Saya tak akan menceritakan secara rinci apa yang terjadi waktu itu. Kali
ini saya akan membahas mengenai pentingnya
memberi maaf tanpa diminta sekali pun.
Saya tak pernah menduga
akan berada dalam situasi dan kondisi yang tidak enak dalam jangka waktu lama. Itulah
saat-saat ujian berat yang harus saya hadapi dan saya lalui. Seorang aktor yang
berada di baliknya muncul dalam malam-malam yang tak terhitung banyaknya di
dalam mimpi. Menunjukkan motif dan apa saja yang dia lakukan.
Guru yang membimbing saya
waktu itu pernah berkata, “Suatu hari nanti, ketika tak ada keinginan membalas
dalam hatimu muncul, kau akan tahu siapa dia.”
Dan ya, Allah membuka tabir itu. Saya tahu siapa dia tanpa ada yang memberi tahu. Pada malam-malam ketika saya ber-wudhu sebelum tidur dan berzikir panjang. Pada saat-saat seperti itulah, mimpi-mimpi dengan tema yang bisa saya tahu alurnya dan motifnya menjadi sumber pengetahuan saya.
Bukan hanya satu, dua,
atau tiga kali. Melainkan berkali-kali.
Waktu itu saya belajar
untuk menghapus semua luka dengan tidak meninggalkan dendam. Saat itu saya tak
tahu apakah benar-benar tulus memberi maaf tanpa diminta, saya mencoba dengan membuangnya dari
ingatan. Membuang dia beserta segala kekacauan yang dibuatnya.
Dalam pikiran saya,
membuang hal-hal negatif akan membuat saya lebih tenang. Tidak perlu menyalahkan
siapapun. Karena masalah tetap harus dihadapi dan secepat mungkin diselesaikan.
Masya Allah, Allah Yang Maha Kuasa akhirnya membebaskan saya dari segala macam
masalah pada tahun 2011.
“Nabi bersabda: Celakalah seseorang, aku disebut-sebut di depannya dan ia tidak mengucapkan shalawat kepadaku. dan celakalah seseorang, Bulan Ramadhan menemuinya kemudian keluar sebelum ia mendapatkan ampunan, dan celakalah seseorang yang kedua orang tuanya berusia lanjut namun kedua orangtuanya tidak dapat memasukkannya ke dalam Surga (karena kebaktiannya).” (HR. Tirmidzi)
Ustadz Salim A. Fillah menyebutkan hadits tersebut
ketika membawakan tausiyah pada acara halal bihalal FEB Universitas Airlangga
yang berlangsung 3 Juni lalu.
Saya bukan alumnus Unair,
video pemberitahuan streaming yang menampilkan ustadz Salim A.
Fillah tiba-tiba melintas ketika saya sedang buka Facebook. Langsung saja saya
buka, mengikuti tausiyah-nya, dan mendapatkan pemaparan yang sangat bermanfaat.
Memberi
Maaf untuk Membuka Jalan Agar Allah Mengampuni Dosa-dosa Kita
“Jika ingin dimaafkan
Allah, mudahkanlah dengan memaafkan,” ucap ustadz Salim A. Fillah.
Ampunan dari Allah
tentunya adalah dari dosa-dosa kita kepada Allah. Berbeda dengan dosa-dosa
kepada sesama manusia terntunya kita memerlukan pemaafan dari sesama manusia.
Ustadz Salim berkata bahwa urusan dengan
sesama manusia tak boleh diremehkan karena bisa menjadi penyebab terhalangnya
seorang syuhada yang berpeluang masuk surga tanpa hisab untuk masuk ke
dalam surga, “Urusan utang
saja bisa menghalangi seorang syuhada masuk surga.”
Lalu, apa hubungannya,
kita memaafkan orang lain dan melupakan segala kesakitan dengan ampunan Allah?
Sebab perlu senantiasa mengingat
tujuan manusia diciptakan, yaitu untuk beribadah kepada Allah:
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Adz Dzariyat: 56)
Kemudian ilustrasi
berikut mungkin membuat hal ini lebih masuk akal:
Ketika B membuat salah kepada A tetapi tidak merasa bersalah maka yang kemungkinan merasa tidak enak dan terus dibawanya perasaan ini adalah si A. Si B sendiri santai. Ke mana-mana ndak mikirin.
Beda halnya dengan A.
Melihat B yang santuy, dia meradang. Malah merasa semakin sebal melihat B bersikap biasa saja padanya. Ada yang pernah
melihat kasus seperti ini? Bukannya si A rugi sendiri, ya?
Nah, makanya penting bagi
si A untuk membebaskan dirinya dengan memberi maaf tanpa diminta. Memberi maaf
dilakukan kepada orang lain tanpa orang lain itu meminta sah-sah saja kan? Yang
mau berpendapat berbeda terserah lho ya, saya cuma menyampaikan apa yang dikatakan
ustadz, ya. 😀
Jadi sebenarnya begini, memberi maaf itu untuk kepentingan diri kita sendiri. Untuk membebaskan perasaan dan pikiran dari hal-hal yang tak enak. Sebab hal-hal tak enak itu sebenarnya berpotensi merusak diri kita sendiri.
