“Suka Tapi Tidak Mau” – ungkapan ini saya kira merupakan perbedaan generasi X dengan anak-anak mereka dari generasi Z. Orang-orang dari generasi X mungkin tidak mengucapkan hal ini ketika ditawari makanan, berbeda dengan anak-anak dari generasi Z.
Seperti keponakan saya ketika
ditawari Oma (ibu saya), apakah dia suka nasi kuning. Dari sini saja
sebenarnya sudah kelihatan akan ada kesalahan komunikasi. Karena bagi beliau
yang berasal dari utara, “suka” dan “mau” bisa bermakna sama.
Keponakan menjawab, “Suka
tapi tidak mau.”
Sebenarnya Oma bingung
dengan istilah “suka tapi tidak mau”, ya mungkin orang-orang dari generasinya
(sebelum generasi baby boomers) juga tidak memiliki istilah itu dalam
kamusnya. Jadi kepada ayah saya, beliau menginstruksikan supaya membeli nasi
kuning karena cucunya mau makan nasi kuning.
Nah, di sini saja – sebagai seorang penulis, saya sudah melihat kerancuannya karena suka dan mau memiliki makna yang berbeda.
Ketiga anak saya persis
seperti sang ponakan. Saya dulu pernah keki sama si sulung Affiq. Menawarinya
makanan yang dia suka tetapi ternyata dia tak mau makan. Rupanya dia sedang
dalam moda “suka tapi tidak mau” itu.
Si anak tengah Athifah
juga, pernah membuat saya keki. Saya sudah mengupayakan memasak makanan
kesukaannya tetapi dia tidak antusias memakannya. Tak seperti imajinasi saya, saya
mengira dia akan melahap masakan mamaknya dengan sukacita dan wajah
berbinar-binar ceria.
Ternyata tidak
saudara-saudara. Tanggapannya B saja tuh lalu saya susah-payah membujuknya supaya
mau makan.
“Kita dulu mana ada bilang
‘suka tapi tidak mau’, ya. Kalau ada makanan kesukaan, pasti dimakan. Begitu,
toh?” ujar saya kepada adik yang berselisih usia hanya satu tahun dari saya.
Dia mengiyakan.
Ketika pertanyaan yang
sama saya berikan kepada suami, dia juga mengiyakan. Jadinya, dengan pengalaman
3 orang yang berasal dari generasi X ini, saya mengambil kesimpulan prematur bahwa
“suka tapi tidak mau” merupakan perbedaan sikap antara kami dan anak-anak
kami yang berasal dari generasi Z.
Dahulu saya selalu
menyambut dengan sukacita, kapan pun makanan kesukaan diberikan oleh orang tua
atau siapa saja. Suatu ketika, almarhumah tante yang tinggal bersama kami di
rumah membawakan saya 10 potong hati ayam yang berasal dari 10 ekor ayam.
Saat itu beliau membantu
kerabat kami masak untuk sebuah acara. Waktu itu saya memang doyan sekali makan
hati ayam sampai-sampai pernah menanyakan ke ibu, kenapa ayam itu hatinya cuma satu.
Kalau hatinya banyak kan makannya puas hahaha tapi ini hanya satu, kan bikin
penasaran saja.
Makanya tante yang kebagian
tugas memasak ayam, memintakan hati ayam spesial untuk saya. Beliau memasakkan
hati ayam goreng. Betapa sukacitanya saya, setiap hari makan hati ayam, bisa 3
kali sehari saja seperti minum obat. Saya makan 10 hati ayam itu dengan tekun
dan sabar, berhubung tak ada yang semaniak saya terhadap hati ayam maka saya
yang menguasainya.
Mulanya saya makan dengan sangat lahap. Lama kelamaan mulai jenuh tapi tetap sabar mengonsumsi hati ayam. Tak pernah ada kata menolak untuk jenis makanan favorit meskipun … ketika jumlah hati yang dimakan (kira-kira) sudah di atas 7, rasanya mulai eneg apalagi rasanya sudah tak segar lagi.
Sudah ada nuansa kecut
dalam citarasa si hati ayam kesekian tapi saya tetap memakannya. Rasanya
seperti mendapatkan challenge berharga, menamatkan kesepuluh potong hati
ayam demi kepedulian dan rasa sayang tante terhadap saya maka saya tak boleh
menyia-nyiakannya.
Apakah saya punya pikiran
berhenti makan atau menolak, atau memberontak? Oh tidak, saudara. Saya tabah
sampai akhir! Akhirnya kesepuluh hati ayam saya tuntaskan tanpa sisa! Hebat,
kan Mugniar kecil? 😆🙈
Nah, sikap seperti ini
sama sekali tak ada dalam diri ketiga anak saya tapi ini bukan berarti jelek kok.
Saya pun tak membanggakan dan membandingkan untuk menghakimi. Sah-sah saja
mereka punya sikap. Saya hanya excited sendiri, merasa telah menemukan
satu perbedaan karakter dengan anak-anak dalam hal “mengambil sikap ketika
ditawari makan”.
