Cerita Tentang Rumah Masa Depan – Rindu dengan bulir bening menggenang mengantarkan saya menyapa sepupu-sepupu dari pihak Mama pagi ini. Tiba-tiba teringat keakraban Mama dengan kerabatnya. Bagaimana kekhasannya menelepon dan saling bertukar kabar dengan mereka.
Teringat Om yang senantiasa
menanyakan kabar Papa dan Mama ketika kedua orang tua terbaring sakit. Padahal
kondisi beliau juga di tempat tidur terus. Sebagai penyintas covid, saya senang
beliau senantiasa mengupayakan video call dengan orang tua kami.
Teringat bagaimana suara
tangis Tante berbicara kepada saya, mengungkapkan rasa dukacita
ketika Mama meninggal
dunia, lalu Papa berpulang selang dua hari setelahnya. Pada putri
bungsunya, saya titip salam pada kedua orang tuanya. Rupanya begini rasanya,
mengingat kebaikan beliau juga berarti mengingat orang tua sendiri.
Kepada seorang sepupu di Gorontalo yang tiap hari menyapa melalui pesan-pesan gambar di Whatsapp, saya sapa. Tak selalu saya ngeh dengan pesan-pesannya akibat banyaknya grup yang aktif. Kadang kala baru 5 hari kemudian baru saya lihat ada pesan gambar darinya. Biasanya sekadar emotikon yang saya berikan karena pesan gambarnya serupa ungkapan rasa atau motivasi.
Kali ini si kakak sepupu menanyakan kabar. Saya jawab kami baik-baik saja lalu saya tanyakan balik kabarnya. Relatif baik-baik saja katanya, kadang-kadang sakit karena faktor U. Seingat saya usianya sudah kepala 6 atau nyaris kepala 6, jadi saya maklum apa yang dirasakannya. Saya saja yang lebih muda darinya, saat ini merasa gampang lelah tidak sekuat dulu begadang mengerjakan tulisan. Eh 😅.
Semoga kabar Mama dan Papa
baik-baik saja di alam barzakh sana. Mau di mana pun makamnya, sampainya
ke alam barzakh. Kalau bicara soal kuburan, saya jadi ingat Rumah Masa
Depan – istilah untuk pekuburan umum orang Gorontalo di Makassar. Saya masih ingat
bagaimana Mama bertahun-tahun berkutat dengan urusan pekuburan itu.
Mama dulu bertindak sebagai
bendahara RMD sekaligus mengurusi perizinan area kuburan yang terletak di Samata,
Kabupaten Gowa itu. Bersama seorang kerabat, ke sana ke mari mengurusinya. Membuat
catatan pembukuan untuk mereka yang dimakamkan di sana.
Syarat orang Gorontalo
warga Makassar dimakamkan di sana hanyalah: punya sertifikat sebagai bukti
sudah membayar. Di luar itu, yang bisa dimakamkan hanyalah yang sedang berobat
dari kota lain dan tiba-tiba meninggal di Makassar. Atau mahasiswa asal
Gorontalo yang lagi kuliah di Makassar.
Namuuuun, namanya manusia
ya, ada saja yang mau melanggar aturan itu. Saya sering gemas mendengar
percakapan melalui telepon. Beberapa orang yang sudah Mama beri penjelasan
mengenai aturan pemakaman, tetap keukeuh memasukkan yang tidak masuk
dalam ketentuan. Daaan, namanya manusia, ada saja cerita beredar di belakang.
Yang karena begini-begitu
makanya bisa dimakamkan di sana bla bla bla yang hanya rekaan manusia yang
sebagian tidak benar. Syukurnya, akhirnya jabatan bendahara RMD itu bisa
dilepas juga, dipindahkan ke seorang sepupu. Kasihan lihat Mama yang usianya
sudah sepuh berurusan dengan urusan seperti itu.
Qadarullah, Mama dan Papa tidak
dimakamkan di RMD padahal keduanya memiliki sertifikat untuk dimakamkan di sana.
Sewaktu Mama meninggal, seorang sepupu mengatakan kepada saya, sepertinya bisa
yang meninggal covid dimakamkan di pemakaman keluarga asalkan diselenggarakan
sendiri.
Jadilah saya menelepon
kepada penanggung jawabnya yang sekarang. Saya bilang, tak hendak memaksa,
hanya bertanya. Jika boleh, alhamdulillah, jika tidak, saya tak mau
memaksa. “Warga setempat berkeberatan,” kata beliau.
Saya dan adik-adik tidak mempermasalahkan
hal itu, kami mencari cara lain. Masya Allah, atas bantuan sepupu dan
juga Pak Danny Pomanto, dengan cepat kami dapatkan kuburan di Sudiang. Legal,
bukan sembunyi-sembunyi mengaku-aku jenazah umum. Alhamdulillah tidak
perlu sogok-sogok. Memang ada yang harus dibayar tapi masih dalam batas wajar.
Proses mendapatkan tempat di pemakaman berlangsung cepat. Mama meninggal pukul 2.45 dini hari, pukul 10 sudah dibawa ke pemulasaran jenazah di RSU Daya. Papa berpulang pukul 11, pukul 13 sudah dijemput ambulans dan tim berhazmat untuk dibawa ke tempat pemulasaran jenazah di RS Daya.
Tatacara pemakaman covid pun
berlangsung lancar dan manusiawi. Masya Allah, adik perempuan saya
memandikan ibu kami, dengan mengenakan hazmat bersama satu orang petugas dan
satu orang sepupu yang juga behazmat. Saat itu saya harus tinggal di rumah
menemani Papa.
Ketika Papa yang
berpulang, semua yang memandikan hanya keluarga dekat Papa: anak, menantu, dan
cucu. Adik laki-laki saya, adik ipar, suami, dan anak sulung saya. Mereka
berempat mengenakan hazmat untuk memandikan Papa. In syaa Allah Papa tenang
di alam sana karena sesuai dengan keinginannya yang ingin dekat anak dan cucu. Malah
tak ada orang lain yang memandikan beliau.
Lalu saat peti diturunkan
ke dalam liang kubur, kami semua bisa menyaksikannya. Kami bisa menyaksikan
makam keduanya berdekatan. In syaa Allah ada penanda yang membuat kami
mengingatnya dan bisa menemukannya jika ke sana lagi.
Masya Allah lancar, semoga ini
berkah dari kesibukan Mama di masa lalu, ke sana ke mari mengurusi RMD. Walau
tak menempati RMD, semua proses penyelenggaraan jenazah hingga penguburan kedua
orang tua berjalan sangat lancar dan kami bisa memastikan semuanya
sesuai dengan tatacara Islam dengan terlibat sendiri di dalamnya. Berkah
lainnya, sekaligus bisa menjadi fakta bagi mereka yang suka berpikiran negatif dan
menyangkal
atas kematian dengan perantaraan covid-19.
Makassar,
22 Oktober 2021
Share :
0 Response to "Cerita Tentang Rumah Masa Depan"
Post a Comment
Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^