Inisiator Lembaga Kasih Palestina Sulawesi Selatan dan KAF Learning Center yang juga owner Haflah Wedding ini sudah sering menyelenggarakan kegiatan berupa kegiatan kemanusiaan
dan pengembangan diri. Kali ini idenya unik, nonton bareng Hayya sekaligus Dakwah on Bioskop Bersama Syekh Syakir Aiman ‘Auda yang berasal dari Palestina.
Pada sebuah pesan WA dari Liza tertera kata-kata ini:
100% hasil penjualan novelnya disumbangkan untuk anak-anak Palestina. Sebagian keuntungan film akan disumbangkan untuk anak-anak Indonesia dan anak-anak Palestina yang kurang beruntung.
Fix, saya pun memutuskan hadir pada tanggal 22 September sore di
CGV Panakukang. Hampir saja saya tak kebagian tiket. Ketika ada yang
membatalkan, saya pun bisa masuk ke studio 4. Di dalam studio 4 ini saya bersama
kelompok terakhir dari 3200 orang Makassar yang nonton bareng hari ini. Wow, tidak
main-main. Sebanyak 3200 orang mendukunga Hayya hari ini!
Syekh Syakir (duduk, bergamis putih), sebelum film tayang di CGV Panakukang, 22 September sore. |
Beberapa nama yang sudah familiar mendukung film ini. Fauzi Baadila sebagai
Rahmat. Meyda Safira sebagai Yasna. Asma Nadia sebagai Bibi. Ada Ria Ricis
sebagai Ricis, pengasuh Hayya. Selain itu ada Adhin Abdul Hakim sebagai Adin, Amna
Hasanah Sahab sebagai Hayya. Juga ada Hamas Syahid dan Fajar Lubis.
“Mudah-mudahan kemerdekaan Palestina akan terwujud nyata dengan dukungan
dari kita semua. Banyak kegiatan membantu Palestina dilakukan, semuanya
diketahui oleh orang-orang Palestina dan mereka merasa bahagia dengan apa yang
kita lakukan untuk Palestina,” Liza menerjemahkan ungkapan Syekh Syakir sebelum
film dimulai.
Saya kira karena sudah sesore ini, syekh dari Palestina itu tidak
mampir di studio kami karena dakwahnya berlangsung di CGV Daya di pagi hari. Rupanya
Syekh Syakir memasuki semua studio sebelum pertunjukan dimulai. Masya Allah,
really appreciated.
Saya menyempatkan membuat IG stories dengan tagar #jagahayya
sebelum film dimulai. Tak lama kemudian terlihat adegan kejar-kejaran. Adin Bersama
Hayya dikejar-kejar oleh tiga orang yang disebut oleh Adin sebagai “trio lendir”.
Adin dan Rahmat |
Cerita bergulir, diantar oleh point of view Adin dengan alur
mundur. Saya tak sadar di mana suara Adin hilang lalu saya menempatkan diri
pada point of view Rahmat. Fauzi Baadila, aktor yang juga bermain dalam
film 212: The Power of Love, masih dalam karakter yang sama di dalam film
Hayya: The Power of Love 2 ini.
Namun kini Rahmat sepenuhnya berada di jalan hijrahnya. Berusaha menebus
segala dosa masa lalu dengan berbuat kebaikan. Usaha itulah yang membawanya
ikut rombongan relawan Indonesia ke Palestina Bersama Adin sahabatnya.
Kamp relawan di Palestina. |
Sekarang bisa ditebak, kan, di mana Rahmat dan Adin bertemu Hayya? Yup,
di Palestina tentu. Gadis cilik yang kehilangan semua anggota keluarganya
ini memikat hati Rahmat dan Adin. Saya tak akan spoiler bagaimana Hayya
sampai ke Indonesia. Yang jelas konflik-konflik terjalin karena keberadaan
Hayya dalam lindungan Rahmat.
Hukum dua negara yang melarang anak korban negara berkonflik dibawa ke
luar negaranya mendatangkan berbagai masalah sekaligus menguji itikad baik
Rahmat. Yasna yang sedang dalam proses menuju pernikahannya dengan Rahmat
beserta Abah (ayah Rahmat) tak urung ikut jatuh cinta pada Hayya. Yasna sampai
berucap, ingin memiliki anak seperti Hayya.
Nobar Hayya di Makassar. Foto: Liza, Kasih Palestina. |
Konflik tak akan menuju klimaks jika tak didukung karakter keras hati yang
dimiliki Rahmat. Dia tak ingin Hayya terluka. “Hayya aman bersamaku!” dengan
yakinnya dia berucap. Saya suka alur menuju klimaks yang diciptakan dalam film
ini.
Yaitu ketika situasi semakin genting dan puncaknya pada hari pernikahan
Rahmat dan Yasna. Yasna memberondong Rahmat dengan pernyataan bahwa suaminya sesungguhnya
telah terobsesi. Bahwa ada hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam mengambil
sikap tanpa membahayakan diri sendiri. Tegas sekali kata-kata Yasna, diucapkan
dengan intonasi keras.