Saya menghargai kok sikap
seperti ini. Unik. Saya hanya harus belajar terus memahami dan menyelami
karakter mereka. Jangan lagi-lagi menanyakan tentang makanan dengan pertanyaan yang
mengandung kata suka, melainkan harus menggunakan kata “mau” supaya tak kecewa
akhirnya.
Yah begitulah, kawan,
cerita ngalor-ngidul kali ini. Anda punya pengalaman serupa ini, tak? Cerita
yuk dalam kotak komentar di bawah!
Makassar,
20 Juni 2021
Share :
nah iya banget ini kejadian sama aku yang sangat picky2 sama makanan, harus banget bisa bedain kata mau dan suka tiap kali mungkin ada yang nawarin makan, kalo mau ya bilang mau jangan bilang suka tapi tak mau atau kebalikannya heheh
ReplyDeleteHihi perbedaan memahami istilah sih ya. Dalam kisah di atas, dari ibu saya, kata mau dan suka disamaartikan.
DeleteWah! Anak2 bunda waktu kecil yang bunda ingat sangat nyantel di otak bunda ke-4 buah hati bunda itu memang pada punya makanan kesukaan yg berlainan. Bunda tuliskan aja ya kesukaan anak perempuan bunda yg ketiga ya tumisan cumi asin yg kecil2 divariasikan dengan cabe ijo (dibuang bijinya) tpiii sebelum dibuat bunda tanya dulu. Jawabannya bikin hati bunda berteriak "iiiyyeesss!": "iya Ma, Luli suka banget dan maauuu doonk." Nah seleranya tetap gak berubah ketika lauk itu tersaji. Hehe...tau gak sih kawan 1/4 kg tumis cumi kecil2 di wadah sebuah mangkuk itu tandas dimakan tanpa nasi secuilpun! Hingga usianya saat ini 51 th tetap sama jawabannya kl bunda mau buatkan tumis cumi kecil2: "Iya Ma, sukak dan jelas mau dooonk!" Ada tambahan jawabannya: "Mama jngn capek2 ya? I love u, Mom." Hihi beda2 dikit ya jawabannya sama permata hati Niar.
ReplyDeleteSuka sama cara anak Bunda menjawab tawaran dimasakin 😍
DeleteWah, suka tapi tidak mau?
ReplyDeleteUntung anak anakku ga ada yang kayak gitu, kecuali kagi sakit misalnya. Kalo sampe udah dimasakin cape cape ga dimakan emang sedih Niar...
Jadi aku juga sekrang pake strategi. Kalo minggu ini udah : asin, goreng dan gurih, maka minggu depan : manis dan rebus. MInggu depannya lagi : asin, goreng dan rebus. Minggu depannya lagi : Manis, rebus.
Membantu banget kalo di keluarga aku mah...
Iya nih tapi semakin besar jadi tahu kalo saya sebaiknya bertanya. 🤭
DeleteSaya baru tau kalau kata "suka, tapi tidak mau" ternyata bisa berkaitan dengan generasi. Karena sejak dulu pun saya memahami kalau suka dan mau adalah 2 hal berbeda.
ReplyDeleteJadi, kalau menawarkan makanan, biasanya saya akan mengatakan, "kamu mau makan nasi kuning?" Bisa juga dengan kalimat lebih panjang. "Kamu suka nasi kuning? Mau gak sekarang makan nasi kuning?"
Tetapi, anak-anak saya selalu makan apa yang saya hidangkan. Karena memang selalu dibiasakan makan apa yang disediakan. Dan saya gak pernah mau menawarkan alternatif makanan lain kalau anak-anak menolak makanan yang sudah saya masak. Sesekali aja saya tanya mau dimasakin apa. Atau mereka sendiri yang request lagi pengen dimasakin apa.
Kesimpulan "prematur" saya, Mbak. Belum sahih 🤭
DeleteAkhirnya semakin besar, anak2 saya mampu berdamai dengan saya .... sama kayak Mbak Chi, setelah diharuskan makan sesuai apa yang ada. 😂
Kadang masih nanya mau masak mi instan misalnya padahal ada lauk. Nah, setelah saya bilang besok saja, masa ada lauk mau makan mi, baru deh mau.😁
Ungkapan yg familiar bagi saya Mbak Niar. Dua bocah saya sering bilang "suka tapi lagi nggak mau". Ada lagi-nya hahaha.
