Saya baru pertama kali itu bertemu dengannya, di sebuah
acara ketika saya mewakili ibu saya untuk datang ke sana. Saat saya dan si
bungsu sedang menunggu ojek online untuk pulang ke rumah, percakapan
terjadi antara saya, perempuan itu, dan seorang kerabat.
“Yang ke berapa ini?” tanya si kerabat, menunjuk Afyad. Percakapan
kami bermula dari sini.
“Yang ketiga. Yang bungsu,” jawab saya.
“Kelas berapa?” tanya sang kerabat.
“Kelas tiga,” jawab saya.
“Yang pertama kelas berapa?” tanya perempuan itu.
“Yang pertama mahasiswa,” jawab saya.
Katanya,
Saya (yang Sudah Kepala 4 Ini) Masih Bisa Punya Anak
Katanya,
Saya (yang Sudah Kepala 4 Ini) Masih Bisa Punya Anak
Biasanya kalau percakapannya seperti itu maka nyambungnya
adalah kepada usia si tengah Athifah atau sudah kelas berapa dia. Berlanjut
membandingkan jarak usia yang cukup jauh di antara ketiganya. Tapi pembicaraan
kali ini istimewa karena tidak mengarah ke sana. 😆
“Tidak tambah lagi?”
Sampai di sini saya sudah merasa jengah. Makanya saya
mengaku usia saya yang sesungguhnya berapa supaya percakapan berhenti saja
sampai di situ. Saya tidak pernah malu mengatakan berapa usia saya. Saya malah
heran kalau orang malu mengakui usianya. Kenapa malu dengan ketentuan Allah?
“Ah, sudah setengah mati saya kalau mau tambah anak lagi.
Umur saya sudah kepala 4,” ucap saya.
Bukan bermaksud mengingkari kuasa Allah ya, Gaes. Jangan
ada yang mengomentari bagian ini. Saya bicara hal yang realistis saja.
Menjelang usia kepala 5 seperti saya ini, terasa sekali performa fisik sudah
jauh berkurang. Uban pun sudah mulai banyak.
Saya tidak punya asisten rumah tangga,
untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga saja
sudah terasa sekali fisik tak sekuat dulu.
Saya pun mengerjakan beberapa hal
di luar urusan rumah tangga. Begitu banyak
risiko yang harus dipikirkan jika ada bayi lagi.
Terutama risiko kesehatan.
“Berapa umurnya?” perempuan itu bertanya lagi.
“Empat puluh lima.”
“Masih bisa punya anak.”
“?@%$^**@???”
Sampai di sini saya diam saja. Ngapain lagi diperpanjang.
Kecuali kalau dia mau menanggung biaya kesehatan saya dan jabang bayi jika
mengikuti ocehannya, bolehlah saya berusaha hamil lagi. Maklum saja warga
negara tercinta banyak yang seperti ini. 😁
Maunya saya dia bilang begini saja, “Oh, saya kira masih muda,
masih bisa punya anak lagi.” 😍💟💋
Kalau dia bilang begitu kan saya jadinya tersipu-sipu plus
berbunga-bunga haha.
Ajaibnya Sabagian Orang Indonesia Berkomentar
Ajaibnya Sabagian Orang Indonesia Berkomentar
Begitulah ajaibnya sebagian orang Indonesia, ya. Setiap
tahap kehidupan orang, ada saja yang kepo dengan sepenuh hati dan
berkomentar seenak hati.
Kapan wisuda? – ditanyakan kepada mahasiswa yang
terancam abadi kemahasiswaannya.
Kenapa belum kerja? – ditanyakan kepada
sarjana yang tak kunjung dapat kerjaan.
Kapan nikah? – ditanyakan kepada
mereka yang sudah masuk usia menikah tapi tak kunjung nikah-nikah.
Sudah hamil? – ditanyakan kepada
mereka yang sudah menikah tapi belum kunjung dikaruniai momongan.
Kapan ada adiknya? – ditanyakan kepada
mereka yang sudah punya anak satu, atau dua tapi belum ada anak berikutnya.
Di
Satu Sisi, Mereka Mencela Perempuan Usia Kepala 4 yang Hamil Lagi
Saya sudah melewati semua fase itu dan saya pikir aman sudah. Takkan ada lagi pertanyaan ajaib khas dari warga +62. Ternyata eh ternyata masih ada juga, ya dan ini bukan yang pertama kalinya, lho. Malah setelah saya membuka usia saya berapa masih juga ada yang tetap menyarankan saya tambah anak.
