Bermula dari Aksara Jadilah Musik, Bermuara pada Kesantunan – Yabe Lale. Suatu hari suami saya memperlihatkan lagu pengantar tidur orang Bugis zaman dulu via YouTube. Yabe Lale judul lagu “ninabobo” itu. “Bahasa ibu” suami saya adalah bahasa Bugis, sama dengan bahasa ibu dari ayah saya namun mereka berasal dari daerah Bugis yang dialeknya agak berbeda. Ayah saya dari Wajo dan Soppeng (Bugis Bosowa), suami saya dari Sidrap dan Pinrang (Bugis Ajatappareng).
Lalu saya? Saya orang
Indonesia 😁 Saya bangga menyatakan
diri orang Bugis karena darah Ayah namun bangga pula menyebut diri orang
Gorontalo karena darah Ibu. Juga bangga mengatakan orang Makassar karena lahir
dan besar di Makassar. Tapi jangan ketawa jika saya bilang bahasa ibu
saya adalah bahasa Indonesia karena saya tak menguasai satu pun bahasa-bahasa
daerah tersebut secara aktif.
Secara pasif, saya bisa mengerti bahasa Gorontalo sekira 70 – 80 persen dalam sebuah percakapan karena ibu saya pengguna aktif dan sering saya dengar menggunakannya bercakap-cakap dengan kerabatnya. Untuk bahasa Bugis, lebih sedikit lagi, hanya sekitar 40 – 60% karena bapak saya jarang sekali mempergunakannya.
Suku Bugis dan Makassar
bahasanya berbeda namun masih serumpun. Dengan bahasa Gorontalo, jauh lagi
perbedaannya padahal masih sama-sama di pulau Sulawesi. Maka dari itu, bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan yang kami gunakan sehari-hari.
Kota kami, pendukung
penggunaan bahasa Indonesia yang sesungguhnya. Sejak slogan “berbahasa
Indonesia yang baik dan benar” ditekankan pemerintah pusat, Makassar memang sudah
menerapkannya dengan baik. Di kota ini, pendatang dari daerah lain tidak perlu
kesulitan berkomunikasi karena kami menggunakan bahasa Indonesia dialek
Makassar sehari-harinya.
Berangkat dari latar belakang
itu, saya bangga menjadi orang Indonesia dan mendapatkan pengalaman untuk
menghargai suku lain yang berbeda. Secara perlahan, saya menjadi salah
satu pengagum budaya yang beragam di tanah air tercinta ini.
Merajut
Indonesia dalam Bincang Budaya
Kekaguman saya terhadap budaya Indonesia bertambah ketika mengikuti IG Live Bincang MIMDAN[1] #3 bertajuk Belajar Budaya Lewat Musik pada tanggal 27 Januari lalu. Hadir sebagai nara sumber Joko Elisanto – musikus dan pencipta lagu Merajut Nusantara yang berada di Yogyakarta. IG live dipandu oleh Evi Sri Rezeki (penulis) dari Bandung.
Sharing dari Mas Joko dimulai dari
definisi
budaya,
yaitu hasil olah pikir, olah rasa yang mana manusia ingin nyaman, di-share
di suatu kelompok tertentu yang mana membuat mereka nyaman. Dengan kenyamanan tersebut, jadilah
sesuatu yang baik.
Mereka merasa aman,
nyaman, lalu menjadi perilaku dari kelompok tersebut yang kemudian diturunkan
dari generasi ke generasi. Maklumlah, ya manusia kan di mana-mana
mencari KENYAMANAN dan KEAMANAN itu. Nah, kenyamanan
ini berimbas kepada segala hal tentang hidup, pada perilaku.
Bincang Budaya ini
diselenggarakan di akun Instagram @merajut_indonesia. PANDI (Pengelola Nama
Domain Internet Indonesia) menginisiasi gerakan untuk menyelamatkan dan
mengembangkan Aksara Nusantara, salah satunya dengan menyampaikannya melalui
akun Instagram @merajut_indonesia itu.
