Seberapa pentingkah memelihara komunikasi cinta? Penting bangetlah.
Kalau tidak dipelihara, berujung pada pertengkaran yang tak berujung padahal
masalahnya sebenarnya bisa diselesaikan. Nah, acara seperti Seminar Komunikasi
Cinta yang diselenggarakan oleh KAF Learning Center (8/8), bekerja sama dengan
berbagai pihak inilah salah satu cara saya untuk belajar memelihara KOMUNIKASI
CINTA.
Komunikasi Produktif
Saya ingin mencatat kembali penyampaian Ibu Dr. Ina Sinardi di sini, mengenai membangun
komunikasi produktif dan efektif di antara suami-istri. Perlu diingat bahwa
dalam rumah tangga, suami dan istri punya frame of reference dan fame
of experience masing-masing. Penting untuk membentuk "frame of us"
dalam rumah tangga karena berumah tangga adalah team work.
Frame of reference terbentuk melalui pola pengasuhan
sementara frame of experience terbentuk melalui pengalaman. Dua individu
yang berumah tangga sudah pasti memiliki dua macam frame ini dan frame
mereka berbeda.
Urusan meletakkan handuk basah di atas tempat tidur saja bisa jadi
masalah besar. Juga hal-hal sepele lainnya. Maka kalau persepsi tak disamakan
dan tak terbentu frame bersama maka siap-siap saja menjalani rumah
tangga dalam kubangan pertengkaran tanpa ujung. Seram, ya!
“Usia pernikahan tidak menjamin
komunikasi (suami-istri) positif.
Yang sudah lama menikah harus makin
menjaga komunikasinya,” ujar aktivis IIP
(Institut Ibu Profesional) yang akrab
disapa Bunda Ina ini.
Salah satu contoh komunikasi yang tidak produktif adalah ketika istri memberi
instruksi panjang kepada suaminya sementara otak lelaki biasanya hanya bisa
mengingat satu saja, yang pertama atau terakhir. Lalu si istri gampang sekali ngambek
jika keinginannya tidak terpenuhi.
Dr. Ina Sinardi (kiri), Liza Nurkhalisah, owner Haflah Wedding (kanan, sebagai moderator). Foto: KAF Learning Center. |
Kalau kata Bunda Ina, berikanlah satu per satu instruksinya, jangan
sekaligus. Kalau kata suami saya, “Boleh dengan ditulis.” Ini sih kebiasaan
saya kalau titip dicarikan banyak barang, hehe. Pesan yang disampaikan kepada
pasangan harus “clear and clarified”. Jangan berharap pesan akan sampai
jika kita sendiri tak mengerti apa yang kita katakan.
Hal yang penting lainnya adalah dengan memperhatikan bahwa pesan itu
sampai: 7% dengan verbal, 38% intonasi, dan 55% dipengaruhi oleh bahasa tubuh. Kesemuanya hendaknya
singkron. Selain itu, satu pesan penting lain dari Bunda Ina: “Berbicara
sebaiknya mata ketemu mata.”
Suami Sebagai Pemimpin
Kalau kata Bunda Ina, “Istri itu manajer rumah tangga.” Maka kata Prof. Veni Hadju, “Laki-laki adalah
pemimpin.” Sebagai pemimpin, tentunya bukan dengan seenaknya memerintah tetapi
lebih ditunjukkan dengan sikap.
Prof. Veni Hadju sharing 32 tahun pengalaman berumahtangganya.
Bahwa mencintai itu bukan mengusahakan yang dicintai supaya berubah melainkan
mengusahakan pandangan diri sendiri berubah. Hal kecil misalnya berbeda
kesukaan terhadap warna, Prof. Veni yang berusaha menyukai warna kesukaan
istrinya dan kemudian bisa menerima pemakaian warna tersebut di dalam rumah.
Kalau saya bilang kedua belah pihak harus sadar untuk berubah dalam
menyesuaikan diri, Prof. Veni berkata, "Suamilah yang punya inisiatif
berubah karena dialah the leader dalam rumah tangga. Tetapi jangan
berubah tanpa ilmu yang benar."
Pak Profesor juga tak menyalahkan istri atau anak
jika terjadi hal yang tak sesuai keinginan,
beliau lebih menyalahkan dirinya sendiri.
Maka kalau ada yang harus diperbaiki,
pertama-tama perbaikan datang dari dirinya.
Pak profesor menekankan pentingnya saling memahami, memiliki bekal ilmu
agama yang memadai sebelum dan selama menikah, dan saling membantu. Saling
membantu, misalnya dirinya tak segan-segan membantu istrinya cuci piring meskipun
dia dibesarkan dalam budaya yang tak membiasakan lelaki mengerjakan pekerjaan
rumah tangga.