In syaa Allah, 5 tahun lagi. |
Padahal dalam keadaan seperti ini, perempuan usia kepala
4 yang bersuami dan tahu-tahu hamil justru jadi bahan cerita karena sudah
berani punya bayi lagi di usia itu. Apalagi kalau anaknya sudah 3 macam saya
ini. Yang ada malah panen hujatan, “Sudah mau lima puluh umurnya, anak sudah
tiga- ada laki-laki, ada perempuan, tidak bersyukur, masih hamil lagi!”
Malah jadi bahan celaan, kan. Di kehidupan nyata seperti
ini lho, saya beberapa kali mendengar dari ibu-ibu yang hamil di atas usia 40
tahun bahwa mereka mendapatkan bully. Betul-betul deh, warga negara ini
tak hentinya membuat saya takjub. 😂
Alhamdulillah, saya sekarang berusaha untuk tidak banyak
berkomentar pada fase-fase hidup orang lain. Dulu saya pernah kurang ajar,
bertanya, “Kapan nyusul?” Maksudnya kapan menyusul menyelenggarakan
pernikahan – beberapa kali saya tanyakan kepada seorang kakak sepupu ketika kami
bertemu di acara pernikahan keluarga.
Tapi sekarang saya kapok. Tidak mau lagi melontarkan
pertanyaan seperti itu. Saya menyadari, yang ditanya begini pasti merasa tak
nyaman. Apalagi sampai sekarang dia belum juga menikah dan jarang sekali pulang
ke Makassar. Jangan-jangan karena terlalu banyak yang menanyainya, ya. Duh,
maafkan saya, Kakak. Saya menyesal. 😰
Dulu saya sudah pernah merasakan ketika masih pengantin
baru, di mana-mana ditanyai, “Sudah isi?” atau “Sudah hamil?” Yang paling
menyebalkan, pada saat usia setahun pernikahan kami ada yang meneruskan pertanyaan
serupa itu dengan kata-kata, “Ih, kenapa belum ada anakmu!” Lah memangnya
saya bisa ngatur-ngatur Tuhan? 🙈
Pertanyaan dan reaksi seperti itu bukan hanya
menyebalkan. Juga menyakitkan, Gaes!
Banyak hal yang akhirnya membuat saya belajar untuk
berempati pada keadaan orang lain, tak usahlah dikomentari. Tidak ada gunanya juga
berkomentar. Buang-buang energi malah. Tidak memberi solusi juga, malah membuat
orang yang dikomentari jengkel dan menjauhi kita.
Lebih baik memilih topik perbincangan
yang sama-sama bisa obrolkan dengan asyik
ketimbang memilih topik garing yang
membuat orang lain terdiam. Betul?
Makassar, 12 Januari 2020
Share :
Ternyata sampai usia kepala 4 masih juga ya diteror pertanyaan-pertanyaan menyebalkan kayak gitu. Btw masuk usia kepala 4 memang sudah rawan sih buat melahirkan lagi. Mama saya melahirkan adik bungsu saya di umur segitu, tapi waktu masih umur 40 pas dan syukurnya sehat2.
ReplyDeleteJangankan usia 40, di usia 35 saja sudah ada warning. Apalagi di usia 45.
DeleteBanyak sekali yang sudah berubah. Risikonya luar biasa.
Teman saya ada yang melahirkan di usia 44, habis melahirkan dia koma. Sudah berbulan-bulan belum pulih. Sudah bangun dari koma tapi belum sadar sepenuhnya.
Wah berarti udah rawan banget ya melahirkan di usia segitu. Noted nih, berarti kalau masih mau nambah anak harus sebelum memasuki usia rawan tsb😄
DeleteUsia kepala 4, fisik jauh berkurang. Apalagi kita di jaman now yang terpapar gaya hidup tidak sehat, makan junk food, dll. Sekarang orang usia 40-an banyak mi yg kena penyakit macam-macam. Bbrp yang saya kenal sudah meninggal, di usia kepala 4. Beda dengan orang dulu yang hidupnya sehat.
DeleteWarga +62 memang kadang nyebelin...walau gak general. Tapi memang seharusnya jaga lisan masing2 ya untuk hal2 yg sensitif
ReplyDeleteKenapa ya demikian, Mbak Ria? Apakah karena dengan begitu merasa akrab?
DeletePadahal harusnya menjaga lisan.
Pertanyaan kapan memang menjengkelkan, karena gak penah ada habisnya. Alhamdulillahnya sekarang banyak teman lebih milih mendoakan semoga segera daripada nanya kapan aku nikah
ReplyDeleteDan usia 40 memang masih bisa punya anak, tapi kalau yang perempuan merasa cukup, ngapain ngatain kaya gitu coba? Eh tapi di desa, usia 40 malah udah pada punya cucu, Mbak
Yaaa, semoga Allah menyegerakan jodoh bagi Jiah. Aamiin.
