Tatacara Pilkada 2020, Antara Kondisi Ideal dan Realita sudah menjadi isu tersendiri bagi saya jelang pilkada tanggal 9 Desember kemarin. Penasaran saya, seperti apa pelaksanaannya karena sejak pembelajaran jarak jauh dan bekerja dari rumah diterapkan, warga sekitar sini banyak yang tak peduli dengan protokol kesehatan.
Masya Allah ya, orang-orang di sini masih
dalam lindungan Allah. Sehari-harinya mereka sama saja seperti sebelum pandemi covid-19 berlangsung. Malah yang bikin saya takjub, waktu bermain anak-anak
sekitar sini semakin panjang. Bisa sampai lewat tengah malam masih terdengar
suara mereka bermain di sekitar masjid.
Dekat rumah kan ada masjid dengan halaman
yang cukup luas untuk bermain anak-anak di depannya. Halaman masjid memadai menjadi
tanah lapang serbaguna. Selain tempat bermain anak-anak usia pra sekolah hingga
sekolah dasar, para remaja menggunakannya untuk berolahraga seperti main bulu
tangkis atau bermain sepak bola.
Sekali waktu ada yang menggunakannya sebagai tempat menggelar pesta pernikahan dan tempat warga menggelar hajatan 17 Agustusan. Kalau Idul Fitri dan Idul Adha, halaman masjid berubah fungsi menjadi tempat pelaksanaan shalat Id.
Setiap pelaksanaan pilpres dan
pilkada, halaman masjid beralih fungsi menjadi TPS (tempat pemungutan suara). Seperti
pada hari H pilkada Makassar 2020 kemarin, pekarangan masjid berubah fungsi
menjadi TPS 3.
Pukul 8 pagi, para petugas KPPS sudah
siap di TPS 3. Warga mulai berdatangan untuk menunaikan hak pilihnya. Karena
dalam rumah kami ada 5 peserta pemilih, kami bergiliran ke TPS. Ayah dan ibu
saya terlebih dulu. Setelah mereka pulang, si sulung Affiq pergi memilih. Terakhir,
saya dan suami.
Saya mempersiapkan KTP dan pulpen.
Dari beberapa pemberitahuan resmi saya dapatkan informasi bahwa peserta pemilih
diminta membawa alat tulis sendiri. Saya menduga hal ini untuk menghindari
penggunaan paku coblos yang berulang kali. Kan berpeluang jadi penghantar virus
corona ya kalau sampai dipegang oleh banyak tangan.
Hari ini merupakan hari bersejarah
bagi wilayah kami. Baru kali ini sebagian warga bisa “dipaksa” mengenakan
masker sementara sehari-harinya mereka tak memakainya lagi.
Demi apa coba, pakai pin dari KPK itu. đ |
Sungguh hari yang bersejarah, bukan? Makanya saya menuliskannya di blog ini karena kelak akan menjadi kenangan tersendiri.
Sejarah berikutnya adalah prosesi pilwalkot
Makassar 2020 yang berbeda dari masa-masa sebelumnya, utamanya dalam penerapan
tatacara protokol kesehatan yang sudah di-sounding jauh-jauh hari
sebelum hari pemilihan kepala daerah ini tiba.
Penting ya buat saya menulis ini hihi. Yang tidak merasa penting bisa skip, langsung ke tulisan lain saja ya. đđ
Oke, yang masih mau membaca, mari
kita simak …
Tatacara pilkada 2020, begini kondisi ideal dan realita di TPS 3:
1. Cuci tangan.
Di pintu masuk tersedia ember berukuran
tidak terlalu besar dan sabun untuk cuci tangan. Tak mungkin melaksanakan 7
langkah cuci tangan yang direkomendasikan WHO di sini karena ukuran ember yang
tidak memadai.
Bisa-bisa setiap orang menghabiskan 1
ember air untuk mencuci tangan selama 20 – 30 detik. Di dekat ember ada tisu
yang disediakan untuk mengeringkan tangan.
2. Cek suhu tubuh.
Seorang petugas mengecek suhu tubuh warga satu demi satu. Yang dicek adalah suhu punggung tangan. Usai cuci tangan, suhu tangan kita jadinya lebih rendah ya. In syaa Allah aman. Eh gimana. đ
Ada yang tahu mengapa sekarang di
tempat umum orang-orang mengecek suhu punggung tangan bukannya dahi?
Sumber https://www.cnnindonesia.com/.
3. Sarung tangan.
Masuk ke dalam TPS, KTP diperlihatkan
kepada petugas di meja paling ujung yang letaknya paling dekat dengan pintu
masuk. Setelah nama dan identitas didata, petugas di sebelahnya memberikan satu
sarung tangan.
Ya, hanya satu. Sesaat saya bingung,
rasanya sarung tangan hanya jadi aksesoris. Soalnya telapak tangan kanan saja
yang mengenakan sarung tangan padahal kedua telapak tangan harus bergerak,
saling bekerja sama menjalani prosesi pemilihan.
