Membincang perempuan dalam dunia lelaki, saya punya pengalaman pribadi, pernah kuliah di Fakultas Teknik Unhas 1992 – 1997. Pada zaman itu, menjadi mahasiswa baru mendatangkan ketakutan tersendiri karena harus melalui masa perpeloncoan yang sudah terbayangkan seramnya karena cerita mereka yang lebih dulu menjalaninya.
Kenangan yang
Takkan Pernah Terlupakan di FT Unhas
Yes, perpeloncoan FT Unhas pada
masa itu memang “menyeramkan” tapi tak semenyeramkan perkiraan
orang-orang di luar FT Unhas. Saya mendapatkan pembelajaran tersendiri selama
mengikuti masa Opspek (nama kegiatan masa orientasi mahasiswa baru ketika itu).
Satu poin plus-nya,
para lelaki menjaga kami – para mahasiswi dengan baik. Sama sekali tak boleh
senior lelaki seenaknya terhadap yunior perempuan apalagi melakukan pelecehan.
Kontak fisik sama sekali tak dibolehkan. Lalu senior perempuan bagaimana?
Beberapa ada yang galak, ada yang main tangan dan tega menampar jika tak suka pada mahasiswi yang berurusan dengannya tapi lebih banyak seniorita yang baik hati. Gemblengan fisik dan mental menjadi makanan kami sehari-hari. Di samping itu, ada materi-materi pengembangan diri yang pada ujung masa orientasi mengantarkan kami kepada semangat “we are the champions”.
Dibandingkan menjalani
kuliah selama hampir 5 tahun, sesungguhnya Opspek jadi terasa tidak ada
apa-apanya. Berkutat dalam dunia yang didominasi laki-laki memang harus kuat
mental agar bisa selesai dengan baik. Kabar baiknya, yang nilainya bagus-bagus
dan selesai paling awal itu tuh kebanyakan perempuan!
Tak Ada Dispensasi
“Hanya Karena Perempuan” di Fakultas Teknik
Begitu lulus kuliah,
rasanya bahagia telah menaklukkan suatu tantangan. Lalu apa selanjutnya, itu
urusan belakangan π. Berada di dalam dunia
yang didominasi laki-laki itu menantang. Harus tahu risikonya, tidak boleh
meminta keistimewaan hanya karena berjenis kelamin perempuan.
Masih mendinganlah ya saya
di Teknik Elektro, perempuan di angkatan saya itu ada belasan dari 100-an
laki-laki. Cukup banyak perempuannya dan kami tak ada tantangan fisik selain
begadang mengerjakan laporan praktikum/tugas atau belajar.
Berbeda halnya dengan
teman-teman yang di Teknik Geologi, anak Geologi juga dituntut untuk kerap
keluar-masuk alam bebas sembari menggendong ransel berat berisi bebatuan. Apakah ada
dispensasi untuk perempuan? Tidak.
Perempuan di
Dunia Politik: Bukan Semata Affirmative Action
Makanya ketika menyadari
dunia politik yang juga identik dengan dunia lelaki dan memang hanya sedikit perempuan
yang meminatinya sebagaimana dunia ngampus di FT, rasanya sayang kalau
meminta dispensasi. Saya dan suami pernah berbincang tentang hal ini. Kalau
memang punya kapasitas, tak perlulah angka 30% itu, bisa koq 50% kursi
legislator diduduki oleh perempuan kalau memang kompeten.
Sayang saja sih, sudah
diberi kuota 30% tapi tidak semuanya benar-benar bisa membuat perempuan percaya
bisa mempercayakan suaranya kepada mereka. Misalnya nih, saya pernah bertanya
kepada seseorang perempuan yang meminta saya memilih kerabat dekatnya – seorang caleg
perempuan saat pemilu lalu.
Ketika saya tanyakan apa
program unggulan dari si caleg yang bisa saya jadikan dasar untuk memilihnya,
orang yang menghubungi saya ini tidak bisa memberikan jawaban baik dan
memuaskan padahal dirinya mantan anggota legislatif juga. Responnya waktu itu
malah membuat saya justru punya alasan kuat untuk tidak memberikan suara pada
kerabat dekatnya itu.
Ya … maaf-maaf saja, saya memberikan suara kepada orang yang bisa saya percayakan. Kalau tidak, kenapa saya harus berikan suara saya sekalipun dia kerabat atau sahabat saya? Kalau misalnya dia terpilih dan besok-besok ada apa-apa kan saya berdosa juga karena sudah menjadi pendukung yang membuat dirinya terpilih?
