Mengapa Harus Belajar Bahasa Indonesia? - “Kenapa orang Indonesia harus belajar bahasa Indonesia, Ma?” tanya putri saya ketika dia sedang belajar untuk ulangan bahasa Indonesia kelas 9.
Saya ingat, pertanyaan itu,
dulu pernah saya tanyakan pada diri sendiri semasa sekolah. Seingat saya, masih
duduk di sekolah dasar kala itu. Dalam pikiran kanak-kanak saya, toh bahasa
Indonesia setiap hari kita pergunakan, mengapa harus dipelajari? Kalau bahasa Inggris kan bukan bahasa kita makanya wajar dipelajari di sekolah 😅.
Pertanyaan itu menguap
begitu saja tanpa pernah saya suarakan kepada siapapun dan tanpa pernah saya
cari tahu jawabannya. Jawaban itu tiba-tiba muncul di benak saya ketika
saya intens menulis dan merasakan sendiri manfaat menulis terhadap peningkatan
kemampuan saya berkomunikasi secara lisan dan tulisan.
Bagi saya kini, pentingnya kemampuan berkomunikasi dengan baik dalam bahasa Indonesia besar sekali peranannya. Minimal saya bisa memberikan teladan kepada anak-anak saya cara berbahasa. Implikasinya, saya harus mawas diri, tidak boleh seenaknya dalam menyuarakan pendapat, dan masih terus belajar bahasa Indonesia sampai hari ini.
Komunikasi
dan Literasi Digital
“Karena, apapun profesinya
nanti, setiap orang harus bisa berkomunikasi melalui tulisan dengan baik dan
bercakap-cakap dengan baik, dan itu dimulai dari belajar bahasa Indonesia.
Komunikasi itu penting,” saya menambahkan jawaban atas pertanyaan Athifah.
“Alasan lainnya, dalam
masa yang internet berkembang begini, kita harus bisa dengan baik menggunakan
media sosial dan internet. Karena jika tersalah, bisa kena kasus hukum. Dan itu
dimulai dari belajar bahasa Indonesia,” tambah saya lagi.
Saya memberi contoh orang-orang yang kena jerat UU ITE hingga dipenjara. Juga kebiasaan mengeluh di media sosial – itu tidak baik. Penulis status
mungkin merasa nyaman padahal yang baca statusnya banyak yang tidak merasa
nyaman walaupun ada sejumlah orang yang menanggapinya dengan bersimpati.
Secara tidak langsung
sepertinya tidak ada hubungannya dengan bahasa Indonesia, ya tapi mempertimbangkan
bagaimana menulis isi hati dengan baik dan tepat itu dimulai dari belajar bahasa
Indonesia. Belajar bahasa itu bukan hanya belajar membuat kalimat yang efektif
namun juga belajar menyatakan sesuatu dengan baik. Jika bisa, secara asertif,
kita bisa menyuarakan pendapat dengan baik tanpa membuat orang lain, eneg, muak,
atau merasa tertusuk. Jujur, saya juga masih belajar terus.
Dalam masa pandemi ini
terasa sekali pentingnya kita bisa berkomunikasi dengan baik melalui sekian
banyak grup Whatsapp. Baru-baru ini di kelas anak saya, wali kelas memberikan
opsi bagi yang tidak menginginkan anaknya mengikuti vaksin covid anak untuk menulis
nama di daftar yang dibuat.
Salah satu orang tua siswa
menuliskan, “Anak saya tidak mau divaksin karena ada riwayat penyakitnya yaitu penyakit sesat napas
dan setiap demam pasti kejam kejamngi dan itu saya takut bu saya
minta maaf bu.”
Maksud ibu itu adalah
mengatakan bahwa putrinya tidak bersedia divaksinasi covid untuk anak karena
memiliki riwayat sakit sesak napas dan setiap demam mengalami kejang-kejang.
Karena itu, dia merasa takut.
Hal ini disampaikan di
grup kelas, saya tuliskan apa adanya, tanpa titik dan koma. Jika anaknya membaca, bisa-bisa si anak mengira inilah cara
penulisan yang benar padahal kan tidak demikian.
Prioritaskah Belajar Bahasa Indonesia?
Kalau dilihat-lihat
berbagai grup di handphone saya dan menyimak cerita teman-teman, saya
pikir tingkat kepentingan kita semua sama – baik dewasa maupun anak-anak untuk
belajar berbahasa dengan baik adalah PRIORITAS.
Tak jarang saya jumpai
model komunikasi di antara remaja dimulai seperti ini: “P” atau “ass”.
Alih-alih dimulai dengan ucapan salam yang baik: assalamu ‘alaikum atau
selamat pagi, atau selamat siang, malah memulai percakapan dengan “P” atau
“ass” karena mengira itu baik.