Trailer film Hayya
Aih, di sini saya berucap, “Ini istri yang berkarakter!” Seorang istri harus bisa menasihati suami ketika ada masalah. Sebagaimana Yasna dengan tegas walaupun bercucuran air mata menasihati Rahmat. Dia bahkan bersedia ditampar untuk satu perbuatan yang membuat Rahmat marah besar.
Ah, saya tidak akan spoiler seperti yang saya katakan di awal
tulisan ini. Saya setuju dengan pendapat Asma Nadia yang saya lansir dari liputan6.com:
“Untuk peduli pada saudara kita di Palestina, kan tidak perlu menjadi Islam. Cukup menjadi manusia. Jadi inti film ini sebenarnya kemanusiaan.”
Ya, film ini tentang kemanusiaan, empati kepada Palestina. Walaupun ber-genre
drama, di dalamnya ada unsur komedi juga. Akting Ricis menghibur dalam
setiap adegan yang ada dirinya. Hubungan persahabatan yang diperlihatkan Rahmat
dan Adin juga cair sekali. Wajar, sewajarnya sahabat. Interaksi keduanya
menimbulkan tawa, haru, hingga menitikkan air mata.
Abah (Ki Zainal), ketika kedatangan Rahmat dan rombongan membawa kekacauan di hadapan keluarga Yasna. |
Dan Hayya … ah, akting gadis kecil itu bagus sekali. Wajah khas Palestinanya yang ketakutan dan bersedih sungguh menggugah. Ekspresi ceria dan tawanya sungguh menggemaskan. Secara resmi, Hayya tayang sejak 19 09 19, di bioskop-bioskop seluruh Indonesia, ya. Buat kalian yang punya jiwa relawan atau spirit kemanusiaan, patut menonton film besutan sutradara Jastis Arimba, produksi Warna Picture ini.
Makassar, 25 September 2019
Novel Hayya - sumber: https://lakonhidup.com |
Baca juga:
- Gaun Pengantin Muslimah Gratis dari Haflah Wedding
- Mengunjungi Butik Haflah Bersama Kasih Palestina
- Komunikasi Cinta: Sebuah Seni Merawat Cinta
Share :
sangat suka dengan ini “Untuk peduli pada saudara kita di Palestina, kan tidak perlu menjadi Islam. Cukup menjadi manusia."
ReplyDeletefilm ini sangat menarik untuk ditonton untuk mengenal lebih dekat
Siap Bang Sabda. Cukup empati kepada mereka yang dirampas kemerdekaannya.
DeleteHuaa mauku nonton ini film na belum kesampaian. Ada-ada saja halangannya. Eh novelnya bisa didapat dimana di? Itu hari saya cari di Gramedia, nda ada.
ReplyDeleteKalau tidak sempat nonton filmnya, bukunya mo pale, lebih abadi kayaknya. Heheh
Ooh saya ndak tahu, Kak. Kayaknya cari paki akunnya penulisnya atau mungkin ada di toko online.
DeleteSaya belum nonton film ini, tapi The Power of Love saya nonton waktu itu.. Bagus filmnya.
ReplyDeleteBtw saya cuman agak terganggu sama foto si Syekh Syakir. Koq yang keliatan jelas malah orang-orang yang menutupi Syakh, Syekhnya malah tersembunyi, hehe... Syekhnya emang gak mau difoto atau kak Niar yang sengaja foto candid?
Mau ji difoto cuma saya foto candid waktu lagi duduk-duduk di luar hehe.
DeleteDi Instagramku ada fotonya lebih jelas.
πΆπΆ
ReplyDelete3.200 orang itu berapa studio, Kak? Kok banyak sekali. Apa dibagi per jam tayang dan studio?
Dibagilah, Firman. Di mana muat sekali nonton 3200 orang. Itu mi makanya saya pergi sore dan masuk dalam kelompok terakhir. Mulainya dari pagi di CGV Daya dan CGV Panakukang. Masing-masing CGV mulai pagi dan beberapa studio dipakai :)
DeleteAku terdistraksi sama poster Ria Ricis kok kayaknya perannya serius ya mbak? Pasti tantangan yang sulit buat dia yang biasanya bawel & ngocol.
ReplyDeleteAktingnya Ricis, ada bagian seriusnya dan ngocolnya, Mbak. Jadi ini tuh genrenya drama tapi ada komedinya dan dia ngocol π
DeleteWaktu Hayya tayang di Bioskop suami sempat ajak buat nonton, tapi itu juga ajaknya pas udah malam. Pasti kalau datang juga bakal kehabisan tiket so nnggak jadi deh nontonnya. Padahal dari baca ulasan kak Niar ini, filmnya sepertinya bagus sekali. Jadi penasaran deh .
ReplyDeleteYuk ditonton kapan sempat. π
Delete