Musik,
Kembang Budaya yang Membelajarkan
“Kebudayaan selalu berkembang. Bicara pada musik, dan lain-lain itu hanya kembang-kembangnya dari sebuah budaya. Nongkrong pun budaya karena kita merasa nyaman,” ungkap Mas Joko.
Walau lagu merupakan “kembang”
dari budaya menurut Mas Joko namun melalui lagulah cara yang paling mudah
mengenal budaya suku lain, oleh karena itu dirinya memilih memperkenalkan budaya
melalui lagu. Mas Joko mengaku mengenal budaya Sunda justru dari lagu, misalnya lagu
Manuk Dadali dan lagu Yamko Rambe Yamko dari Papua. Menurutnya, audio sangat
mudah mempengaruhi orang.
Selain itu, musik
merupakan “bahasa
universal”
yang bisa dipahami banyak orang. Banyak orang yang bisa menikmati musik –
semisal yang riang atau sedih meskipun tanpa mengetahui liriknya atau meskipun
liriknya ditulis dalam bahasa asing yang tak dia mengerti.
Ah ya, satu lagi, musik bisa dinikmati
sembari mengerjakan hal lainnya. Tak sama dengan tayangan audio-visual yang membuat
kita harus fokus menyimak gambar sembari mendengarkan suara.
Melalui Aksara
Menuju Kesantunan
Untuk diketahui, melalui grup
musik Genk
Kobra,
Mas Joko Elisanto mengupayakan membuat anak-anak muda terbiasa dengan lagu berirama
modern dalam bahasa Jawa. Jawapos.com pernah merilis artikel berjudul Genk Kobra Memulai Asa
Mengaksarajawakan Industri Musik[2]. Bukan hanya dinyanyikan
dalam bahasa Jawa, dirinya memolopori karya yang seluruh liriknya ditulis
dengan aksara Jawa.
Kesantunan dan kebanggaan terhadap
lokal dimulai dari aksara meskipun banyak kendala, Kita sepakat bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan tapi tetap bahasa lokal yang paling santun. Misalnya lebih
memilih menyapa sang moderator dengan “Teh Evi” ketimbang “Kak Evi” karena tahu
Evi asalnya dari Jawa Barat untuk “lebih menyantunkan” sapaan.
Menggunakan bahasa daerah untuk membuat sebuah pernyataan jadi lebih santun maka dianggap penting untuk memulai kampanye budaya dari aksara dulu karena banyak yang kita lupakan dari bunyi aksara tersebut. Dalam bahasa daerah ada bunyi-bunyi yang berbeda namun ditulis sama dalam bahasa Indonesia. Seperti bunyi D, dalam bahasa Jawa tidak sama namun dalam bahasa Indonesia hanya ada 1 penulisan untuk huruf D.
Maka perlu mempelajari mulai dari aksara daerah, semisal aksara Sunda atau Jawa bagi masyarakatnya. Dimulai dengan menuliskan bahasa Indonesia dalam aksara daerah dulu tidak mengapa, lalu secara perlahan dipelajari bunyi yang benar dalam bahasa daerah bagaimana.
Aksara itu representasi
dari bunyi yang berwujud visual. Kalau hanya tarik pada ranah audio maka hanya bisa
berbicara bahwa aksara penting, bisa membuat kita bangga atau bisa tahu
kesantunan. Kalau kemudian jadi musik, musik dipakai sebagai “provokasi”.
Aksara menurut Unesco, membentuk karakter bangsa. Kalau kita mau mengerti
perilaku orang maka bisa dilihat dari cara menulis aksaranya karena aksara
sendiri jadi cerminan karakter. Kita bisa mengetahui karakter suku tertentu dengan
mempelajari cara menulis aksaranya.
