Aminah Akil Silk: dari Sengkang Hingga Mancanegara – Kedatangan Kak Ida Sulawati sebagai penghuni baru dalam usaha kain tenun Sengkang milik keluarga suaminya pada tahun 1990-an membawa banyak perubahan. Usaha yang bermula tahun 1950-an, milik kakek dari suaminya ini mulanya menggunakan keranjang-keranjang sebagai tempat meletakkan sarung tenun sutera.
Dinamika Penghuni Baru
Setiap ada calon pembeli
yang ingin melihat, sekira 3-4 keranjang berisi hingga 20 sarung sutera diambil
dari dalam rumah dan dibawa ke hadapan tamu. Memberikannya ide untuk mengusulkan
kepada mertuanya pengadaan lemari penyimpanan produk. Walau terlihat usulan ini
sepele namun pelaksanaannya ternyata tidak sederhana.
Saat masuk ke keluarga
suami, sedang tinggi-tingginya permintaan sarung sutera asli ke Bali, bisa
ribuan dikirim ke Bali dalam sebulan. Perempuan yang sebelum menikah sempat bekerja
kantoran ini, resign atas permintaan suami agar bisa membantu usaha
keluarga, seperti yang diharapkan suaminya.
Kak Ida belajar menjahit
sarung sutera. Dari yang awalnya tak bisa sama sekali, lama-lama bisa. Sebagai
sosok yang berperan di belakang layar, Kak Ida membantu mempersiapkan konsumsi bagi
karyawan karyawan, 5 puluhan penenun, membantu mencatat adminstrasi dalam
proses produksi.
Awalnya produksi kain
tenun khas Sulawesi Selatan itu berlangsung satu atap, di bawah atap rumah
utama keluarga. Yang dibeli hanyalah bahan sutera mentahnya. Hampir semua proses
pembuatan kain tenun Sengkang berlangsung di rumah, mulai dari pembersihan
sutera, pemintalan, pencelupan. Setelah itu, pencetakan kain berlangsung di
tempat lain tetapi setelah itu dikembalikan ke rumah untuk diproses lagi.
Di rumah utama yang
menjadi tempat usaha itu banyak terdapat mesin tenun. Begitu banyak proses yang
terjadi. Hampir tak berjeda, mulai dari jam 6 pagi dan berakhir sekira jam 6 atau
bahkan bisa berlangsung sampai malam.
Menemukan Passion Baru dan Belajar Banyak dari Proses Pembuatan
Kain Tenun Sengkang
Kak Ida juga membantu meladeni pembeli. Waktu itu mulai ada wisatawan asing yang ingin melihat proses pembuatan kain tenun Sengkang. Tidak ada yang berani berkomunikasi dengan tamu asing karena keterbatasan kemampuan berbahasa Inggris. Komunikasi hanya dengan tour leader-nya. Awalnya Kak Ida hanya mampu berkomunikasi dengan isyarat tangan dan menulis kepada wisatawan mancanegara (wisman). Lama-kelamaan dirinya memberanikan diri berkomunikasi dengan turis bule.
Salah seorang tamu asing usaha
kain tenun Bugis itu memotivasi untuk berani berkomunikasi dengan bahasa
Inggris. Menurutnya, meskipun tidak sesuai grammar, turis asing akan
paham maksudnya. Alhamdulillah lama-kelamaan bisa juga berbahasa Inggris
dengan aktif kepada tetamu asing yang datang.
Sepertinya ketemu passion
baru, Kak Ida semakin lama semakin tertarik dengan semua proses kain tenun
tradisional milik keluarga suaminya itu bisa karena bertemu dengan banyak
karakter dan belajar banyak hal.
Kak Ida jadi tahu wisman suka
produk, warna, dan motif apa saja dan bagaimana cara yang efektif dalam
melayani calon pembeli. Dirinya menyampaikan kepada mertua bahwa tidak efisien
menjual sarung sutera dengan diletakkan di keranjang. Stiap ada tamu dibawa
keluar, kalau tidak ada dimasukkan lagi ke dalam rumah.
