,, follower bakalan datang sendiri.. Overall, mantaplah penjelasan pemateri..
ReplyDeleteWaduh banyak dapat ilmu baru ni dari seputara branding, makasi ya kak
ReplyDeletesalam
Genpi