Drama muntah di mobil ojek online sudah beberapa kali kami alami. Si bungsu Afyad, entah kenapa bawaannya merasa mabuk begitu naik ke dalam mobil. Awalnya karena saya pikir dia melihat omanya yang selalu minta jendela mobil dibuka karena tidak suka mobil ber-AC. Tidak juga rupanya. Dia jalan dengan pikirannya sendiri. Bahwa kalau naik mobil ber-AC, dia merasa mabuk.
Seperti ketika terakhir kali kami
memesan Go-Car ke salah sebuah pusat belanja grosir di kota kami. Baru saja
beberapa menit kendaraan melaju, Afyad sudah mengatakan dirinya merasa tidak
enak setiap naik mobil, rasanya mau muntah.
“Jangan muntah. Afyad tidak apa-apa.
Afyad baik-baik saja,” beberapa kali saya meyakinkannya.
Alhamdulillah, dia tak sampai muntah sampai kami
tiba di tujuan. Saya tak bawa kantong kresek. Mau ditaruh di mana kalau sampai
kejadian.
Ingat beberapa pekan sebelumnya, masih di perjalanan menuju Mal Panakukang, dia sudah muntah saja di mobil. Untungnya pak sopir punya kantong kresek di dalam mobilnya. Orangnya baik pula, reaksinya biasa-biasa saja dan di dalam mobilnya ada tisu.
Dalam perjalan pulang, drama yang serupa
terjadi lagi. Masih termakan oleh pikirannya sendiri, ditambah kekenyangan
habis meminum minuman kemasan sebelum naik ke mobil, Afyad berkeringat dingin
hanya beberapa saat setelah mobil melaju.
“Buka kaca,” Afyad meminta kaca mobil
diturunkan.
“Panas, jangan mi dih,” ujar
pak sopir.
Cuaca sebenarnya sedang mendung,
udara sedang adem tapi kalau buat orang yang terbiasa dengan AC kan bisa saja
kaca mobil yang dibuka membuatnya tak nyaman. Saya juga inginnya dibuka saja
kaca mobilnya sebab dalam mobil kecil itu ada aroma rokok. Sepertinya sang driver
habis merokok dalam perjalanannya menjemput kami.
“Merasa mabuk ki anakku, Pak,”
saya berharap pak sopir tersindir dan merasa bau rokoknya cukup mengganggu.
“Kalau bau kopi bagaimana?” tangan
sang pengemudi dengan cepat menyemprotkan parfum aroma kopi.
Ngng ..... sebenarnya parfum kopi tidak
banyak membantu tapi saya diam saja karena saya juga tak mau memanjakan anak
saya dalam perjalanan. Saya pun tak ingin memaksa pak sopir jika dia tak ingin
kami membuka kaca mobilnya. Saya ingin Afyad belajar untuk melepaskan diri dari
stigma yang dibuatnya sendiri.
Rasanya perjalanan aman-aman saja walaupun
Afyad sesekali mengeluh. Saya masih menyemangatinya, mengatakan dirinya tak
akan kenapa-kenapa.
Sayangnya, ketika rumah kami sudah
makin dekat Afyad berkata akan muntah. Saya gelagapan karena di dalam tas saya
tak ada kantong kresek. Lupa membawanya. Saya tanya pak sopir, dia tak
menjawab. Saya merogoh tas, melihat masih ada 1 tote bag terlipat rapi.
Sebelum berangkat saya memasukkan 5 tote
bag di dalam tas sandang yang saya kenakan. Empat buah tas terpakai untuk
belanjaan kami. Masih ada satu lagi yang tidak terpakai tadi. Tas berukuran
cuku besar dan tebal, terbuat dari bahan sintetis bukan kain. Sigap saya
keluarkan tas itu, menarik lepas masker Afyad, dan mengarahkan mulut tas
jinjing itu ke arah mulutnya.
Maka ... tumpah-ruahlah isi perut Afyad ke dalam tote bag. Bahannya yang tebal dan bagus, menampung isi perut Afyad dengan sempurna. Tak ada yang bocor. Beberapa percikan pada celana Afyad dan tas sandang, dengan cepat saya bersihkan dengan tisu milik pak sopir. Saya periksa jok mobil. Aman, tak ada percikan muntah di sana.
Pak pengendara mobil terlihat
biasa-biasa saja. Saya tak bisa menebak isi pikirannya. Dia masih terlihat
sopan sampai mobil berhenti di depan rumah kami. Kami bertiga turun dari mobil.
Sekelebat saya menangkap pak sopir menyapu pandangan ke arah jok mobil tempat
saya dan Afyad duduk.
“Ndak ada ji tumpah di
mobil ta’, Pak. Saya sudah periksa. Ndak kena muntah ji,”
ucap saya padanya dengan nada ramah.
Satu pelajaran buat saya hari itu,
harus sedia kantong kresek ketika berperjalanan dengan Afyad sambil terus
memotivasinya agar tak selalu termakan pikiran negatif.
Saya yakin pak sopir juga dapat
pelajaran penting pada sore itu. Yaitu, kalau habis merokok dan ada yang minta
kaca mobil dibuka saja maka lakukanlah daripada penumpangnya muntah. Beruntung
sore itu jok mobilnya masih bersih.
Makassar, 2 Januari
2021
Tulisan ini merupakan satu dari
sekian banyak cerita drama ojek online di blog ini. Silakan browsing dengan
kata kunci drama ojek online. Ini dua di antaranya
- Drama Ojek Online: Dibentak Driver
- Drama Ojek Online: Ketika Titah Alamat Membingungkan untuk Ditelusuri
Share :
Seperti saya, terkadang kalau ada aroma yang tak enak didalam mobil, sering merasa mabuk jadi sering menutup hidung pakai kerah baju.
ReplyDeleteSaya dulu juga begitu. Mobil ber-AC, berpewangi, langsung kliyengan mabuk. Naik bus apalagi. Tapi kl kena angin dr jendela enggak.
ReplyDeletePernah dulu perjalanan ke Semarang naik bus. Duh sy udah khawatir mabuk. Berdoa supaya ga mabuk.
Sampai tengah perjalanan bus mogok. Pindah ke bus lain yg udah penuh. Berdiri sepanjang sisa perjalanan. Tidak mabuk!
Masya Alloh. Doa saya terkabul dg cara yg unik.
Sekarang kl naik mobil sdh tidak mabukan lagi. Kt suami saya, "Ibu udah lulus."
Alhamdulillah. Mungkin krn disopiri suami sendiri, jd kl mual bisa minta pelan, berhenti dulu dsb.
Wah, omanya Afyad sama kaya saya, mesti buka jendela kalau naik mobil. Alhamdulillaah selama ini naik taksi atau gocar sopirnya selalu membolehkan buka jendela.
ReplyDeleteAnakku 2-2 nya dulu pemabuk darat jg mba. Tiap naiiik mobil pasti muntah. Malah si Kaka pernah sekali muntah di pesawat. Pusiiiing aku.
ReplyDeleteTapi nth Napa yaaa, umur 4 tahun ilang, ga ada LG muntah2, bahkan pas aku road trip ke Jogja kmrn, mereka sukses ga ada muntah blas. Pdhl aku ga ksh Antimo anak juga. Syukurlaaah, udah seneeeeng, jd kalo ntr udh bisa traveling jauh, aku udh agak yakin mereka ga akan muntah di kendaraan umum
Eh tapi, ttp sih aku slalu sedia plastik di tas juga di mobil. Utk jaga2