Ayah
saya usianya hampir 80 tahun. Baru pekan lalu beliau berhasil kami bujuk untuk shalat
di rumah saja. Biasanya beliau menjadi imam shalat fardhu di
masjid yang letaknya hanya sepelemparan batu dari rumah kami. Boleh dikata,
sebagian hidupnya kini adalah masjid. Maka tak heran jika sulit sekali
memintanya melaksanakan salat di rumah saja.
Padahal
waktu itu saya sudah memperlihatkan surat edaran dari MUI Pusat dan MUI
Sulawesi Selatan. Padahal beliau selalu berada yang paling depan ketika
menyimak berita Covid-19 di televisi. Namun Ayah tetap kukuh melaksanakan
salat di masjid.
Masalahnya
kita tak pernah tahu siapa-siapa yang membawa virus. Sudah terbukti
berkali-kali bahwa carrier (pembawa) virus bisa berupa orang-orang sehat.
Kita tak tahu pula orang yang sudah kita temui sudah dari mana saja, di mana
tempat-tempat yang mereka datangi bisa saja merupakan red zone
persebaran virus
Corona.
Anak dari luar kota menulari orang tuanya. Sumber: Pikiranrakyat.com. |
Seruan
ulama, dalam MUI merupakan sumber kekuatan umat Islam untuk bertindak, begitu
menurut saya. Kalau ulama mengatakan sebaiknya salat dilakukan di rumah.
Mengapa tidak kita ikuti saja. Apakah kita merasa lebih hebat dari ulama?
Saya
tak berhasil membujuk Ayah. Suami pun sudah mencoba melakukannya dan tak
berhasil. Akhirnya saya meminta adik-adik yang tinggal di kota lain untuk menelepon dan membujuk ayah
kami. Pemahaman adik-adik mengenai agama jauh lebih bagus daripada saya. Mereka
rajin ikut kajian.
Adik
perempuan dan adik ipar saya bercadar. Adik laki-laki dan ipar laki-laki saya
bercelana cingkrang dan mereka patuh kepada MUI. Alhamdulillah, bujukan
adik-adik berhasil. Ayah menurut untuk shalat di rumah saja. Apalagi sudah ada surat edaran dari MUI Makassar, merupakan sumber yang kuat lagi.
Surat Edaran dari MUI Makassar. |
Tak
dinyana, Jumat kemarin Ayah tiba-tiba ngotot lagi hendak salat Jumat di masjid.
Saya katakan padanya bahwa dalam edaran MUI Makassar tak ada batasan tanggal.
Entah mengapa Ayah keukeuh mengatakan sudah 2 pekan berarti sudah boleh.
Padahal tiap hari beliau melihat berita kenaikan yang makin besar terhadap
jumlah penderita Covid-19 dan PDP, juga ODP.
Saya
jelaskan pula bahwa anak-anak masih belajar dari rumah. Bahkan ada imbauan
untuk tidak mudik dari para kepala daerah dan ulama. Itu berarti, masalah pandemi
belum selesai. Bukan persoalan 14 harinya yang menjadi poin penting.
Edaran Gubernur Sulsel terkait wabah Corona. |
Usaha
saya menahannya tak berhasil. Saya meminta adik-adik menelepon. Belum berhasil
adik laki-laki meyakinkan Ayah, Ayah sudah keburu pergi ke masjid. Adik
laki-laki saya menelepon lagi dan berbicara panjang lebar dengan Ayah. Alhamdulillah,
shalat ashar dan salat-salat fardhu berikutnya Ayah mau kembali
melakukannya di rumah saja.
Jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri. Maka, jangan kalian memasukinya. Dan jika kalian berada di daerah itu janganlah kalian keluar untuk lari darinya (HR. Bukhari & Muslim).
Lain
lagi ibunda yang usianya sudah 77 tahun. Beliau jadi paranoid berlebihan.
Tak boleh anak-anak berada di teras rumah sekali pun, harus masuk di dalam
rumah. Tak boleh motor berada di luar lewat jam 8. Selama belum dimasukkan ke
dalam ruang tamu, beliau akan marah-marah terus.
Yang
bikin saya kaget ketika 3 hari yang lalu bel pintu berbunyi. Terdengar suara Ibu
dari luar. Rupanya beliau habis berjalan-jalan di sekitar rumah kami dan ngobrol
dengan tetangga. Ya Allah, kagetnya saya, saya tak melihatnya keluar
sebelumnya!