Kalau misalnya saya
memilihnya lalu saat reses dia malah pergi berlibur dan bersenang-senang,
apakah saya tidak akan menyesal nantinya? Bukannya si caleg akan melakukan hal
ini sih ya, masalahnya memberikan jawaban seputar program kerja saja tak bisa,
lalu atas dasar logika apa yang bisa saya pegang untuk memilihnya?
Lagi pula ada koq
kejadiannya, anggota legislatif yang ketika reses malah pergi liburan bersama
keluarganya. Ini bukan omong-kosong. Jadi ya, saya pikir perempuan in syaa Allah
akan mendapatkan dukungan yang semestinya jika dia memang mumpuni. Soal
kapasitas dan kompetensi, perempuan bisa koq melakukan banyak hal.
Hal-hal di atas mengemuka lagi
di benak saya setelah mengikuti diskusi di Zoom Cloud Meetings yang
diselenggarakan oleh Table 10 – terdiri atas 4 orang ibu dosen (Ibu Faridah Ohan,
Ibu Chitra Rosalyn, Ibu Arnidah Kanata, dan Ibu Farida Aryani) dari Universitas
Negeri Makassar pada tanggal 4 April lalu.
Salah satu kegiatan reuni FT Unhas 2018 di kampus baru FT Unhas. Sumber foto: FB Kak Sapri Pamulu |
Diskusi bertajuk Perempuan di Ruang Publik ini mengetengahkan Prof. Nurul Ilmi Idrus, MSc, Ph.D (Rektor Universitas Muslim Maros) sebagai nara sumber. Prof. Ilmi mengatakan bahwa dalam melakukan sesuatu ada yang melihat seseorang itu dari … “apakah dia perempuan atau laki-laki”.
“Dunia politik diidentikkan sebagai dunianya laki-laki dan ketika berbicara tentang kuota, dianggap perempuan dimanjakan dengan kuota 30% padahal kalau berbicara kuota itu kan affirmative action, menunjukkan bahwa perempuan tertinggal di dunia politik jadi dilakukan affirmative action di dunia politik. Jadi sepanjang kuota 30% ada maka itu menunjukkan ketertinggalan perempuan di dunia politik.”
Alih-alih “dimanjakan” maka
bagaimana menunjukkan kemampuan perempuan seharusnya adalah dengan meraihnya. Jadikan
kuota 30% sebagai sesuatu yang harus diraih bukannya diperoleh sebagai
pemberian, kurang lebih makna ini yang saya tangkap dari diskusi tersebut.
Dikaitkan dengan posisi “mahasiswi” di dalam Fakultas Teknik,
tak pernah ada usulan kuota sekian persen tetapi siapapun perempuan yang tangguh
di dalamnya, dia berhak mendapatkan penghargaan sesuai perannya.
Kesempatan
Bagi Perempuan yang Memiliki Kapabilitas
By the way, Ibu Faridah Ohan dan 2
mahasiswi lainnya (Fitri Kanata dan adik saya Mirna Yuniastuti) pernah mewakili Himpunan Mahasiswa
Elektro (HME) FT Unhas dalam pertemuan Telecommunication Summit - sebuah event internasional yang diselenggarakan oleh ITB di Bandung,
lho sekira tahun 1996. Dari sekian banyak mahasiswa, 3 peserta yang terpilih
perempuan semua padahal mentor-nya lelaki semua!
Nah, begitu pun ketika perempuan
yang sarjana Teknik masuk ke dalam dunia kerja dalam bidang teknologi, tidak
pernah ada urusan kuota perempuan di dalamnya. Buktinya ada saja perempuan yang
bisa mencapai kedudukan sebagai leader yang disegani. Pada posisi itu,
orang tak berbicara gender lagi melainkan kapabilitas dan kualitas.
SEO Moms:
Mamak-Mamak dalam Dunia Lelaki
Ah, lagi-lagi saya mengingat-ingat
masa kuliah dulu. Masa-masa selama di kampus itu punya andil dalam membentuk
kepribadian saya hingga saat ini. Ingatan itu nyambung dengan keinginan belajar
SEO (Search Engine Optimization) lebih serius lagi.
Dunia SEO dalam dunia blogging identik dengan “dunia lelaki”. Saya pun mencoba ikut lomba SEO yang melelahkan (karena menguras energi bagaikan lari marathon). Pernah menang satu kali, lebih sering kalahnya tapi saya belum kapok. π
Bedanya dengan para lelaki
yang menggeluti SEO, saya masuk melalui “jalur belajar” di SEO Moms Community. Sebuah komunitas yang
beranggotakan mamak-mamak yang seminat dalam mempelajari SEO.