Ide Baru vs Pengalaman Terdahulu
Wawasan Kak Ida mengenai
bagaimana menjual makin terbuka. Ide-ide baru bermunculan namun ditentang oleh ibu
mertua karena hanya mau menjual dengan pola konvensional dan hanya dengan
produk berupa sarung. Pemikirannya disampaikan kepada bapak mertuanya terlebih
dahulu.
Ide untuk membeli lemari
akhirnya diterima bapak mertua. Ditaruhlah di ruang tamu. Usaha keluarga itu
makin berkembang, tamu semakin banyak. Bukan hanya dari dalam negeri, ada pula
permintaan pengiriman barang ke luar negeri. Beruntung jasa kurir seperti JNE
terjangkau dari kota Sengkang, mempermudah distribusi barang. Properti toko
juga bertambah. Dari satu lemari, menjadi 2 lemari.
Timbul lagi ide untuk menjual
kain meteran juga karena tidak semua turis asing mau membeli sarung, ada yang
mencari kain meteran. Oya, untuk informasi, yang lebih dulu mencari tahu harga
kain tenun Sengkang dan berbelanja justru turis asing. Setelah itu baru usaha
milik keluarga itu dikenal luas di dalam negeri. Tamu lokal berdatangan, dari
biro travel di pulau Jawa, Bali, dan lain-lain.
Muncul lagi ide untuk
memasang nama toko yang lagi-lagi tidak dengan mulus terlaksana karena
ditentang oleh mertua padahal nama toko diperlukan untuk kejelasan alamat
surat-menyurat dan identitas. Kak Ida tetap berkeras memasang plang nama toko
AMINAH AKIL SILK pada tahun 1992. Aminah adalah nama ibu mertua Kak Ida,
sedangkan Akil adalah nama dari generasi pertama pemilik usaha – kakek dari
suami Kak Ida.
Produk yang dijual makin
beragam. Setelah sarung dan kain meteran, Kak Ida mencoba membuat syal dan dasi
dari kain tenun Sengkang. Sama seperti yang sebelum-sebelumnya, usaha menambah
variasi produk ini pun ditentang oleh ibu mertua.
Secara perlahan, masalah
komunikasi dengan ibu mertua teratasi karena kegigihan Kak Ida mendatangkan
hasil, sebagaimana istilah “usaha tak mengkhianati hasil”. Kedua mertuanya melihat
ide-ide baru dari menantunya menghasilkan keuntungan yang signifikan.
Syal terjual banyak, turis
berdatangan. Lemari toko ditambah. Aminah Akil Silk masuk dalam guide book. Dipasangnya
plang nama toko lengkap dengan petunjuk nomor rumah mendatangkan manfaat dalam
urusan pengiriman dan penerimaan barang sehubungan dengan proses jual-beli di
toko.
Saat itu belum ada pesaing, nama Aminah Akil dikenal luas di Kabupaten Wajo, Kota Makassar, hingga ke luar negeri sebagai penghasil produk tenun Bugis terbaik. Para turis yang datang ke Wajo berbelanja di toko Aminah Akil Silk. Para tamu pemerintahan di kabupaten Wajo hingga provinsi Sulawesi Selatan juga membeli di toko tersebut.
Saya dan teman-teman IIDN Makassar menjadi orang-orang yang kebagian rezeki dari Kak Ida. Kak Ida pernah
menghadiahi kami kain tenun karya Aminah Akil Silk. Sayangnya, kisah kesuksesan
tak berhenti di sini karena PANDEMI juga memukul telak mulai dari proses
pembuatan kain tenun sengkang hingga penjualannya.
Kisah Pandemi dan Kompetisi Menulis
Kisah mengenai bagaimana
Aminah Akil Silk menjalani masa pandemi saya bahas di tulisan berjudul Kisah Usaha Kain Tenun Sengkang
Jalani "Reset" Pandemi di Kompasiana. Dalam tulisan
tersebut saya menulis ulang ucapan Kak Ida mengenai apa yang dialaminya selama
pandemi ini:
Kalau saya bilang sih di situ Allah uji kesabaran ta’, Allah uji bagaimana tawakkaltu ta’ kepada Allah. Bagaimana kita harus menutupi … bagaimana harus membayar pengeluaran yang sebelumnya pengeluaran tersebut sebenarnya bisa tertutupi tetapi karena adanya cancel sana sini tidak bisa.