Membuka surat suara dan melipatnya
kembali akan sangat merepotkan jika hanya menggunakan satu tangan yang
bersarung tangan, bukan?
4. Paku coblos.
Ternyata pulpen tak berguna. Semua
orang tetap menggunakan paku coblos yang digunakan Bersama-sama. Baiklah, lebih
praktis memang dengan cara ini. Namun penggunaan paku coblos yang seharusnya disertai
proses disinfection berkali-kali tak terlaksana. Penggunaan paku coblos
masih sama persis dengan penggunaannya pada pilpres dan pilkada yang lalu-lalu.
5. Tinta celup.
Perbedaan menonjol dengan pilpres/pilkada lalu adalah tak ada acara celup-celup tinta. Kali ini, sebagaimana penyampaian resmi pemerintah, tinta ditetesi pada jari kelingking setiap pemilih seusai menggunakan hak pilihnya.
Tintanya cepat hilang setelah pakai hand sanitizer. |
Tapi bukan sekadar ditetesi, ujung dari alat tetes tintanya mengenai jari kelingking saya. Begitu pun dengan suami. Padahal opsi tetes diambil, bukannya celup alasannya adalah supaya aman dari penggunaan barang yang sama secara berulang kali. Jadinya mirip-mirip, ujung alat tetes tinta “digunakan” oleh semua pemilih secara bersama-sama.
Untungnya di dekat bagian tetes tinta
ada hand sanitizer. Berulang kali cairan hand sanitizer saya
gosok-gosokkan ke jari kelingking. Eh, bagus juga ternyata karena warna ungu tinta
dengan cepat memudar.
6. APD (alat pelindung
diri) petugas.
Awalnya saya mengira APD petugas TPS itu
lengkap. Rupanya tidak. Di TPS 3, semua petugas hanya mengenakan face shield,
tak ada yang mengenakan masker. Beberapa dari mereka mengenakan pelindung
wajahnya dengan benar. Sebagian lagi menggunakan ala kadarnya, terlihat sebagai
“penggugur kewajiban” saja. Malahan ada yang membiarkan face shield-nya
tergeletak begitu saja.
***
Overall, saya senang dan menghargai upaya penyelenggaraan
protokol kesehatan saat pemilukada Makassar 2020 pada masa pandemi di TPS 3. Daripada
tidak menerapkan sama sekali, kan, masih mendingan ada realisasinya meskipun
tak sesuai dengan kondisi ideal yang sudah disosialisasikan. Well, semoga
kita semua sehat selalu, ya.
Makassar, 11
Desember 2020
Selamat kepada Bapak Ramdhan (Danny) Pomanto dan Ibu Fatma Rusdi
– pasangan wali kota dan wakil wali kota Makassar terpilih 2020. Semoga
amanah mengemban tugas memimpin kami dan mengantarkan kami kepada kehidupan
yang lebih sejahtera.
Share :
Meski masuh jauh dari kondisi ideal paling tidak sudah dilakukan prosedurnya ya Mbak Niar
ReplyDeletePenting kok postingan ini, kan saya jadi tahu cerita Pilkada di Makassar. Kan di Jakarta ga ada Pilkada. Dan baru tahu tinta bisa sedikit-sedikit terhapus kena hand sanitizer
Mbangga banget kalo sudah memberikan hak suara kita di pilkada ya Mak, apalagi dalam situasi dan suasana pandemi begini, bakalan jadi momen terindah dan layak diceritakan di blog.
ReplyDeleteHuhuu,aku syedih kemaren ga nyoblos, solanya bentrok sama kerjaan yang lagi berkeliaran di hutan.
Sejak awal, rasanya juga mustahil jika semua prosedur mampu dilakukan dengan benar hihihihi :) Apalagi soal pemakaian APD dalam Pilkada ini ya ya, kan mesti diajari dulu standarisasinya dll. Ya tapi lumayan lah daripada ga sama sekali namnya juga usaha ya. Yang penting 3M nya wajib betul sih.
ReplyDeleteSalfok ama paragraf paling bawah...Dany Pomanto menang ya? Dia bukannya udah 2 periode mak? Disini juga Pilkada katanya prokes lumayan ketat sih. Tp katanya lho..aku nggak ikut nyoblos soalnya. hehehe
ReplyDeleteKalau mau hilangkan tinta celup pemilu gitu emang bisa pakai alkohol di hand sanitier gitu sih mba, sebelumnya pakai tissue basah dulu.
ReplyDeleteDuh, ternyata bener dugaanku, prokes gak 100% dijalankan, ada pakai face shield tapi gak pake masker ya apa gunanya :(
Protokol kesehatan wajib banget ya mbak di masa pandemi ini yg entah kapan akan selesai, btw disini juga sama mbak...anak2 kalau main sampai malam seperti sebelum ada c19
ReplyDeleteSemoga petugas TPS dan perangkatnya sehat semua ya kak, bertugas di tengah pandemi ini memang berat..hiks..realita tak seindah ekspektasi kita nih pelaksanaannya..