DeleteSepupu saya, ada lho usia 46 sudah punya cucu. :D
ya begitulah pertanyaan yang gak selesai2 sampai gedeg sendiri, anaknay sekolah dimana, sekaarng kuliah dimana, sudah lulus belum, sudah kerja dimana, kapan nikah, sudah nikah sudah ngisi belum, kalau dijawab ada saja yang dinyinyirin, hadeuh capai deh
ReplyDeleteWaduh nanti yang ditanya dan dinyinyirin tentang anak-anak kita lagi,ya, Mbak?
DeleteWaduh, waduh.
Jauh di luar konteks artikel ini, saya yang usia 40 tapi tetap mengharapkan bisa hamil dan memiliki anak lagi. Banyak perempuan di kampung saya usia lebih tua dari saya dan mereka memang "berhasil" memiliki anak dan mereka (tampaknya) sehat saja.
ReplyDeletePadahal mereka juga sudah ada yang punya cucu lho...
Semoga sehat selalu ya, Mbak. Ada beberapa yang seperti itu. Alhamdulillah jika masih sehat dan banyak yang bantuin. Kalo di kota saya, kami harus berjuang sendiri jika ada apa-apa. Tak bisa mengharap bantuan keluarga yang sudah berjauhan tinggalnya. :)
DeleteHai Kak...
ReplyDeleteSehat selalu ya Kak.
Aku setuju sekali kalau Warga Negara Indonesia betah berkomentar & bertanya hal yang kesannya pribadi sekali. Hmm... Hmm... Aku sekarang juga sedang berusaha nggak banyak berkomentar. Kalau khilaf biasanya minta maaf.
Soalnya aku berada dalam fase ditanyain kapan nikah.
Padahal pasangan aja belum dapet.
Bingung. Nyarinya nggak semudah itu rasanya.
Pertanyaan orang-orang bikin gak nyaman, ya?
DeleteMalah dari komen Mbak Tira di atas, setelah anaknya dewasa pun, orang² masih pada nanyain anaknya bagaimana, dengan pertanyaan yang personal dan cukup meresahkan.
Iya suka heran dengan pertanyaan kapan yah mba dan itu gemesin banget yang komen udah usia 40 tahun masih hamil ga bersyukur astagfirullah pengen nampol hahaha
ReplyDeleteHoo pengen nampol. Ada saja lho yang komen begitu padahal bukan dia koq yang ngurusin. :D
DeleteMaunya juga dikomentarin yang bikin tersipu itu mbak.
ReplyDeleteAnak saya 3 laki semua. Yang kecil masih balita. Kalo ketemu orang kadang disuruh nambah lagi. Sapa tau perempuan.
Tapi begitu dijawab umur udah banyak, baru deh pada percaya. Apalagi yg 2 terakhir itu operasi. Hehehe...
Nah iya. Yang anak-anaknya sama jenis kelaminnya suka ditanyain begitu ya.
DeleteSemua harus berubah, pertanyaan-pertanyaan agak menganggu khas Indonesia. Kapan married? kapan punya anak? kapan nambah anak lagi? dan pernyataan seperti ; kok kurusan, eh tambah gemuk lho. Dan lainnya yang bikin emosi hehe
ReplyDeleteSok perhatian ya Mbak padahal kan memperlihatkan tak berperasaan sebenarnya
DeleteSelama masih menstruasi ya secara ilmiah masih bisa punya anak..hehe.. Tapi memang, ada saja orang2 yang tak peka dan memberikan pertanyaan2 sensitif ya.. Alhamdulillah saya masih diberi kesabaran utk menghadapi pertanyaan2 seperti itu..hehe.. Namun jg belajar utk mengerem diri dari bertanya-tanya halnyg sensitif ke org lain..
ReplyDeleteNah iya, sebaiknya begitu, Mbak
DeleteWah kita cuma selisih 2th dong ya. Alhamdulillah nggak ada yg berani nyuruh2 nambah anak ke saya, even just a suggestion. Hahahaaa.... Apalagi anakku sudah kuliah semua, mending nunggu dapat cucu aja hehee
ReplyDeleteHehehe syukurlah, Mak Lusi.
DeleteIyaa, sekarang tinggal nunggu dapat cucu ya :)
Bener banget mbak lebih baik kita diam saja karena setiap manusia dengan keadaan yang dihadapinya pasti menimbulkan komentar. Semakin kita berkomentar semakin runyahlah suasana. Tapi menurut cerita hehehehe selama wanita itu masih normal siklus haidnya, meski sudah kepala 4 tentunya dia bisa hamil....cuma resiko yang ditanggung wanita hamil diatas 40 tahun ini terlalu banyak. Kalau saya pilih amannya saja meski anak cuma 1 hehehehe
ReplyDeleteSiap, alhamdulillah nyaman2 saja ya, Mbak :)
DeleteEhm... kadang heran juga napa di Indo enggak sungkan nanya2 hal pribadi dg alasan peduli pdhl enggak
ReplyDeleteY walau gak semua
Padahal mb udh punya 3 anak y mb, aku yg baru 1 jg sering ditany kapan nambah ktny klo cm 1 bahaya
Deuhhh
Ya ampun, bahaya bagaimana, ckckck. Ada-ada saja ya.