Kepasrahannya dan kisah
hubungan Kak Ida dengan para penenun tradisional Bugis mengingatkan saya pada
ucapan Bapak Djohari Zein, salah satu pendiri JNE dalam channel YouTube
Arie Untung:
Bisnis itu komersial. Biasanya yang kita kejar adalah profit. Rezeki itu yang memberikan kan Allah. Nah, kita harus menjaga diri di depan Allah. Jangan hanya mengejar dunia. Apa yang kita lakukan untuk akhirat. Di situlah dijaga keseimbangan. Sosialnya juga harus kita jaga.
Untuk membaca selengkapnya
tulisan saya itu, klik link di atas. Tulisan tersebut saya ikutkan JNE Content Competition 2021. Kompetisi ini
diselenggarakan sebagai rangkaian ulang tahun JNE yang ke-31. Kompetisi bertema
JNE Bersama UMKM untuk Indonesia ini tadinya berlangsung sampai 5 Januari 2022
ini diperpanjang hingga 31 Januari 2022.
Kalau kalian punya cerita
tentang dukungan terhadap geliat UMKM lokal dan bagaimana JNE berkontribusi di
dalamnya, yuk ikut JNE Content Competition 2021 di microsite Kompasiana
dan menangkan hadiah uang dengan total ratusan juta rupiah.
Makassar,
16 Januari 2022
Catatan:
- Link kanal Arie Untung: https://www.youtube.com/watch?v=0waU9LZI2R8
- Kisah Kak Ida saya tulis berdasarkan penuturan Kak Ida yang saya wawancarai melalui Whatsapp.
- Foto-foto berasal dari Kak Ida, juga dari akun resmi Aminah Akil Silk dan Kak Ida di media sosial, dimodifikasi menggunakan Canva.
Share :
Sebuah perjalanan usaha yang luar biasa. Meskipun ada rintangan tapi tidak menyerah, itulah kunci dari sebuah kesuksesan UMKM. Semangat ya para pelaku UMKM, kita bisa!
ReplyDeleteAlhamdulillah ya Mbak Rindang. Sungguh semangat yang patut ditiru.
Deletekeren ya, btw, aku selalu suak dengan kain di nusantara dengan ciri khasnya. setiap jalan2 ke suatu daerah pasi beli kain khasnya. tapi ya hanay disimpan gak pernah dipakai. kalau lihat2 kain itu selalu terkagum2
ReplyDeleteSama Mbak ... saya juga selalu terkagum2 dengan kain2 tradisional Indonesia. Bagus-bagus.
DeleteLuar biasa ceritanya memang kalau usaha kecil seperti ini membutuhkan keterampilan yang ekstra. Apalagi warisan budaya seperti kain tenun ini perlu dikembangkan. Keren UMKM, semangat!
ReplyDeleteTerima kasih, Mbak Anisa.
DeleteIde baru berkolaborasi dengan pengalaman terdahulu menjadikan usaha Aminah Akil Silk Kain Tenun Sengkang makin berkembang. Senangnya membaca kisah inspiratif seperti ini. Apalagi ada dukungan jasa pengiriman seperti JNE yang ikut membantu UMKM terus bertumbuh. Sungguh, kesuksesan pun makin nyata ada pastinya
ReplyDeleteMemang harus ada inovasi dan ada jasa kurir seperti JNE supaya bisa lebih berkembang ya, Mbak :)
DeleteMasya Allah... senang sekali kain tenun Sengkang sudah di kenal di mancanegara. Menurut saya, kain tenun itu seperti karya seni, enggak heran harganya pun lumayan ya, Mbak. Sayangnya, pandemi ini memang bikin usaha kecil tersendat. Pada akhirnya, pelaku usaha memang enggak boleh berhenti berinovasi ya, misalnya bekerja sama dengan jasa pengiriman untuk memperluas jangkauan pasar.
