Film Empu terinspirasi dari kisah nyata perjalanan perempuan dalam memahami peranan kesehariannya dan benturannya dengan kenyataan lingkungan, politik, dan ekonomi. Tiga perempuan bergulat menghadapi persoalan hidup dengan cara masing-masing. Situasi yang sulit tidak membuat mereka menyerah. Mereka menemukan jalan keluar sederhana tanpa harus merendahkan pihak lain.
Satu paragraf tersebut
menjelaskan mengenai film yang diputar di BaKTI (Bursa Pengetahuan Indonesia
Timur). Saya tertarik membaca ini makanya saya menghadiri acara “Rayakan
International Women's Day di Cinematica!” pada tanggal 13 Maret lalu di gedung
BaKTI, jalan A. Mappanyukki.
Film ini bercerita
tentang Sutringah alias Tri, Maria,
dan Yati – 3
perempuan dari 3 wilayah berbeda di Indonesia.Tri di Banyumas, Maria di
Kefamenanu (Nusa Tenggara Timur), dan Yati di Klaten. Ketiganya merupakan
potret perempuan kalangan menengah ke bawah dengan batasan lingkungan, politik, dan ekonomi.
Batasan-batasan yang
mengungkung membuat ketiga perempuan itu bergulat menghadapi persoalan hidup
dengan cara masing-masing. Situasi yang sulit tidak membuat mereka menyerah. Hingga
mereka menemukan jalan
keluar sederhana tanpa harus merendahkan pihak lain.
Tri adalah istri petani
gula aren yang suaminya memiliki paham tradisional mengenai peran suami dan
istri. Maria adalah janda yang memperjuangkan salah satu produk budaya
setempat. Sementara Yati adalah perempuan difabel yang berkoflik dengan orang
sekeliling karena keadaan dan pekerjaannya.
Ada benang merah dari ke-3 tokoh dalam film indie hasil
kerja sama GEF SGP[1],
Terasmitra[2],
dan Impro-Visual Storyteller[3]
ini. Ketiganya merupakan perempuan tangguh
yang memperjuangkan kehidupan mereka dalam keterbatasan. Saya menikmati film ini dengan
menyimak berbagai pelajaran kehidupan melalui pengalaman ketiga tokohnya.
Tri, Maria, dan Yati
menunjukkan bahwa solusi bisa diperoleh jika kita benar-benar mengupayakannya
meski dalam keterbatasan dan penentangan sekalipun. Tri bukan hanya harus
menghadapi suami yang masih saja marah-marah meski hanya bisa terbaring di
tempat tidur akibat lumpuh ketika bekerja sementara dirinya harus mencari cara untuk mendapatkan uang.
Maria dengan
kawan-kawannya yang berpredikat janda terlihat anti mainstream ketika
memperjuangkan bagaimana tenun khas daerah mereka bisa diminati anak-anak
sekolah dasar untuk mempelajarinya dan agar rumah tenun Biboki kembali bisa
mereka pergunakan.
Lalu Yati, di atas kursi
roda memperjuangkan kapabilitasnya dalam mendesain kain ketika dipandang sebelah mata, alih-alih hanya duduk
di kursi roda mengerjakan hal-hal yang tidak dia inginkan. Ironinya, dia harus
memperjuangkan keyakinan bahwa dirinya mampu bukan hanya di luar rumah,
melainkan juga di dalam rumahnya ketika membantu usaha kain lurik milik ayahnya.
Ketiga kisah ini layak
menjadi inspirasi bagi seluruh perempuan Indonesia. Saya setuju dengan ungkapan
Produser Eksekutif Catharina Dwihastarini dalam press release:
Tiga tokoh, tiga cerita, dalam satu film. Ketiganya menyampaikan pesan, “Jangan sepelekan kekuatan tekad perempuan.” Dalam tekanan dan keterdesakan, perempuan mampu melakukan perlawanan dengan cara tak terduga-duga.
Oya, press release ini
baru saya baca lebih dua pekan setelah menonton film berdurasi 60 menit ini dan
saya sependapat karena exactly, seperti itu juga pesan utama film ini yang
saya tangkap.
Alur cerita bergerak
maju, bergantian pindah dari Tri, Maria, Yati, lalu pindah ke Tri lagi, lalu
Maria, kemudian Yati. Begitu terus hingga film selesai. Saya nyaman-nyaman
saja, menikmati dan antusias. Ikut menebak-nebak seperti apa solusi yang
diambil oleh ketiganya. Lalu merasa lega di akhir film.
Saya suka inspirasi dari
kisah yang apa adanya. Yang menunjukkan bahwa solusi itu tidak jauh. Solusi ada di dekat kita, bahkan dalam diri kita sendiri. Yang penting kita mencarinya dan siap
menjalani keputusan yang diambil.
Saya suka kisah
inspiratif dari film EMPU, mengenai perempuan-perempuan
tangguh yang tahu kelemahannya tetapi tidak cengeng dan menyerah dengan keadaan,
malah tetap berpikir dan mencari jalan keluar dari persoalannya. Itu dulu yang harus dipahami oleh
semua perempuan.