“Aksara di Nusantara ini setiap karakter harus ada ‘A’-nya – artinya harus hidup maka aksara di Nusantara ini (menunjukkan) dia selalu berpikir untuk sesuatu yang hidup karena tidak ada yang mati. Misalnya aksara Lontarak, tidak akan ditulis huruf N-nya (dalam aksara Lontarak) – ditulis LOTARA, karena kita tidak ingin ada yang mati – prinsipnya seperti itu.Tapi kalau di Jawa, Sunda, Bali, N-nya ada, hurufnya tetap. TA-nya yang harus turun, ‘menghormati yang mati’. Artinya kita harus sesuatu yang hidup terus. Kita tidak pernah berpikir untuk membunuh – itu tidak ada. Orang-orang Nusantara ini sangat santun sebenarnya karena basic-nya aksara tadi,” Mas Joko mengupas mengenai kesantunan orang-orang Indonesia yang tercermin dari aksaranya.
Lelaki kelahiran Solo 1967
yang kini berdomisili di Bantul ini meyakini bahwa dengan mempelajari aksara,
kita tidak akan berpikir saling bunuh lha
senjata saja dibentuk indah karena tak ada keinginan untuk membunuh, inginnya
hidup. Spontan ingatan saya melayang kepada badik Bugis milik almarhum Ayah dan
kakak sepupu. Memang terlihat indah dengan ukiran pada badik.
By the way, sekarang masanya untuk
tampil memperkenalkan budaya melalui musik dan aksara karena sudah zamannya
digital, di mana audio ataupun audio-visual mudah diakses oleh siapa saja.
“Kita harus tampil di dunia digital karena audio atau audio-visual sudah jadi kebutuhan. Saatnya sekarang tidak ada kendala dalam pelestarian budaya lokal melalui musik karena sekarang sudah bisa ngupload, bikin lagu sendiri, tidak perlu produser. Bisa nampilin di YouTube, bisa live dari mana saja. Tinggal isi syairnya, apakah dibawa ke kiri atau ke kanan,” pungkas lelaki lulusan IAIN Walisongo Semarang ini.
Saya setuju dengan
perkataan Mas Joko mengenai KEMAUAN, termasuk dalam berkolaborasi antar budaya
dan antar generasi. Tinggal kitanya, mau atau tidak mengisi ruang-ruang digital
saat ini. Kendala yang sebenarnya ada pada KESANTUNAN kita dalam membuat karya.
Merajut Nusantara (Nuansa Bugis) - feat Andi Alfian Mallarangeng.
Mau membuat yang tak pantas? Pikir panjang dululah ya soalnya jejak digital tak bisa benar-benar dihapus. Suatu saat ketika anak-keturunan mendapati ada yang tak elok dalam karya kita, bagaimana pertanggungjawabannya?
Terakhir, saya ingin
mengutip satu lagi kata-kata Mas Joko yang patut direnungkan dan bisa membawa kepada
rasa bangga sebagai orang Indonesia:
Concern pada aksara berarti concern pada hal sepele. Kalau pada hal sepele saja kita bangga apalagi pada hal besar.
Mau mendukung pelestarian
budaya jaman now? Mari ikuti informasinya melalui Pandi lewat Program Merajut Indonesia
Melalui Digitalisasi Aksara Nusantara (Mimdan).
Makassar,
31 Januari 2022
[1] Bincang MIMDAN (Melalui Digitalisasi Aksara Nusantara), di akun Instagram
@merajut_indonesia https://www.instagram.com/merajut_indonesia/. Simak perbincangan lengkapnya di link: https://www.instagram.com/p/CZPEwCIJn_Y/.
[2] https://www.jawapos.com/entertainment/music-movie/12/09/2021/genk-kobra-memulai-asa-mengaksarajawakan-industri-musik/,
diakses 29 Januari 2022, pukul 22:31.
Share :
Bagus ya acaranya. Satu keluarga saja itu udah ada beberapa suku dan bahasa ya. Ga kaya saya saya Sunda, suami Sunda, lahir dan tinggal di Sunda jadi totalitas bahasa seratus persen basa Sunda. Sampai wag sekolah saja mayoritas basa Sunda karena sejak SD, SMP dan SMA semuanya urang Sunda.
ReplyDeleteTidak terbayangkan kalau banyak perbedaan bahasa mungkin saya pun akan menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kebanggaan...
