Sebelumnya saya hendak memuji komunitas bernama Lembaga Lingkar yang konsisten
menyelenggarakan kegiatan kesejarahan dan pemeliharaan cagar budaya. Entah
berapa kali sudah saya mengikuti kegiatan dari komunitas ini, hingga kembali
saya hadir di Hotel Singgasana bersama 2 teman bloger lain.
Sesi pertama seminar. Foto: panitia (Lembaga Lingkar Makassar). |
Sebuah
Ekspektasi Tentang Karakter dan Identitas Nasional
Sebuah ekspektasi hadir, sebagaimana yang tersirat pada
paragraf awal tulisan ini menguat setelah saya menyadari kegiatan ini didukung
oleh Direktorat Sejarah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Wow, Lembaga
Lingkar tak sendiri kini. Bukan hanya menggandeng pemerintah kota ataupun
provinsi. Kini bahkan menggandeng negara!
Oke, selanjutnya saya cerita tentang berlangsungnya
seminar ini, ya. Penyampaian dari Muhammad Iqbal, S.Hum selaku pejabat
pembuat komitmen kegiatan bantuan pemerintah fasilitasi komunitas sejarah dari
Direktorat Sejarah, Direktorat Jendral Kebudayaan mengawali seminar ini.
Pak Iqbal menuturkan bahwa sejak 2017 pemerintah memutuskan
memberi bantuan fasilitasi kepada komunitas-komunitas sejarah. Harapannya
agar bisa secara terus-menerus menyebarkan pengetahuan kepada masyarakat. “Tanpa
sejarah kita akan kehilangan arah. Sejarah sebagai karakter, budaya sebagai
pengingat, kita berikan narasinya,” tukas Pak Iqbal.
Dukungan
Negara Terhadap Komunitas dan Individu Peminat Sejarah
Melalui seminar ini, Pak Iqbal mengharapkan adanya
informasi mengenai narasi-narasi sejarah yang ada di Makassar dan Sulawesi
Selatan. Kabar menyenangkan disampaikannya, yaitu bahwa program semacam ini
masih akan ada pada tahun depan.
Pak Iqbal. |
Keberlangsungan program seperti ini masih akan ada karena dari 453 komunitas dan 2500-an dosen
yang meminati sejarah, dan 15000-an guru sejarah, akan terus difasilitasi untuk
digali pengembangan kompetensi mereka.
Perhatian pemerintah terhadap kegiatan kesejarahan
sekarang cukup besar. Di Makassar ada yang memperoleh bantuan pembuatan film
dokumenter. Bantuan bisa juga diberikan untuk penulis, konsultan, dan pemandu
wisata. Pak Iqbal bahkan menantang hadirin agar mengembangkan pengetahuan
sejarah masa lalu untuk pendidikan karakter anak-anak kita tidak lupa dengan
sejarah.
Berharap ada proposal yang datang dari Makassar, pak
Iqbal merasa agak waswas mengenai bagaimana perkembangan di Indonesia Timur
karena untuk komunitas di seluruh Indonesia saja berkurang terus jumlahnya ...
semoga Lembaga Lingkar menjadi salah satu yang bertahan dan bisa menginisiasi
terbentuknya komunitas-komunitas sejarah lain.
Sejarah
Arsitektur di Indonesia
Diskusi tentang sejarah, dari Lembaga Lingkar tidak
terlepas dari bidang Arsitektur Bangunan Bersejarah. Guru Besar
Sejarah Arsitektur dari Universitas Mercu Buana Jakarta – Prof. Yulianto Sumalyo tampil sebagai
nara sumber pertama, membawakan materi mengenai sejarah arsitektur di
Indonesia.
Beliau menjelaskan mengenai kekayaan jenis arsitektur di
Indonesia. Mulai dari primitif, klasik, modern awal kolonial, modern lanjut
yang tidak ada duanya di tempat/negara
lain. Pada bagian yang membahas mengenai arsitektur zaman Belanda
menarik bagi saya karena semasa kecil masih melihat bangunan-bangunan
berarsitektur demikian.
Rumah oma saya di Gorontalo masih memiliki peninggalan
arsitektur zaman itu dengan bangunan dapur yang terpisah dari bangunan rumah utama.
Bahkan ketika duduk di bangku sekolah menengah pertama, sekolah saya – SMPN 6 Makassar
masih memiliki bangunan dengan plafon yang sangat tinggi dan jendela serta
pintu yang besar dan tinggi.
Sesi 1 seminar. Prof. Yulianto (tengah). |
Pada zaman itu, arsitektur di Indonesia berkembang di
mana terjadi percampuran dengan gaya modern. Arsitekturnya memberikan perhatian
besar terhadap iklim tropis, lembab dengan dua musim yaitu hujan dan kemarau.
Musim dan iklim sangat berpengaruh terhadap perancangan arsitektur.
Contohnya pada bangunan yang dirancang oleh Ir. Herman
Thomas Karsten yang berdarah indo Belanda. Seperti kebanyakan arsitek Belanda, Karsten
memberikan perhatian besar pada
penghawaan dan pencahayaan alami.
Dalam rancangannya ketinggian ruang dibuat (hingga 5
meter), jendela, dan lobang ventilasi yang lebar menjadikan sistem pengaliran
udara sangat baik. Untuk mengalirkan udara di dalam atap, sekeliling dinding
bagian atas dibuat lobang yang dalam hal ini berbentuk bulat.
Kantor Djakarta LLyod Stoomvart Nederland (S M N), pada 1936.
Sumber: presentasi Prof. Yulianto.
Selain bukaan-bukaan lebar dan ketinggian ruang, dalam
laporan perencanaan disebutkan bahwa gang-gang di lantai satu maupun lantai dua
yang mengelilingi ruang-ruang terutama pada bagian menghadap sinar matahari langsung (Barat),
juga berfungsi sebagai isolasi panas.
Menurut Prof. Yulianto: “Tidak mudah
bahkan tidak mungkin berbicara bagaimana
arsitektur di Indonesia yang akan datang.
Masalahnya adalah bagaimana melestarikan
kekayaan yang tidak dipunyai oleh bangsa lain
tersebut!”
Jika dihubungkan dengan tema seminar ini, pertanyaan
adalah: apakah bangsa kita sudah punya cukup nyali untuk mengaku sebagai bangsa
yang berkarakter dan beridentitas nasional sebagai “yang menghargai kekayaan arsitektur”?
Makassar, 3 November 2019
Bersambung
Baca juga:
- Merawat Ingatan Sejarah Kita
- Makassar dalam Histori dan Cagar Budaya
- Menapaktilasi Sejarah Orang Tionghoa dan Pecinan di Makassar
- Jalan jalan ke Bangunan Bersejarah Kota Makassar Ala Lembaga Lingkar
- Berjalan Kaki Menyusuri Bangunan-bangunan Bersejarah dengan Lembaga Lingkar
Share :
Tulisannya bĂ gus. UnderstĂ ndanble, informatif.
ReplyDelete