SEO itu pengetahuan khusus
yang mempelajari cara-cara agar sebuah artikel atau blog bisa mencapai posisi page
1 untuk kata kunci tertentu. Pengetahuan ini tentunya berbeda dengan
sekadar menulis. Untuk menulis pun ada hal-hal yang harus diketahui secara
khusus tapi itu hanya sebagian.
Uniknya, SEO Moms didirikan oleh seorang SEO maker bernama beken Bang Qbenk yang tinggal di Kubu Raya, Kalimantan Barat. Satu-satunya lelaki dalam komunitas yang jadi the one and only suhu ini mendirikan SEO Moms dengan tujuan bakti kepada almarhumah ibudanya.
Beliau ingin membagikan
ilmu SEO yang dimilikinya untuk membantu mamak-mamak blogger seindonesia
yang ingin belajar SEO secara serius tanpa membedakan platform blog.
Semoga semua yang beliau ajarkan kepada kami yang tanpa mengharap imbalan sepeser pun dari kami menjadi amal jariyah bagi
ibundanya, perempuan tangguh yang punya peran besar membentuknya menjadi SEO maker
dari seorang kuli bangunan.
Ah ya, ngomong-ngomong kami menyelenggarakan temu online internal tanggal 21 April ini. Sengaja dipilih tanggal cantik 21421, pas di momen Hari Kartini untuk sejenak mengingat Ibu Kartini yang tak pernah berhenti belajar dan berkarya dalam statusnya sebagai ibu rumah tangga – kurang lebih miriplah dengan kami. π
Perempuan dan
Laki-Laki: Sebuah Relasi yang Manis
So sweet-nya, semua kisah ini bagi
saya inilah bukti bahwa perempuan dan lelaki memang berelasi sangat erat dan
tidak usah dipertentangkan mana yang lebih superior. Dominasi bukan berarti
persaingan semata namun bisa juga melahirkan kolaborasi dan sinergi dalam karya.
Panjang juga ya tulisan
ini. Intinya saya mau bilang, mau apapun peran kita selain sebagai perempuan, termasuk ibu rumah tangga, mau itu dia punya
peran di ranah publik atau hanya di ranah domestik, perempuan tidak boleh
berhenti belajar dan berkarya, seperti Ibu Kartini tanpa mengabaikan
nilai-nilai agama yang kita anut.
Efeknya akan sangat
positif, bukan hanya kepada diri sendiri namun juga kepada anak-anak dan
sekitar kita. Bukan begitu?
Makassar,
21 April 2021
Disclaimer:
Apa yang saya tulis ini opini pribadi.
Share :
Dewi senang bisa berjumpa lebih hangat dan akrab di SEO Moms Community dengan mbak Mugniar. Ga ngira nih, ternyata sejak tahun 1992 mbak Mugniar sudah banyak terlibat dalam dunia yang berbeda dari perempuan. Salut deh! Hingga pencapaian yg diperoleh mbak Mugniar saat iniππΌπ
ReplyDeleteSenang juga sudah "bertemu" banyak teman di dunia blogging dan SEO Moms, terkhusus Mbak Dewi yang selalu aktif,kreatif, dan inovatif. π
DeleteKalo aku diminta utk memilih seseorang SBG anggota dewan,mau laki2 ato wanita, tp dia ga sendiri ga bisa memberikan poin2nya kenapa hrs dipilih, akupun bakal nolak mba. Udh kliatan yg begitu itu ga akan bisa amanah -_- .
ReplyDeleteSetujuuu lah, wanita itu ga boleh berhenti belajar di manapun posisinya. Bahkan ibu rumah tangga aja banyak yg msh bisa dipelajari walo hanya di rumah. Sekarang ini tinggal, mau ato ga utk trus belajar :).
Nah iya kan ... masa sih tidak punya program unggulan apa yang bisa diceritakan. Tidak semua orang akan memilihnya hanya karena kenal kan.
DeleteAshiap, Mbak Fanny. Toss π
Masya Allah, benar mbak. Saya rasakan sendiri. Dulu berpuas diri karena 'di rumah saja', begitu era pandemi banyak webinar saya manfaatkan banget. Ternyata haus ilmu tuh saya.
ReplyDeleteJadi minoritas perempuan pernah juga di jurusan dan pekerjaan. Memang benar, jangan karena 'wanita' minta diistimewakan