Bangga ya kita sebagai masyarakat Indonesia memiliki banyak keanekaragaman kebudayaan dan bahasa
inilah salah satu kegunaan bahasa indonesia yaitu sebagai bahasa pemersatu bangsa. bisa dibayangkan jika dalam satu keluarga terdiri dari beberapa "RASA" (ras,adat,suku dan agama) dan juga bahasa kita bisa merasakan indahnya perbedaan berbalut kesatuan. karna indonesia juga tidak melulu mengenai bentangan alam yang indah saja melainkan perbedaan kebudayaan dan bahasa yang dipersatukan dalam diri bangsa indonesia. sudah sepatutnya kita bangga dengan memiliki banyak keanekaragaman kebudayaan dan bahasa yang dimiliki negara kita.
ReplyDeleteUntung ada bahasa Indonesia ya.
ReplyDeleteJadi komunikasi bisa jadi lancar!
Btw,
Setuju banget dengan konsep dunia digital.
Seharusnya memang segalanya jadi lebih mudah dan lebih luas jangkauannya ya termasuk mengenalkan budaya.
Tinggal pilih mau pakai platform digital yang mana.
Btw.
Suku Batak juga punya aksara lho.
Menurut ensiklopedia ada 5 aksara Batak.
Ayo, monggo browsing sendiri ya :)
Hai kak Mugniar aku juga ada darah Sulawesinya,tepatnya Utara-Manado.Nah dalam budaya kebetulan banget memang aku senang belajar bahasa walaupun dibesarkan di Jakarta.Aku lumayan lancar bahasa Batak tetapi dialek Manado (oma mama) juga lancar tergantung bertemu dengan keluarga darimana.Hanya saja untuk bahasa Batak rada sulit ya cengkoknya kurang "kental". Bahasa ibu tetap harus dikenal dan diperkenalkan ke anak-anak agar mereka tau asalnya darimana
ReplyDelete"kota baru gunungnya bamega" tau lagu banjar yang itu ama ampar2 pisang, hmm. Sebagai urang banjar saya gak banyak tau "kembangnya" budaya banjar, tapi emang benar, kita bisa tahu budaya orang lain dari lagunya.
ReplyDeleteSaya baru tahu lho kalau mak Niar bisa bahasa bugisnya sekitar 40-60%, saya kira 100% je. Tapi, saya juga bingung kalau ditanya bahasa ibu saya apa. Kalau suku sih banjar, tapi bahasa dari kecil ya bahasa Indonesia.
Saya penasaran yang ini, gimana caranya mengerti perilaku orang yang dilihat dari cara menulis aksaranya? Katanya aksara sendiri jadi cerminan karakter. Wah, wah ini bahasan menarik, penasaran, sepertinya mesti pelajari (sedikit) tentang aksara Nusantara, kalau mau paham konteks ini.
bapak ibuku orang jawa tengah dan jawa timur, tapi karena tinggal di Bandung ortuku mengajarkan sejak kcil bhs indonesia, walau aku ngerti bahasa jawa tapi gak bisa ngomongnya karena ortuku kalau bicara sama anak-anaknya pakai bhs jawa
ReplyDeleteNiar, aku baru tahu kalau Bahasa Bugis pun berbeda dialegnya dari daerah ke daerah..
ReplyDeleteSaya setuju banget dengan Mas Joko, bahwa anak-anak kita bisa dididik merasakan kedaerahan asal orang tua mereka, baik lewat bahasa atau yang lainnya dengan memanfaatkan ruang digital. Karena komunikasi yang mendominasi sekarang memang di sana. Tinggal para orang dewasa saja sekarang gimana cara mewariskan bahasa daerah mereka kepada anak-anak, selain berbicara di rumah tentu saja
Suka dengan quote dari mas Joko "Concern pada aksara berarti concern pada hal sepele. Kalau pada hal sepele saja kita bangga apalagi pada hal besar"
ReplyDeleteYes, sangat relate sekali. Semua berawal dari hal yang sepele. Saat hal sepele pun kita perhatikan dengan baik, maka akan mudah ketika bertanggung jawab pada hal yang besar..