Kampanye "Jangan Mudik" di media. Gambar dari Tirto.id. |
Untungnya
seorang kakak sepupu yang berbicara dengan beliau di telepon setelah itu
mengatakan kepadanya supaya jangan lagi ke luar rumah seperti itu.
Tha'un merupakan azab yang ditimpakan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Kemudian Dia jadikan rahmat kepada kaum mukminin. Maka, tidaklah seorang hamba yang dilanda wabah lalu ia menetap dikampungnya dengan penuh kesabaran dan mengetahui bahwa tidak akan menimpanya kecuali apa yang Allah Subhanahu wata'ala tetapkan, baginya pahala orang yang mati syahid (HR. Bukhari dan Ahmad).
Mati syahid
adalah keinginan banyak umat Islam. Namun dalam kondisi seperti ini,
keadaannya bukanlah dengan seolah mencarinya dengan melakukan perjalanan
berpindah-pindah tempat apalagi berpindah kota.
Melainkan
dengan berdiam diri dan mematuhi seruan ulama, dalam hal ini MUI. Masa iya
hanya dalam penentuan jatuhnya bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri saja
kita mematuhi ulama (MUI), tidak untuk yang lainnya?
Kalau
MUI sudah mengimbau, mengapa kita membangkang? Apakah kita lebih hebat daripada para ulama yang ada di MUI? Tentu tidak,
kan ya?
Orang
yang berdiam diri di kotanya, hendaknya menghindari kerumunan atau perkumpulan
orang karena kita tidak pernah tahu orang yang ada dalam perkumpulan itu, sudah
dari mana saja.
Siap-siap tarawih di rumah. Sumber: Cnnindonesia.com. |
Realistis
saja, masih banyak orang yang sampai hari ini tidak patuh dengan seruan diam di
rumah padahal masih besar kemungkinan negara kita menuju puncak pandemi
beberapa waktu lagi. Kalau masih banyak yang ngeyel terus-menerus, kapan
kita bisa bebas dari wabah ini?
Orang
tua kita rentan dengan wabah apapun, apalagi Covid-19 dan patut dijaga. Dalam
tulisan singkatnya tanggal 28 Maret lalu, Prof. Veni Hadju menyebutkan:
Sebuah studi yang dilaporkan peneliti terhadap 44.672 kasus positif Covid-19 di Kota Wuhan terlihat bahwa persentase kematian (Case Fatality Rate) tertinggi pada kelompok umur di atas 80 tahun (14.8%), menyusul 70-79 tahun (8%), dan 60-69 tahun (3,6%). Tidak ada pasien yang meninggal di bawah 10 tahun dan sangat jarang yang meninggal di bawah 50 tahun. Ini menunjukkan kelompok Lansia berisiko tinggi terhadap kematian akibat Covid-19.
Bukan
hanya orang tua, kita harus menjaga keberlangsungan hidup semua orang. Baik itu
anak-anak maupun usia produktif. Sebagaimana kutipan dari Qur’an surah 5 ayat
32:
Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia.
Makassar, 5 April 2020
Baca
juga:
- Corona: Penyakit Kritis Hingga Mutasi
- Menyikapi Virus Corona: Mereka Masih Bersikap Sama
- Secarik Kisah Pertemuan dengan Pejuang Berantas Corona di Lapangan
- Pentingnya Empati dalam Mengungkapkan Amarah
- Kunyit Putih dalam Pindang Ikan
Share :
Semoga orangtuanya mau mengerti ya mbak. Mesjid dekat rumah saya masih jumatan
ReplyDeleteAamiin, Mbak. Semoga banyak yang mematuhi untuk menjaga jarak ya.
DeleteSedih saya bacanya, Mbak. Di satu sisi, saya paham banget gimana susahnya memberitahu orang tua. Pernah pengalaman waktu mengurus alm papah mertua. Tetapi, di sisi lain yang kita lakukan itu demi kebaikan semua, termasuk orang tua tentunya
ReplyDeleteIya, Mbak. Saya sempat stres waktu itu. Bersyukur anak orang tua saya ada 3 jadi yang lain bisa membantu membujuk juga.
DeleteHyaaaa, Bapak dan Ibu masih sehaaattt usianya udah di atas 75 thn padahal ya Mbaaa?
ReplyDeleteAlhamdulillaaah
Semoga ALLAH karuniakan kesabaran, ketabahan, kepada kita semuaaa dan ortu kita yaa
Kadang memang lebih sulit memberi pengertian kepada orang tua dibanding kepada yang masih muda. Mereka lebih ngotot. Mungkin karena pengalaman atau karena menganggap lebih paham. Di rumah juga, awalnya suami ikut-ikutan sama tetangga mau tetap sholat di mesjid. Malah sudah sempat tiga kali kalau nda salah.
