Yang Waras Mengalah – Di depan pagar, salah satu pot bunga "warisan Papa" hilang, diambil orang. Sayang ya sebenarnya karena kalau diminta, pasti saya kasih. Kalau nyolong ya bagaimana ya ... dapat pot bunga berbuah dosa jadinya.
Tinggal di dalam gang, di
tikungan memang harus WARAS dan MENGALAH. Tiap hari bisa geleng-geleng kepala
melihat akibat dari kelakuan orang-orang. Bisa tiba-tiba ada barang yang
hilang. Jajan di warung sebelah, sampahnya dibuang di mana-mana. Saya pernah
menegur seorang anak lelaki yang saya dapati membuang sampah di jalan depan
rumah kami. Saya suruh dia pungut dan membawa pulang sampahnya.
Sampah bekas kemasan
makanan berseliweran persis di depan pagar, bahkan tak jarang ada yang
membuangnya ke dalam pekarangan dan di dalam got. Ngomel-ngomel sama
sekali bukanlah pilihan waras, hanya buang-buang energi makanya saya tak
melakukannya karena saya tahu persis bahwa bersabar adalah “jalan ninja” dalam
hal ini.
Ngomel-ngomel tak ada untungnya bagi siapapun. Kotoran takkan tersapu seketika jika omelan terlontar. Tetap butuh tenaga dan kemauan untuk mengenyahkannya. Energi yang ada mendingan dialokasikan untuk membersihkan sampah.
Sementara membersihkan
kemasan bekas makanan dan minuman yang bertebaran, terbayang pasutri di warung
sebelah, tiap hari membersihkan sampah orang yang berbelanja di warung mereka.
Terbayang dulu almahum Papa mengurus tanaman-tanamannya sekaligus membersihkan
sampah bekas kemasan makanan (dulu bagian saya "dinas domestik"
saja). Saya sih tidak ada apa-apanya.
Yah, beginilah dinamikanya
hidup di dalam lorong (gang). Banyak yang tak mengerti kalau buang sampah
sembarangan itu berarti IKUT ANDIL MEMBUAT ORANG LAIN menderita.
Membersihkan sampah hanya
sebagian kecil. Sebagian besarnya adalah ketika musim hujan, sampah-sampah
(utamanya plastik) di dalam got menyumbat laju aliran air ke pembuangan
sebagaimana mestinya sehingga ada saja rumah yang kebanjiran di saat musim
hujan.
Sampah tak pernah habis
dari got-got yang sebenarnya merupakan bagian dari sistem drainase kota,
bukannya tempat sampah raksasa.
Bagi sebagian orang, alam semesta ini adalah tempat sampah raksasa (maaf, waras atau tidak nih?). Di sini, kesadaran tiap individu dibutuhkan sekali. Mungkin berpikir satu ini tak apa-apa. Padahal satu orang berpikiran demikian, di saat yang hampir bersamaan puluhan, ratusan, bahkan ribuan orang juga berpikiran sama maka jadilah lingkup RT, RW, desa/kelurahan, kecamatan, kota, hingga alam semesta menjadi tempat sampah raksasa bagi mereka.
Padahal cukup memelihara
kesadaran untuk membiasakan diri tak membuang sampah sembarangan. Cukup tiap orang
bertanggung jawab atas sampahnya sendiri. Sederhana sebenarnya tapi jadi masalah kota, negara, dan dunia karena banyak yang tak peduli. Terima kasih sudah membaca sampai
sini. Semoga kita semua termasuk kategori orang waras dalam memperlakukan
sampah.
Mari memudahkan orang
banyak, bukan mempersulit.
Barang siapa memudahkan orang yang kesulitan, niscaya Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat (hadits).
Makassar,
11 Februari 2022
Share :
Sampah lagi masalahnya, bener sih kita harusnya peduli sama lingkungan yang semakin tercemar karena semakin banyaknya sampah yang menumpuk.
ReplyDeletekalau di gang rumah saya, biasanya anak2 yg bermain sambil makan, buang sampahnya asal pluk aja, gak dibuang ke tempat sampah. Alhasil, pagi2 saya harus nyapuin banyak sampah plastik. belum lagi para laki2 yg nongkrong sambil merokok, puntung rokoknya sampe banyaaak... yg susah kalo sampah plastik masuk got, nyapuinnya susaah...
ReplyDelete