Mamaku jawa tengah papa jawa barat dan aki ga bisa keduanya dong hahaha. Jd ya dari kecil pake bahasa Indonesia. Eh tapi jadi mikir aksara jawa yg kluwer2 dan mirip aksara india itu berarti karakter orang jawa kaya gmn ya? Yg jelas keren lah Indonesia kaya banget bahasa daerahnya
ReplyDeleteMau banget...kak Niar, belajar bahasa melalui musik dan lagu.
ReplyDeleteAlunan musik akan mempermudah kita memahami bahasa Ibu yang itu adalah kekayaan budaya bangsa yang harus dilestarikan.
Anak-anak kak Niar masih bisakah bahasa Bugis?
Aku masih PR banget kak Niar, karena tinggal di Bandung, kami belajar sama-sama bahasa Sunda. Tapi kalau pulkam, pastinya anak-anak kembali bingung karena kudu ngobrol bahasa Jawa.
Memang Bahasa Indonesia pemersatu bangsa, pada akhirnya.
Btw,
Makna lagu Yabe Lale itu sedihkah, kak Niar?
Aku mendengarkan disela selingan rintik hujan. Rasanya ikutan sedih dengan alunan musik yang sendu.
Belajar apapun emang enak dan pas dengan musik, apalagi belajar bahasa daerah melalui lagu dan musik asalnya.
ReplyDeleteTernyata dari sebuah aksara bisa mempunyai banyak makna. Bisa menunjukkan juga tentang kesantunan. Dalam banget maknanya. Selama ini aku memaknai aksara ya untuk berkomunikasi. Bisa saling mengerti dan memahami kalau sedang berinteraksi dengan orang lain.
ReplyDeleteAksara jawa itu memang unik mba... Mau blajar kayak sulit yakkk
ReplyDeletedari hal yang sepele. Ketika kita perhatikan dengan baik, maka akan mudah untuk bertanggung jawab pada hal yang besar bener gk mba?
Seruu jadi sekeluarga bhineka tunggal eka diterapkan meski beda2 tetap satu.
ReplyDeleteSaya dan suami sama2 solo jadi gada kendala bahasa cuma bahasa jawa halus biasa saya terapkan ke orang tua tp keluarga suami bahasanya jawa biasa.
Aku lahir besar di Jawa pakai bahasa Jawa aja macam-macam. Gimana yang orang luar pulau kaya, Mbak. Pasti heboh sih. Beruntunglah kita punya bahasa Indonesia. Btw, musik pakai bahasa apa pun tuh bisa dirasain dan disampaikan. Setuju bahwa kita harus tetap menghidupkan ini
ReplyDeleteSetuju banget mbak, kita bisa belajar banyak budaya salah satunya lewat lagu. Beberapa kali bertemu dan tinggal di daerah yang berbeda, jadi belajar juga budaya langsung dari situ.
ReplyDeleteSebagai anak dari suku Sunda dan Jawa aku juga merasakan bahwa bahasa Indonesia begitu jadi bahasa pemersatu bangsa, lho. Disaat ga begitu fasih dan aktif dalam berbahasa daerah, bahasa Indonesia jadi bahasa ibuku
ReplyDeleteBangga banget punya keluarga yang berbeda bahasa meskipun masih satu pulau. Kebayang deh banyaknya bahasa dan budaya Indonesia.
ReplyDeleteKalau aku, ibu Betawi ayah Jawa Tengah, tapi aku lebih ke Betawinya karena dari lahir sampai sekarang di Depok.
Aku meski berasal dari orang tua Jawa TEngah keduanya, tapi karena sejak kecil diajarkan ngomong dengan bahasa Indonesia, ya udah deh bisanya itu. Bahasa Jawa ngoko sih bisa, tapi kalo disuruh kromo halus itu yang bikin pusing. Beruntung mertuaku gak memasaalahkannya, hahahaa.