Prof. Veni Hadhu (kanan). Sumber foto: KAF Learning Center. |
Saling Membantu dan Wawasan yang Baik
Saling membantu ini juga yang dikerjakan Pak Rahmat Hidayat – Pimpinan Cabang Dompet Dhuafa
Sulawesi Selatan. Di usia pernikahan menjelang setahun, dirinya berusaha
belajar menjalani keseharian dengan istri.
Pak Rahmat menganggap istri perlu juga mengecap pendidikan tinggi karena
butuh wawasan yang baik dalam keseharian. Contoh saja dalam menyediakan makanan
bagi keluarganya, ilmu tentang gizi dan bagaimana menyediakan makanan yang
sehat perlu dimiliki istri.
Benar sih, jangan sampai membatasi perempuan tak perlu sekolah
tinggi-tinggi. Tetapi menurut saya, sebenarnya bukan sekadar pendidikan formal.
Yang paling penting adalah istri punya kemauan untuk terus belajar mengenai segala
hal dalam kehidupan. Dan suami mau mengakomodasinya, memberikan jalan kepada
istrinya untuk terus mengembangkan diri.
Rahmat Hidayat. Foto: KAF Learning Center |
Jangan sampai kejadian, suami malu membawa istrinya ke mana-mana karena
kalau diajak ngobrol tidak nyambung. Maka, di sinilah perlunya mengenal
karakter diri dan karakter pasangan dengan baik.
Mengenali Karakter Pasangan dan Memperlakukannya dengan
Baik
Dr. Meisil Wulur menyampaikan summary mengenai jenis-jenis kepribadian
teori Personality Plus dari Florence Littaeur: koleris, plegmatis, sanguinis,
dan melankolis. Kalau mengenali karakter pasangan kita, akan lebih mudah
memperlakukannya dan berkomunikasi dengannya.
Tentang Komunikasi Cinta, menurut Bunda Meisil, perhatikan bentuk mana yang
disukai pasangan. Apakah pelayanan, hadiah, sentuhan, atau kata-kata. Berikan bentuk
komunikasi yang diinginkan pasangan. Suami-istri seharusnya tak ada sekat
komunikasi. Kalau suka sentuhan dengan dirangkul misalnya, terus teranglah jika
pasangan tidak menyadarinya. Jangan malu.
Bunda Meisil juga berpesan agar berhati-hati dengan perilaku negatif
yang mengancam pernikahan. Bentuk-bentuknya adalah kritik/celaan, membela diri/bertahan,
merendahkan/menghina, dan acuh tak acuh.
Dr. Meisil B. Wulur. Foto: KAF Learning Center/ |
***
Acara seperti ini selalu menarik buat saya. Belajar dari yang sudah lebih
banyak bilangan tahunnya dalam menjalani pernikahan dan kepada yang baru
menikah. Suka malu hati sama yang baru menikah tapi pemahamannya dalam
menjalani rumah tangga demikian baiknya.
Memang benar, usia pernikahan tak menjamin orang makin positif. Karena interaksi
dengan pasangan saja bisa menjadi sedemikian dinamisnya. Kalau tak solid,
banyak noise tak perlu yang bisa mengganggu. Pasangan yang sudah puluhan
tahun menikah pun ada yang bertengkar bak bertengkarnya pengantin baru.
Ingat kasus pasangan selebriti yang sampai menjadi isu senusantara
setelah bercerai? Ih, amit-amit, jangan sampai terjadi semacam itu. Penting
sekali adanya frame of us dalam menyikapi apapun. Dan patut diingat, urusan
cuci piring bukan semata urusan istri.
Harap direnungkan wahai lelaki, kalian menikahi hanya seorang pengurus rumah tangga
(baca: asisten rumah tangga) atau orang yang berperan jauh lebih daripada itu?
Makassar, 26 Agustus 2019
Share :
Saling mengerti dan memahami itu memang sangat penting ya. Jangan lupa juga untuk saling terbuka
ReplyDeleteWah bener banget nih ya Mbak, terima kasih atas informasinya
ReplyDeleteWah seru banget nih ya Mbak acaranya. Selain itu juga bisa mendapatkan ilmu tambahan hihi
ReplyDeleteBetul bangetttt, komunikasi sama suami itu harus clear.. Jelas. Sering banget miskin sama suami
ReplyDeleteMiskom maksudnya, ko miskin ya
DeleteNoted, akan saya terapkan jika sudah menikah. Komunikasi ya Kak kuncinya
ReplyDeleteSetujuu... Komunikasi itu sumber dari segala sumber hubungan pasutri. Laki dan perempuan, ketemunya udh gede, kebayang pasti banyak yang harus dikomunikasikan. Komunikasi yang baik menghindarkan dari efek bola salju di usia pernikahan.
ReplyDeleteBener banget nih kak...komunikasi adalah kunci.. Banyak hal atau mungkin segala hal dalam berumah tangga harus dikomunikasikan dengan baik..
ReplyDelete