Dan tidaklah kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan benar. Dan, sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang. Maka, maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik. (QS AL Hijr:85)
Perintah memaafkan perlu
diberi motivasi oleh Allah di dalam al-Qur’an karena memberi maaf lebih sulit
ketimbang meminta
maaf.
“Orang-orang yang belum
memaafkan akan terganggu hatinya dalam beribadah kepada Allah,” tukas ustadz
Salim A. Fillah.
Memberi
Maaf Menjadikan Seseorang Lebih Mulia
"Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi bantuan kepada kaum kerabatnya, orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan, Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS an-Nur : 22)
"Barang siapa memaafkan saat ia mampu membalas, maka Allah akan memberinya maaf pada hari kesulitan" (HR Ath-Thabrani)
Ayat al-Qur’an dan hadits
di atas menunjukkan kemuliaan
memberi maaf kepada orang lain meskipun tanpa diminta. Jelas sekali
disebutkan di dalam surah an-Nur: hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu
tidak ingin bahwa Allah mengampunimu?
Melakukannya tak mudah pastinya.
Manusia punya kecenderungan mengingat/tak melupakan atau meminta ganti rugi,
atau mengungkit-ungkit kesalahan orang lain. Olehnya itu, Allahmemotivasi kita.
Alasan
Memberi Maaf
Kalau begitu, kita butuh
alasan memberi maaf. Yang saya tangkap dari tausiyah ustadz Salim A.
Fillah, ada 2 alasan memberi maaf. Mungkin jika sudah mengetahui alasan ini,
menjadi lebih mudah bagi kita untuk menemukan cara memberi maaf.
1.
Memberi maaf karena layak dimaafkan.
Kita bisa memberi maaf
seseorang karena memang dia layak dimaafkan. Misalnya nih kepada kedua orang
tua. Kita perlu melepaskan beban untuk perbaiki hubungan dengan orang tua. Tak
dipungkiri ya, bisa jadi orang tua punya salah kepada anak tetapi tak menyadari
karena memang tak pernah berniat melakukan kesalahan.
2.
Memberi maaf karena ingin ampunan Allah.
Atau jika alasan 1 bukan
merupakan alasan yang tepat maka alasa kedua ini bisa menjadi alasan yang
tepat.
Kalau kata ustadz Salim
A. Fillah: “Memaafkan orang bukan karena layak dimaafkan melainkan karena kita
ingin ampunan Allah, lebih daripada harapan orang itu untuk dimaafkan.”
Lalu ustadz Salim
melanjutkan perkataannya:
Hati kita layak mendapatkan ketenangan. Jangan sampai semua shalat dan ibadah terganggu karena mikirin dia.
Masuk akal, yes? 😊
Hati kita layak dibebaskan
dan dimenangkan ketimbang kelayakan memaafkan orang yang tak peduli dengan dosa-dosanya.
Jadi, kita memaafkan orang untuk memenuhi kebutuhan kita sendiri, bukan untuk
kebutuhan orang lain.
Teladan
Rasulullah dalam Memberi Maaf Tanpa Diminta
Abdullah bin Ubay adalah
sosok yang karena dirinyalah turun ayat
8 – 10 surah al-Munafiqun. Abdullah bin Ubay menyebarkan propagranda dan ujaran
kebencian terhadap kaum muhajir di hadapan kelompoknya. Kata Abdullah
bin Ubay, kaum muhajir telah membenci penduduk Madinah dan banyak dari
mereka yang bermukim di Kota Madinah.
Ketika Zaid bin Arqam
yang mendengarnya menyampaikan kepada pamannya lalu pamannya menyampaikan
kepada Nabi, sahabat Umar bin Khattab yang sedang bersama Rasulullah minta izin
untuk membunuh Abdullah bin Ubay. Nabi menolaknya.
Setelah tahu Rasulullah
mengetahui ucapannya, Abdullah bin Ubay mendatangi Nabi Muhammad dan bersumpah
dia tak mengatakan demikian, justru Zaid yang salah dengar.
Diriwayatkan dalam sejarah,
suatu hari Hubab atau Abdullah bin Abdullah bin Ubay sangat kesal dengan
kemunafikan ayahnya sendiri hingga dia meminta izin kepada Rasulullah untuk
membunuh ayahnya. Nabi menolaknya, “Tidak, kita akan tetap bergaul baik
dengannya selama dia masih hidup bersama kita,” jawab Nabi Muhammad.
***
Beberapa hari setelah Hari
Raya Idul Fitri ada yang mengirimkan pesan Whatsapp kepada saya. Tiga pesan
masuk dalam satu hari dari 3 nomor berbeda, tanpa nama. Hanya nomor WA yang
bisa saya baca. Tak ada keterangan profilnya.
Pesan WA pertama hanya
mengatakan "HALO". Pesan WA kedua menyampaikan kata-kata permintaan maaf ala
lebaran tanpa menyebut nama saya. WA ketiga menuliskan kata-kata permintaan
maaf dan menuliskan nama saya "MUGNIAR".