ReplyDeleteSejak kecil aku udah suka lagu daerah, hapal juga kayak Yamko rambe Yamko, Bubui Bulan, Ampar Ampar Pisang.
Wah keren nih orang Jawa Tengah bisa hafal lagu orang Priangan hehee...
DeleteSekarang anak anak malah susah mau belajar lagu daerah ya. Sudah malas duluan ...
Nah iya, saya termasuk yang menggunakan bahasa Indonesia untuk digunakan sehari-hari. Karena sudah terbiasa sejak masih kecil, kami tinggal di komplek dengan budaya yang beragam. Sehingga sudah terbiasa bahasa Indonesia.
ReplyDeleteMenngenalkan budaya lewat musik bisa sangat menyenangkan ya, bisa membuat orang lebih tertarik dengan budaya
Aku juga meski bapak ibi jawa, tapi bahasa jawaku tidak fasih. Tambah lagi dapat suami orang Minang, jadi malah anak anak di rumah bahasanya pakai bahasa Indonesia. Tapi tetep harus belajar berbahasa Jawa dan Minang juga sih anak anakku, semoga smakin mereka besar lbih mudah mereka bisa belajar bahasa ibu ya hehehe.
ReplyDeletebenar mbak, dengan bahasa indonesia kita bisa lancar berkomunikasi yaa. Tapi menyenangkan juga kalau sudah sama sama di komunitas sendiri dengan bahasa ibu. Jadi sebenernya berbahasa dan beraksara itu bisa ditempatkan di.mana saja ya, asal tahu posisinya saat itu di mana dan sedang apa. Keren mbak mengenalkan budaya lewat musik. Acaranya komplit banget yaa
ReplyDeleteAku setuju banget sih kalau ada edukasi lagu modern dalam bahasa Jawa gitu. Sekarang kan udah mulai banyak ya yang kedengeran lagu Jawa versi modern. Kalau bentuknya lagu begitu, kita dari suku lain juga lebih mudah belajar dan kenalin bahasanya. Seru emang kalau udah bahas bahasa dan budaya ini.
ReplyDeletekalau saya orang Aceh, kak Niar. papa dan mamak orang Aceh dan saya sangat fasih berbahasa Aceh baik lisan maupun tulisan. btw, sekarang lagu-lagu Aceh juga banyak yang di aransemen ulang (betul ga nulisnya?) dan jadi lebih enak di dengar.
ReplyDeleteFix baca artikel ini bikin saya makin bangga ama Indonesia. Ngomongin budaya di Indonesia emang selalu menarik dan gak bakal kehabisan tema
ReplyDeleteAku setuju banget dengan nih kak.
ReplyDeleteAku bangga jadi orang Indonesia, hanya Indonesia benar-benar kaya dengan budaya. Memahami dan memaknai budaya banyak para kreator seni mengemasnya dlm bentuk musik agar nyaman dan tenteram utk di dengar, belum lagi media digital merupakan sarana yg sangat efektif untuk mengakses berbagai informasi budaya agar zaman tidak mengeruk pengetahuan budaya pada setiap generasi.jadi utk itu kita bangga jadi Indonesia, kaya dengan budaya dan suku tapi kita diremuk satu bahasa ibu yaitu bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa.
Seru ya acaranya. Banyak sekali bahasa daerah ya ada di Indonesia. Kalau saya sejak kecil sampai sekarang tinggal di Jawa jadi saya dan keluarga saya menggunakan bahasa Jawa untuk bahasa sehari-hari.
ReplyDeleteMasyaAllah senang sekali saat digital dan budaya melebur jadi satu. Dimana kebudayaan setiap daerah yang beragam jadi bisa mudah kita akses dan kita pun bisa bertemu via daring dengan para tokoh budaya ya mbak Niar. Benar-benar info yang baru Dewi tahu dari artikel mbak Niar.
ReplyDeleteSemangat terus bersatu Indonesia untuk melestarikan budaya bangsa:)
Melalui musik, kita jadi mengenal akan kekayaan budaya dan bahasa.