Perempuan dalam
kungkungan batas-batas tak selamanya lemah dan tak bisa dianggap sepele. Ada
potensi luar biasa yang kalau dia sadari, bisa dia pergunakan dan berdayakan.
Yang penting bersedia memilih jalan yang akan dia tempuh dan tahu risikonya. Siapapun
bisa menjadi perempuan seperti itu. Bukan hanya Tri, Maria, dan Yati.
Makassar, 31 Maret 2020
Empu (Sugar on The Weaver’s Chair)
Tiga Perempuan Melawan Kuasa
Pemain:
Annisa Hertami
Putry Moruk
Arianggi Tiara
Sutradara:
Harvan Agustriansyah
Produser Eksekutif:
Catharina Dwihastarini
Rendra Almatsier
Produser:
Joko Triwibowo
Skenario
Harvan Agustriansyah
Luvie Melati
Tiga
Catatan:
- Sudah mau masuk “bulan
Kartini”, ya. Jika kalian ingin memutar film EMPU – semoga keadaan membaik dua
pekan lagi, dengan mengadakan nonton bareng misalnya. Kalian bisa menghubungi
nomor kontak media : Meinar : 0856 734
1172. Email : meinar@sgp-indonesia.org.
- Foto-foto berasal dari BaKTI (Ita).
[1] GEF SGP
(Global Environmental Facility Small Grant Programme) adalah kerja sama UNDP
dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang dijalankan oleh
Yayasan Bina Usaha Lingkungan (YBULL). Sejak 1992 GEF SGP telah bekerja sama
dengan lebih dari 500 LSM dan kelompok masyarakat untuk melakukan serangkaian
upaya penyelamatan keanekaragaman hayati, mengurangi dampak perubahan iklim,
mengatasi degradasi lahan, dan melindungi perairan internasional. GEF SGP
sangat peduli terhadap pembagian peran laki-laki dan perempuan dalam mengelola
sumber daya alam.
[2]
Terasmitra adalah perkumpulan wirausaha sosial yang beranggotakan lebih dari 60
lembaga dan kelompok masyarakat, dan bekerja sama dengan lebih dari 100
komunitas dari seluruh Indonesia termasuk Sumatera Utara, Jambi, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Kalimantan Barat, Bali, NTB, NTT, dan
Gorontalo. Kegiatan Terasmitra terkait dalam pengembangan wirausaha sosial,
yaitu pengembangan produk, akses ke modal dan pasar, pengembangan merek, pengelolaan
organisasi, monitoring dan evaluasi, pengelolaan pengetahuan, dan
sebagainya.
[3]
Impro-Visual Storyteller adalah perusahaan content production yang telah
berkiprah selama 17 tahun di Indonesia. Karyanya berupa film dokumenter, motion
graphics, film animasi, video kisah praktik cerdas, video graphic
recording, video dan media infografik, poster, brosur, banner, laporan,
booklet, iklan dan pesan layanan masyarakat, iklan radio, video pendek online,
digital campaign, dan lain-lain.
Share :
Suka kata kata ini kak
ReplyDeletebahwa solusi itu tidak jauh. Solusi ada di dekat kita, bahkan dalam diri kita sendiri. Yang penting kita mencarinya dan siap menjalani keputusan yang diambil. Film yang baik buat perempuan nih
Kadang kita mencari solusi terlalu jauh ya Mbak padahal ada dalam diri kita.
DeleteSalut nih sama 3 wanita yang ada di Film ini, Tri, Maria dan Yati semoga mereka bisa menginspirasi para wanita di seluruh dunia.
ReplyDeletePerempuan tidak melulu lemah, karena dia adalah sosok yang menguatkan, menegarkan, dan membangun. Semoga film ini bisa ditayangkan juga di televisi
ReplyDeleteini filmnya bisa nonton online streaming nggak? kayaknya kalau sekarang nggak bisa nobar sampai lebaran di jakarta. kalau bisa onlen, mau linknya yaa.. bagus film tentang perempuan
ReplyDeleteMirip 3 Srikandi ga, kak Niar?
ReplyDeleteMenarik ya...mengambil sisi humanis, perempuan khususnya.
Ini settingnya jaman sekarang, kak?
Bener2 kartini masa kini yg berjuang utk kalangannya. Klo prempuan millejials skrg bnyk yg manja2 hehe
ReplyDeleteSepertinya film Empu ini bagus. Cocok ditonton buat wanita, terutama pria, biar tau bagaimana perjuangan seorang wanita dalam berkarya dan mencari nafkah.
ReplyDeleteSemoga kondisi bisa segera kondusif, biar film ini bisa diputar dibanyak tempat dan ditonton banyak orang.
ada film yg mirip dengan ini kak niar tapi lupaka apa namanya. Semoga kartini indonesia semakin maju dan semakin didepan.
ReplyDeleteWah iya ya sebentar lagi hari Kartini. Cocok sekali diperangi dengan nonton bareng film yang bertema perempuan seperti Empu ini. Sayangnya lagi wabah corona yah semoga saja pandemi ini segera berlalu biar acara seperti nobar bisa dilakukan lagi.
ReplyDeleteBaru kutahu kalau ada film ini, bagus ini ditonton terutama kalau lagi galauki soal eksistensi sebagai perempuan. Aups hi-hi-hi
ReplyDelete