ReplyDeleteBenar, karya seni yang dibuat dengan tangan secara tradisional makanya harganya mahal :)
DeleteMotif kainnya bagus banget, jadi pengen baca cerita selengkapnya. Dan senengnya sekarang makin banyak yang mendukung UMKM untuk terus bertumbuh.
ReplyDeleteSilakan ke blog Kompasiana saya, Mbak untuk membaca lanjutannya :)
Deletebaru tahu saya produk kain tenun sengkang dari makassar ini. pernah ke makassar beberapa tahu lalu tapi nggak ada yang nyaranin beli ini. kayaknya harganya lumayan juga ya soalnya ini kain sutra
ReplyDeleteIya Mbak .. kalau kain sutera mahal.
DeleteNah tapi sekarang tidak melulu sutera, ada kain lain yang lebih murah juga. Kain yang motif lontarak di atas itu bukan kain sutera :)
Salut dengan kegigihan Kak Ida mengembangkan usaha kain tenun Sengkang. Ide kain meteran itu cocok banget, sih. Ingat waktu masih tinggal di negara tetangga, setiap komunitas kami mengadakan bazaar Indonesia Day, kain-kain tradisional meteran dari berbagai daerah ini yang paling laris dibeli teman-teman dari negara lain. Semoga situasi yang makin membaik ini membuat Aminah Akil Silk bisa bangkit daan berjaya lagi. Syukur-syukur bisa kerjasama dengan Kementerian Luar Negeri untuk memasarkan produknya lewat KBRI.
ReplyDeleteWah masya Allah benar, Mbak Alfa, kalau bisa bekerja sama dengan pihak Kedubes senang sekali. Siapa tahu di Brunei bisa melalui Mbak Alfa :)
Deletewah kereen, meneruskan usaha kain tenun sengkang dari jaman kakek. keren ya perjuangannya, dari memberi nama toko sampai menambah variasi produk. semoga sukses selalu.
ReplyDeleteCantik banget kain tenun khas Sulawesi Selatan.
ReplyDeleteMotif dan warnanya khas yaa, kak Niar.
Apakah ada tata cara tersendiri untuk pemakaian warna kain ini?
Kain tenun ini makin terkenal akan berdampak pada ekonomi dan mengangkat budaya. Jne membantu menyampaikan paket aman Kain tenun sampai ke tangan konsumen
ReplyDeleteBerhubung bapak mertuaku orang Sulawesi sepertinya aku punya deh silk yang motif nomor 1, pas banget buat ke acara resmi. Pengen juga pesan lewat JNE
ReplyDeleteterkadang untuk memutuskan sesuatu hal yg baru emang berat ya kak. salut dg kisah kak ida yg prosesnya begitu panjang. oiya good luck smoga menang
ReplyDeleteKadang memang gitu ya, menantu datang dengan segudang ide dan mertua yang maunya cara konvensional saja. Untung bamer cukup terbuka dan makin terbuka deh, usaha mereka.
ReplyDeleteIde menjual meteran atau dibuat yang lebih kecil kelihatannya sederhana tapi ini sangat ampuh untuk pemasaran
Salut dengan semangat para UMKM lokal yang mau untuk terus tumbuh, sebisa mungkin kita juga harus dukung agar mereka dapat semakin maju dan sukses
ReplyDeleteKainnya bagus-bagus, makin cinta sm kain tradisional kita๐
ReplyDeleteAku kalau punya banyak uang tuh pasti bakalan kalap beli kain2 kayak gitu mbak. Keren2 banget lho. Itu kalau dibuat outer mantaplah ๐
ReplyDeletePelaku UMKM seperti Kak Ida ini patit diapresiasi ya mbak. Dan tentu saja banyak pejuang UMKM lain yang terdampak pandemi. Untungnya kak Ida dan pejuang UKMK lain tidak putus asa.
ReplyDeleteUMKM betul-betul kudu strong yaa...kak Niar, di tengah pandemi begini.
ReplyDeleteDengan memunculkan inovasi dan kolaborasi, semoga masa-masa sulit bisa diatasi.
Motif kainnya bagus-bagus ya. Seneng deh dengan adanya JNE, UMKM jadi banyak terbantu untuk meluaskan jangkauannya sampai ke daerah lain.
ReplyDelete