ReplyDeleteTerkait dengan kesimpulan prematur Mbak Niar, saya jadi nginget2 nih, dulu waktu kecil saya gimana ya? Kok saya lupa loooh hihihi. Rasanya, waktu itu saya lahap makan. Beda banget sama anak2 saya yang picky :D
Iya juga ya Kak. Suka tapi bisa aja lagi sedang gak mau makan yg itu. Bisa aja sih ya. Anakku pernah begini. Ya walau suka tapi kalu udah full perutnya, wajar juga kalo gak mau ya. Haha. Mesti cerdas berbahasa nih
ReplyDeleteGenerasi sekarang itu lebih kepada berani untuk menyampaikan pendapat dan prinsip sih menurutku, jadi lebih punya sikap. Kadang bagi orangtua jadi seperti ngga sopan yah, tapi memang bagus juga sih. Pola asuh sekarang juga menyarankan kita untuk tidak memaksakan kehendak sih. Cuma kalo aku sendiri kadang suka dikasih tau, sebaiknya coba dulu sedikit jangan sampai tidak disentuh sama sekali untuk menghormati yang tuan rumah atau penyedia makanan. Ini ku lakukan supaya gap nya ga terlalu jauh dan tetap saling menghargai.
ReplyDeleteAnak-anak sekarang beda dengan generasi kita mbak, ini yang aku lihat dari anakku dan keponakanku. Mulai dari soal makananpun kalau di rumah aku selalu kasih pemahaman dulu dan selalu melibatkan anakku untuk memilih menunya. Karena ini juga merupakan salah satu cara supaya makanan tak sia-sia. Soal kebiasaan sehari-hari pun aku selalu kasih tau tata laksana yang benar biar gak cuek-cuek saja di rumah.
ReplyDeleteWah, berarti bisa nih saya dimasukkan dalam generasi Z karena dulu, saya beberapa kali bilang ke orang tua "suka tapi tidak mau" Hahaha.
ReplyDeleteAtau itu indikasinya kalau saya sejak dulu suka membangkang yah?
Hiii ... ngerinya, hahaha.
Mbak Niar, ini kok bener banget ya. Anak-anakku pun ada masanya "suka tapi tidak mau". Tapi kalau aku mengamatinya sih, kalau kita tahu anak suka sama makanan tertentu kita cenderung ngasih mereka makanan itu terus dengan harapan mereka lahap. Padahal mereka juga punya rasa bosan, atau ya lagi seleranya makan yang lain.
ReplyDeleteSama kek ceritanya Mbak Niar kecil, bedanya anak sekarang sudah bisa mengkomunikasikan perasaan mereka. Sedangkan zaman kita kecil cenderung pasrah dan menyenangkan hati orang lain.
Yah, sebagai orang tua kita cuma bisa belajar memahami mereka ya sambil belajar cara komunikasi yang benar biar nggak salah paham kalau suka bukan berarti mau.
Kita memang harus banyak belajar. Apalagi punya anak , ya belajar sesuai zamannya. Kalo saya biasa aja waktu anak bilang istilah suka tapi tidak mau. Malh ada lanjutan ya. Tidak mau sekarang tapi nanti :)
ReplyDeleteAgak tricky yaa,,,menghadapi anak gen Z ini.
ReplyDeleteAku suka terpana mendapati banyak ilmu pengasuhan zaman sekarang. Tapi aku rasa, sebagai orangtua harus banget tuh...masuk ke dunia mereka.
Seperti anak-anakku, suka sekali bermain online dan sering membujuk mamaknya buat ikut.
Tapi aku jenuh melihat permainan online yang jalan kesana-kemari gak ada lawannya.
Ini jadi aku yang suka tapi tidak mau yaa..?
Hhahaa...mbulet siih..
Pokoknya, jangan berhenti belajar memahami ananda.
Agar anak-anak tidak mudah mengikuti arus (buruk) dari pergaulan zaman sekarang.
Aku juga suka bilang kayak gitu misalnya ditawarin apa gitu makanan apa gitu kalau aku sih aku suka makanan itu tapi bisa aku nggak mau makan itu
ReplyDeleteSuka tapi nggak mau, kayak mantan yang nikah sama orang lain hahha (kayak punya mantan aja nih, padahal enggak). Iya itu, karena jaman sudah berubah, cara kita dan anak-anak juga sudah sangat berbeda ya mbak.. Suka? iya suka, tapi kalau pas nggak mau ya jadinya nggak suka :D. Saya belum ada pengalaman mbak, anak-anak masih manut manut saja kalau diminta makan makanan yang sudah ada. ^^
ReplyDeleteaku juga makan hati ayam suka mba. tapi ga suka sama empelanya. cuma biasanya sekali makan ya paling 2-3biji saja kalau banyak2 sampai 10 gak pernah sekali makan. mungkin anak mak niar dah gede2 kalau aku masih iya2 aja seh jadi mau mau aja selama ini entah kalau dah gedean
ReplyDeleteSaya juga gitu, banyak makanan yang saya suka tapi tidak mau. Contohnya gorengan. Suka karena enak tapi tidak mau karena banyak mengandung minyak. Haha.
ReplyDeleteBaru dengar jawaban seperti itu Kak hihi soalnya anakku tukang makan jadinya kalau suka ya langsung dilahap hehe...kebayang enegnya makan ati ayam kebanyakan hihi
ReplyDelete