Saya bingung mengapa teman
dari putri saya memulai percakapan dengan huruf P padahal setahu saya istilah “ping”
yang disingkat jadi P itu adalah istilah ketika Blackberry berjaya. 😁 Ya, kalau sesama mereka menggunakan istilah itu wajar sih,
ya karena jadi istilah gaul di antara mereka. Yang menjadi tidak wajar adalah ketika
huruf P digunakan untuk menyapa guru. Apalagi menyapa dengan istilah “ass”.
Semoga Anda yang membaca tulisan ini tidak menyingkat salam dengan “ass” ya. Selain tidak berfaedah karena tidak ada pahalanya, tidak ada kebaikan di dalamnya, pun tidak sopan. Coba cek di kamus bahasa Inggris apa arti ass kalau tak percaya. 😔
Guru, saya harapkan
menjadi ujung tombak pembelajaran selain orang tua. Orang tua sebaiknya sadar
diri dan memperbaiki diri sebab dirinya merupakan teladan pertama bagi anak,
termasuk dalam cara berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan.
Guru pun sebaiknya punya
kemampuan berliterasi dasar dengan baik. Sesederhana mampu membedakan penulisan
awalan “di” sebagai kata kerja pasif dan sebagai kata tempat, apakah disambung
atau dipisah dengan kata yang mengikutinya dan tahu bagaimana memulai percakapan
dengan salam yang baik dalam grup WA dengan elok.
Saya kira, wajar saya berharap dan saya boleh optimis kecuali jika kebanyakan dari kita menganggap remeh bahasa Indonesia, menganggap tidak perlu dipelajari karena dipergunakan setiap harinya. Ah, semoga saja Anda bukan yanga menganggap remeh bahasa Indonesia, ya. 😉
Makassar,
26 Januari 2022
- Sebenarnya masih banyak alasan mengapa kita masih harus belajar bahasa Indonesia tapi cukup ini dulu yang saya bagikan. Jika ada di antara pembaca yang mempunyai pendapat, silakan menuliskannya di kolom komentar.
- Baca tentang seorang kartunis terkenal yang masih belajar bahasa Indonesia sampai sekarang di: Bincang Literasi: dari Berbahagia Hingga Memajukan Indonesia
Share :
Waktu kecil daya juga sering bertanya Niar, mengapa kita perlu belajar bahasa Indonesia. Bikin ribet. Ternyata berbahasa tak sekadar bercakap ya. Ada bunyi, ada tulisan, ada struktur dan masih banyak lagi yang menunjang sebuah bahasa. Termasuk pantas atau tak pantas digunakan. Saya pun sampai detik ini masih sering salah menggunakan BI, padahal blogger gitu lho, yang berkepentingan banget dengan bahasa yang baik dan benar 😀
ReplyDeleteHahah iya bener, anak saya pun mempertanyakannya. Karena yang dipelajari teori tata bahasa seperti struktur kalimat, jenis kalimat/karangan dan sebagainya yang baru dia tau, saya jawab aja "Nah klo gak ada pelajarannya, gimana bisa tau semua ilmu itu? Jika sudah tau ilmunya, maka kita akan bisa berbahasa Indonesia dengan baik secara lisan maupun tulisan, yang dipakai di berbagai profesi."
ReplyDeleteAku tuh sempet miris ya mba, ada guru di sekolah anakku, pas ujian online THN lalu, soal2 yg dia kasih amburadul banget kalimatnya. Belum lagi penggunaan 'di' sebagaibpasangan kata kerja, atau 'di' dipasangkan dengan non kata kerja. Aku sampe mikir ini guru lagi buru2 atau memang ga ngerti penulisannya.kako gurunya aja begitu, ga heran muridnya kacau.
ReplyDeleteJadi aku yg harus ajarin ke anakku kalimat benarnya seperti apa.
Naah aku juga heran tuh, siapa sih yang mulai typing P kalo sedang buru2 minta respon itu. Kalo di BB mah pake P bakal getar tuh BB. Lah kalo di hp sekarang mau ratusan kali ketik P, apalagi hp dlm kondisi silent dan ga vibrate, mau sampe kiamat si penerima pesen ga bakal sadar 🤣🤣🤣. Bingung aku, ntah karena ga pernah pake BB trus dapat penjelasan dari orang yang salah, atau gimana 😁. Kalo sampe ada yg menyapa di hp atau emailku dengan singkatan Ass, itu auto aku delete sih 😤. Ga sopan soalnya
Ternyata lahir dan besar di Indonesia, tidak membuat aku apalagi anak-anak zaman sekarang mahir berbahasa Indonesia yaa, kak Niar.
ReplyDeleteAku juga masih tertatih belajar bareng anak-anak dan memang harus banyak belajar serta mengkaji.
belajar bahasa dibarengi etika yang sdh ditanam sejak kecil..
ReplyDeleteKarena materi pelajaran bahasa nya bukan sekedar cara berbahasa
ReplyDeleteudah bawaan lahir jadi otomatis bisa bahasa indonesia
ReplyDeleteberbahasa indo yang benar dan baik tdlsemua org bisa..
ReplyDelete