ReplyDeleteaku termasuk yang nggak bisa nyoblos pas lagi pemilu ini karena sedang isolasi mandiri :( gatau kenapa denger kumpul2 meski ada prokes pun tetep bikin tambah parno. akhirnya ngga berangkat dehhhh
ReplyDeletekok aku denger beritanya paska pilkada ada beberapa tempat yang positif covid-19, semoga kita semua dilindungi dan diberikan kesehatan
ReplyDeleteDi TPS tempatku nyoblos juga lumayan tertib dan disiplin protokol kesehatannya mba...
ReplyDeleteMeski mmg gak perfect2 amat yg penting masing2 kita aware n menjaga diri sih menurutku
Pdhal aku dulu termasuk yg pesimis pilkada terlaksana dg baik di masa pandemi ini
Buat petugas KPPSnya sih iya lengkap APDnya, tapi buat para pencoblos. Disuruh cuci tangan aja ada yang jawab, "aku kesini kan udah mandi, masa cuci tangan lagi,"
ReplyDeleteDan bener deh, banyak pencoblos yang nyelonong. Undangan udah diatur sedemikian rupa, dikasih jadwal per jam, tetep aja datangnya rombongan, terus berkerumunan.
Yah, begitulah pada akhirnya penegakan protokol kesehatan saat pilkada cuma sekadar anjuran. Implementasinya ternyata belum ideal. Tapi saya kemarin juga nggak nyoblos sih karena masih dalam masa karantina hehehe.
ReplyDeletesaya nggak nyimak sama sekali ttg persiapan pilkada ini :D
ReplyDeletebaru terpikir, untuk perlengkapan protokol kesehatan apa juga dimasukkan dalam biaya pilkada?
kalau iya...jadi nambah banyak dong anggarannya.
Btw, congrat untuk kota Makassar, akhirnya akan punya walikota dan wakil walikota yang bukan sekadar pejabat :)
ah benar sekali mbak, realitanya nggak sebagus kenyataannya
ReplyDeletekemarin pas aq nyoblos, nggak ada air buat tangan
Kalau di kota dan di pemukiman yang warganya well literated mungkin suasananya agak tertib dan mematuhi prokes ya mba, kalau di kampung dan pinggir kota sepertinya biasa aja, ada ga ada corona suasananya sama. Semoga kita semua terlindungi dan mendapat pemimpin yang baik dan membawa perubahan
ReplyDeleteWaah pasti jadi kenangan ya mbak ikut pilkada saat pandemi. Saya tidak sempat merasakannya karena di Kota Bekasi kemarin nggak ada Pilkada
ReplyDeleteAlhamdulillah pelaksanaan pilkada di tempat saya kemarin (tps saya) sesuai protokol kesehatan. Gak tahu yaa kalau ada warga yang melanggar protokol wkwkw..pas saya nyoblos, cuma berdua soalnya nunggu giliran. Petugasnya ada yang sempat gak pakai masker, tapi karena dia lagi makan. Lapar kali..wkwkwk
ReplyDeleteSelamat Makassar, sudah memiliki pemimpin terbaik untuk 5 tahun ke depan.
ReplyDeleteKemarin Bandung gak ada Pilkada, kak Niar.
Jadi menikmati tanggal merah dirumahaja.
Yah begitulah mba, bahkan petugas TPS aja banyak yang menyepelekan protokol kesehatan. Harusnya mereka memberikan contoh ya.
ReplyDeleteSelamat ya Makassar sudah punya walikota baru. Semarang kemarin pilkada hanya ada 1 paslon aja yang notabene adalah incumbent.
Masyarakatnya juga santuy sih ya ga bisa protes keras untuk benar2 totally sesuai protokol kesehatan . Tapi semoga aman2 aja ya mba yg penting kita udah berusaha patuhi protokol kesehatan
ReplyDeleteAku kemarin sempet lihat juga mba langsung Dan beneran Aman tertib juga tetap.mnjaga protokol kesehatan.. semoga aja yg terpilih bisa mnjaga amanah y
ReplyDeleteKebetulan saya di kota jadi tidak ada pilkada, tapi di sekitar rumah ada TPS yang sy lihat tidak ada antrian, bahkan petugasnya dari warga kompleks sendiri dan tertib prokesnya. Memang ga bisa dipungkiri, di tempat lain masih banyak yg mengeluh tidak sesuai standar prokes.
ReplyDeletetatacara dan realita emang banyak bedanya ya kak...Kayaknya aku pengen nulis juga sih tentang Pilkada tahun ini yang emang beda ya dengan pilkada sebelumnya... Kalo di tempatku sarung tangan dapet 2 kak..cuma akunya yang merasa ribet dengan pake 2 haha..
ReplyDeleteDi temaptku pas hari pencoblosan malah hujan jadi sedikit repot untuk mendatangi TPS.
ReplyDeleteGak kepikiran juga saya bĂb