ReplyDeletePas makan, saya sampaikan alasan-alasan mengapa harus di rumah saja. Alasan medis dan agama. Alhamdulillah, suami akhirnya ngerti :)
Mba, sampe skr aja, aku dan suami bisa dibilang hampir sebulan ga ketemu mama, padahal mama tinggal ga jauh dr rumah kami. Cm 5 menit jalan kaki. Kami ga mau ke rumah mama, Krn ga pengen jd Carrier yg nantinya bisa bikin Mama sakit. Apalagi mamaku ada penyakit gula, darah rendah dan jantung. Yg ada kalo mau ketemu ato pamitan Ama mama, kita bicara dr balik jendela kamar mama . Ga ketemu lgs, tp dr balik kaca.semua demi kesehatan mama.
ReplyDeleteAku berharap wabah ini bisa cepet hilang :(.kasian kdg kalo liat para supir taxi, ojol yg sepi penumpang. Ga tega :(. Semua org jd di rumah, aku sendiri msh hrs ngantor Krn bank ga mungkin tutup. Tp udh ga naik kendaraan umum untuk mengurangi kontak ke org. Jd pak suami yg anter jemput tiap hari..
aku juga membayangkan ibuku di bandung, rada bandel ya kalau sudah tua memang suka ngeyelan. tpi akhirnya mau juga gak pergi2 karena memang bandung banayk jalan yang sudah ditutup. ibuku kalau ditelpon aku selalu bilang jangan kawatir
ReplyDeleteHarini, anak2 disuruh datang mengaji ke masjid, pdhal situasi masih urgent, entahlah, untuk apa harus seperti itu. Padahal bpk2 sdh diminta utk solat dirumah, walopun masih aja ada yg melanggar.
ReplyDeletebetul banget mba Niar, masih banyak org yang ngeyel mudik dll. Kalau org tua memang harus sabar dalam memberikan pengertian. Ibu mertua saya juga usianya sudah diatas 70th. Tapi untungnya beliau lebih banyak di rumah, jarang banget ke luar rumah. Kalau ibu saya, sudah saya wanti2 utk tdk ikut pengajian, arisan, dll dulu. Ngajinya di rmh dulu aja, begitu saya bilang ke ibu saya
ReplyDeleteHeran juga kenapa banyak orang masih belum sadar betul gimana bahaya pemularan covid-19.
ReplyDeleteMasih saja banyak yang ngga mengikuti anjuran pemerintah.
Orangtuamemang sudah kembali ke sifat anak-anak kalau kita melarang atau sedikit mengusik kebiasaan dan rutinitas mereka ya. Diperlukan alasan yang benar-benar 'masuk' sama mereka.
ReplyDeleteSaya semenjak ada himbauan di rumah saja, yg pertama dilakukan menelpun ibunda yg juga sudah sangat sepuh, memberitahukan bahwa sholatnya di rumah dulu aja. Diskusi di telponnya juga lumayan, mba.
Semoga orangtua, kita, anak2 selalu dalam kondisi sehat dan penjagaan Allah, ya mba.
Sangat disayangkan sekali jika himbauan terus diabaikan dari pemerintah. Pemerintah pun melakukan ini juga demi kebaikan bersama. Semoga cepat berlalu wabah ini.
ReplyDeleteBu mertua aku mulai nggak betah terus di rumah nih, kalau sore maunya minta makan dirumah makan,euheu. Stelah tahu nggak boleh makan di tempat baru deh percaya.
ReplyDeleteAku juga awalnya bingung nih mbak, suami & anak-ank juga biasanya sholat di masjid tapi sejak ada edaran MUI itu ya udah jadi di rumah aja. Yg paling bingung itu waktu sholat jumat gimana ya. Alhamdulillah gpp ya kalau kondisinya kaya gini sholat di rumah.
ReplyDeleteOh ya tadi aku tanay bapakku juga masih sholat ke mushola
Memberi pemahaman ttg upaya2 pengendalian covid19 ke orangtua memang khas sekali ya mba. Beliau2 benar2 harus dijelaskan secara runut dan perlahan. Salah2 pengertian malah menjadi beban pikiran beliau2 .. Semoga orangtua2 kita sehat selalu ya.. Aamiin..