ReplyDeleteLebih mudah mempelajari dan bisa dijangkau lebih luas ya.
Diriku asli Jawa, bahasa ibu ya Jawa. Tapi anakku yang juga asli Jawa bahasa ibunya malah bahasa Indonesia. Sbenernya pengin ngajarin bahasa jawa alus, tp sayangnya suami nggak bisa.Lingkungan juga kebanyakan pakai bahasa Indonesia.
ReplyDeleteWah iya, sama kayak Teh Okti nih saya. Di keluarga cuma suku Sunda semua. Jadinya ya pakenya Bahasa Sunda. Tapi anak-anak sekarang banyak gaulnya dengan teman beda suku, dan banyak interaksi online juga. Mereka banyak berbahasa Indonesia. Mereka bangga berbahasa Indoensia. Kudu banyak belajar malah ibu dan bapaknya ke anak-anak. Dari bahasa ini memang kelihatan ya kekayaan negara kita.
ReplyDeleteDari musik kita bisa mengenal budaya daerah lain, dulu aq paling suka pelajaran musik pas sekolah
ReplyDeleteMusik memang menjadi cara paling mudah untuk memperkenalkan atau menguatkan sesuatu, termasuk budaya dalam bentuk tutur bahasa, aku sendiri ibu dari Sumatera Selatan dan ayah asli Manado tapi bahasa ibu lebih ke Sumatera Selatan karena lahir dan besar di Sumatera bahkan karena besar di lampung aku lebih kenal budaya dan bahasa lampung. Tapi karena aku dibesarkan oleh uwak ku dari Sumatera Selatan otomatis aku lebih kenal bahasa palembang. Tapi tetep bangga karena inilah salah satu contoh Indonesia dalam versi mini.
ReplyDeleteBaca postingan ini bikin saya makin bangga jadi orang indonesia. Semoga makin banyak yg peduli dengan kekayaan aksaranya, kemudian mengemasnya dalam karya-karya yang indah dan tetap menjaga kesantunan.
ReplyDeletesetuju mba kalau dari lagulah cara termudah mengenal budaya daerah lain, malah bisa jadi pengenal yang lebih mudah juga lah
ReplyDeleteMusik itu tak hanya sebagai hiburan ya mbak, tapi juga bisa jadi sarana mengenal budaya
ReplyDeleteMerinding aku denger lagunya walau ga tau artinya tapi kerasa syahdu banget nyampe ke hati. Aku orang Sunda tapi kalau Sunda halus banget belum terlalu bisa. Ini acaranya kok keren banget mbaa 😍
ReplyDeleteSeru acaranya mbak, saya dulu suka banget ikut acara musikalisasi puisi sejenis itu di surabaya. Sejak nikah sudah jarang hehehe baca artikelnya jadi nostalgia zaman itu
ReplyDeleteBener banget ya, hal sepele aja kita bangga apalagi hal besar. Tapi jujur, masih segelintir orang yg bener2 masih peduli dgn aksara loh mbak...
ReplyDeleteSama mba saya pun asli jawa, tinggal di tangerang, sekarang ikut suami di bandung tp pakai bahasanya ya bahasa Indonesia, gak ahli bahasa daerah saya hihi tapi mengerti klo ada yang ngomong
ReplyDeleteIndonesia kaya akan budaya, seneng banget kalo bisa belajar banyak budaya Indonesia. Apalagi kalo lewat musik rasanya jadi lebih mudah dipelajari ya mbak.
ReplyDeleteaku dulu pas pertama kali ke makassar baru tau kalau di sana ada aksara khusus juga.. seneng juga sama budaya di makassar, mulai dari suku2, bahasa, baju adat, dan kebiasaan2 yang menarik :D
ReplyDeleteNah bener mba, saya hati-hati tiap nulis status atau membuat postingan karena jejak digital bisa dirunut meski sudah dihapus postingannya.
ReplyDeleteBaca postingan mba Mugniar makin sadar kalau kita punya banyak ragam budaya dan keindahannya ya