Saya balas ketiganya
dengan ucapan serupa. Tak ada balasan lagi ketika saya menanyakan siapa
dirinya. Wallahu a’lam. Saya tak tahu apa kesalahannya. Saya juga
meminta maaf jika punya kesalahan. Siapapun dia, kalau dia pernah melakukan
kesalahan sehingga menghubungi saya dengan cara itu, semoga Allah
mengampuninya.
Meski saya inginnya
dia menjelaskan dengan detail apa kesalahan yang pernah dia lakukan sih sampai
menghubungi dengan cara itu tapi tak apa, saya tak penasaran juga hehe.
Masya Allah. Meminta maaf dalam Islam dan
juga memberi maaf menempatkan kita pada posisi yang mulia. Meminta maaf jika
melakukan kesalahan tentunya merupakan sikap yang baik namun tak perlu menunggu
orang lain meminta maaf, orang yang rela memberi maaf tanpa diminta jauh lebih
mulia karena mengikhlaskan kesalahan atau kejahatan orang lain jauh lebih
sulit.
Makassar, 13 Juni 2020
Share :
Bgm kayak sy itu kak? Sy memaafkan tpi sy tdk lupa, dan krna hal yg melukai hati itulah makax sy menjaga jarak spy tidak terulang lgi. Kira2 salah juga kah kak?
ReplyDeleteSaya tidak bisa jawab itu, kita' coba cari jawabannya hehe.
DeleteMengambil jarak saya kira perlu untuk menjaga diri.
aku selalu ingat cerita kanjeng nabi yang memberi maaf orang yang meludainya saat ke masjid bahkan beliau malah menjenguknya ketika sakit
ReplyDeletememang sulit sekali mbak dan tidak mudah
cuma kalau dimaknai lagi, buat apa menyimpan rasa sakit
memang, memaafkan bukan berarti melupakan dan itu butuh proses
Iya, butuh proses, tidak mudah tapi tidak berarti tidak mungkin ya Mas.
DeleteMemaafkan itu pada dasarnya bukan hal yang mudah. Jiwa yang disakiti pun butuh waktu.
ReplyDeleteAda banyak sekali orang yang tidak peduli apakah tindakannya salah sehingga terus menerus lakukan perbuatan melukai.
Yang rugi sebenarnya yang bersangkutan karena dijauhi.
Yang dilukai sungguh butuh waktu dan kesabaran.
Maaf akan selalu ada, salah adalah muara luka dan kecewa.
Namun hati yang tenang lebih baik. Butuh waktu sampai maaf itu bisa ikhlas keluar dari diri.
Setuju, Mbak.
DeleteHati yang luka butuh waktu untuk sembuh. Baik itu ada maksud atau tanpa ada maksud dari orang yang dituduh.
Menenangkan diri jauh lebih baik, dengan belajar ikhlas dan memaafkan.
Terima kasih karena artikelnya sudah mengingatkan pada diri bahwa meminta maaf adalah kebutuhan kita. Semoga kita dijauhkan dari sifat pendendam
ReplyDeleteMemberi maaf garis besar dalam tulisan ini. Meminta maaf juga kebutuhan kita. Terima kasih, saya mengingatkan diri sendiri juga.
DeleteBetul sekali.. memberi maaf tanpa diminta dan segera meminta maaf ketika berbuat kesalahan adalah sesuatu yang harus kita lakukan dan kita biasakan pada anak anak sejak kecil.. dan kajian tentang salah satu akhlak Rasulullah ini rupanya sangat panjang, dan terhubung sampai pada urusan akidah...
ReplyDeleteNah, ini dia. Sudah jadi kewajiban kita sebagai orang tua agar bisa mendidik anak-anak sejak dini untuk memahami arti segera meminta maaf jika berbuat salah dengan demikian bisa membuat anak belajar akan arti tanggung jawab.
DeletePun mengajarkan anak apa arti memaafkan agar jiwa mereka tenteram.
Insya Allah, mereka akan tumbuh jadi pribadi yang baik, kuat, bertanggung jawab, penyabar, penyayang, sekaligus mencintai dan menghargai diri sendiri sebagaimana menghargai sesama.
Terima kasih.
DeleteSemoga kita menjadi orang-orang baik yang paham tentang kata MAAF dan mampu mendidik anak-anak kita tentang itu.
Karena Allah saja Maha pemaaf dan suri tauladan kita Sang Nabi juga pemaaf masa kita manusia biasa tidak saling memaafkan.
ReplyDeleteKita harus belajar ya, Mbak.
Deletesetuju kak.. memberi maaf itu sungguh melegakan hati, apalagi bila tak diminta. memang sungguh berat, tapi setelahnya perasaan jadi tenang. seperti membuang kerak yang ada di dasar hati.
ReplyDeleteYa, setuju Kak. Kita membuang barang jelek dari dalam diri. Hati akan menjadi tenang.
Delete