DeleteWah mbak ke aku juga sering tuh ada yg bilang masih bisa punya anak lagi karena tau anakk laki-laki semua, padahal memang kami memutuskan sudah dua saja lagi pula usia juga sudah lebih dari 40 juga:)
ReplyDeleteKAlau aku lagi kesal balikin aja, kenapa kamu aja yang gak hamil malah nyuruh2 orang lain :-D
Weits, Mbak Lidya bisa galak jyga ya ternyata :D
DeleteBetul. Emang ga ada gunanya melakukan toxic conversation macam itu. Tapi aku sebel lho mba, masih banyak orang di sekitarku yang model seperti itu, terutama para tetangga. Adaaaa aja yang dikomenin ya kalau pas ketemu, mulai dari berat badan, udah bisa masak apa, dll dll yang semuanya intinya mengarah ke 1 kesimpulan : kamu tuh apa-apa kok ga bisa. :)
ReplyDeleteAstaga, segitunya ya Mbak Uniek orang-orang itu? Aneh.
DeleteTema ku baru nikah di usia jelita eh hamil juga..alhamdulillah krn memang pengen banget. Meski rawan tapi ttp bs ya mba..insya Allah meski bidan gak mau menangani harus ke.dokter ahli katanya..
ReplyDeleteAlhamdulillah, ya, Mbak.
DeleteIya bisa tapi beda konteks dengan tulisan ini hehe.
Kadang ya kita sebagai manusia harus pinter memilih perbincangan, istilahnya berfikir dulu sebelum keluar kata kata.. karena kata kata kata bisa membuat orang tersinggung duh.. btw mbak semoga mbak diberikan kesehatan ya supaya bisa membesarkan anak anak hingga mereka mandiri suatu saat nanti..
ReplyDeleteAamiin. Makasih ya Mbak Elly.
DeleteNah ini yang kadang sering membuat kita baper dan mood swing ke sana ke mari. Orang-orang yang berkomentar seperti itu tak pernah mengkaji bagaimana perasaan orang lain.
ReplyDeleteJadi memaksa kita belajar mengontrol emosi lebih baik lagi ya, Mbak Lina hehehe.
Deleteinstrusif bangeeet itu yang tanya hehehe. Kalau saya akan bilang kalau saya tidak nyaman bicara mengenai ingin punya anak lagi atau ngga mba, supaya lawan bicara kita sadar juga bahwa tidak semua pembicaraan membuat orang lain nyaman
ReplyDeleteHm, ide bagus ini, Mbak Indah.
DeleteMungkin bisa kuterapkan nanti. Makasih Mbaak :)
Harus kuat hati, memang. Beda latar belakang kehidupan, beda cara berinteraksi. Tapi, jadi belajar untuk berkomentar serupa kepada orang lain, ya.
ReplyDeleteJadi bahan pembelajaran prubadi, Mbak hehe
DeleteAku kalo ketemu sodara/teman/org baru, sangat2 menghindari percakapan sensitiv. Krn ga pengen mereka jd sedih ato tersinggung. Itu wanita yg bilang begitu ke mba, beneran nyebelin sih. Mungkin kalo aku bakal jutekin, 'emang lu mau bayar semua biaya2 melahirkan dan perawatannya ntr?".
ReplyDeleteAku tahu tiap anak ada rezeki. Tp bukan berarti sebagai ortunya seenaknya aja main brojol tanpa mempersiapkan budget ini itu. Dikira abis lahiran trus tuh anak ga dirawat dan disekolahkan apa. Suka emosi aku kalo ditanya pertanyaan sensi. Malah kdg kujawab, "udah aku bikin steril. Ada masalah?"
Hihihihi... Tergantung moodku banget sih kalo ditanya begitu memang
Iya kan nyebelin hehehe.
DeleteJadi pelajaran banget untuk menjaga lisan ya Mbak Fanny :D
Lain kali kalau masih ada yang komen menyebalkan itu balikkan saja kepada mereka: Memang kamu mau membiayai semua kebutuhan saya dan anak saya sejak hamil hingga dia lahir dan dewasa nanti, tanpa mengadopsinya?
ReplyDeleteRasanya begitu, Ayah. Nanti mau pikir-pikir kata-kata apa yang bisa telak gitu :D
Delete