ReplyDeleteinimi yang kadang buatka kasian kak niar kalau ada orang yang berpikir eh tuami juga mungkin ajalnyami. ih kayak ndk sadar bicara na padahal bisaji itu dihindari namanya virus kecuali ajal memng susah ia
ReplyDeleteJujur aku suka sedih sama orang yang abai. Abai dengan kondisi kesehatannyna sendiri atau pun dengan orang lain. Kami juga memilih tidak mudik tahun ini. Kasian juga sama orang tua yang sudah sepuh.
ReplyDeleteEmang kadang agak susah untuk memberi pengertian pada orangtua ya. Soalnya mereka kadang merasa benar dan udah punya banyak pengalaman. Mesti pelan-pelan sih ngasih taunya. Semoga wabah ini segera berakhir, sehingga orangtua dan juga kita semua bisa beraktivitas lagi seperti biasa. Amiin
ReplyDeleteDuh jadi fokus ngomentari yg positif kena corona karena ditengok anaknya... 12 hri pulang dari umroh nengok ke mertua...aku sempat bilang jangan ke suami sih...tpnya ngotot. Alhamdulillah Allah masih lindungi sekarang udah 3 mingguan sehat2 semua. Wkt itu belum separah sekarang kasus coronanya jadi msh banyak yg santuy
ReplyDeleteBener banget mba, orang tua paling rentan terpapar covid-19 ini ya. dan sayangnya mereka juga salah satu kelompok umur yang agak susah diberi informasi tentang covid ini. Ah semoga saja wabah ini segera berlalu and life goes normally lagi. Rindu kehidupan kita yang lama yaaa....
ReplyDeleteAku dan suami juga termasuk yang selalu ingatin bapak mertua yang suka keluar rumah terus. Meski beliaunya ngeyel ya anak-anak tetep patuh ingatin terus. Sudah ada edaran baru suruh sholat di rumah Bun, tarawih nanti.
ReplyDeleteDi sini juga nggak jauh beda, masih pada ngeyel dan sok sakti alias yakin banget virus corona nggak bakal berani tampil di diri. Anjuran pemerintah dan mui dianggap angin lalu. Dikasih tau, malah dibilang lebay. Ya udh, kalau ketemu org seperti itu, aku memilih menjauh. Males.
ReplyDeleteKalau di kampungku masih relatif aman, jadi masih solat di mushola. Aku sendiri perginya pas magrib aja. Aktifitas lain udah banyak dikurangi bahkan ditiadakan dulu. Belum tahu deh nanti tarawihnya gimana. Kalau memang gak memungkinkan, ya di rumah aja
ReplyDeletekita harus secara bijak melihat dampak wabah ini dengan mata dan hati terbuka. Bukan menghalangi kebebasan beragama namun karena resiko penularan yang sangat tinggi
ReplyDeleteSemoga setelah ini ayah Mba Niar bisa bersabar ya untuk terus berada di rumah. Memang pahala berjamaah itu sudah dijanjikan oleh Allah, namun kondisi alam yang sedang tak sehat begini harus disikapi dengan bijaksana.
ReplyDeleteIbuku ya kularang nih kemana-mana, Alhamdulillah beliau nurut. Bahkan ketika harus pergi ke dokter gigi, biasanya tak minta diantar pun sekarang minta diantar. Pulang ke rumah langsung ganti baju dan mandi. Semoga orangtua kita selalu diberikan keselamatan dan kesehatan ya Mba. Situasi sekarang memang memprihatinkan banget.
dalam kondisi ini aku juga nahan nahan nih buat ga berkunjung ke rumah orang tua, karena aku takutnya carier, semoga kondisi ini segera berlau ya
ReplyDeleteNah itu lagi kak masih banyak yang santai dan terlalu meremehkan virus ini, padahal kasian orang tua di rumah karena mereka daya tahan tubuhnya sudah lemah. Terima kasih tulisannya kak.
ReplyDeleteSungguh sangat sulit memang jika situasi dan posisi seperti ayah Mbak Niar. Terbiasa solat di masjid lalu tiba-tiba disuruh di rumah. Pasti ada yang hilang dalam dirinya.
ReplyDeleteBanyak nih yang kayak gini, Mbak :( Di tempatku juga. Pernah ada yang marah-marah, teriak-teriak di deket rumah, "Kita janngan takut sama corona. Takut itu sama Allah. Apaan ini tidak boleh shalat di masjid!" Uhuhu....padahal di zaman Rasulullah udah ada contohnya.
ReplyDelete