Jangan Mencela Ibu-Ibu Itu Terkait Antre Minyak Goreng – Seseorang bercerita bahwa sulit mencari tempe di pasar dua hari yang lalu. Kurang yang jual. Ada juga satu tapi sudah tidak terlalu bagus tempenya. Kata penjual tempenya, sulitnya memperoleh minyak goreng berakibat pada kurangnya penjualan tempe.
Sampai-sampai seseorang
itu berkata padanya: “Padahal tempe kan bisa dimasak kari.” Si penjual
mengatakan, “Oh, bisa, ya?” Lalu si penjual berkata, banyak yang berpikir cara
masak tempe itu hanya digoreng. Tapiii ini bukan tentang mengkritik
cara masak menggoreng, ya. Saya mencoba
mengajak melihat sudut pandang ibu-ibu beranak 3, 4, 5 yang sangat membutuhkan minyak goreng murah ini.
Pernah Berada
dalam Keadaan Ini?
Mari mencoba menyimak posisi
ibu-ibu seperti ini. Bagaimana kiranya kalau kita ada di posisi ibu beranak 3, 4,
5 yang tinggal di rumah petak kontrakan sempit dengan jatah gaji 1,5 – 3 juta
sebulan ini.
Maka seperti inilah rutinitasnya:
- Mempersiapkan dan memasak sarapan pada pagi hari sebelum suami dan anak-anak berangkat sekolah.
- Setiap hari mencuci pakaian 1-2 kali, lalu menjemur.
- Membersihkan rumah.
- Mengantar sendiri anak-anak ke sekolah, dengan jalan kaki. Bukan naik kendaraan pribadi apalagi diantar sopir pribadi. Syukur-syukur kalau bisa naik motor pribadi atau naik ojek online.
- Habis mengantar anak, pulang ke rumah. Atau kalau perginya naik kendaraan umum, atau rumahnya agak jauh maka si ibu menunggu di sekolah meskipun di luar pagar sekolah karena kepala sekolah melarang orang tua siswa berada di dalam pekarangan sekolah selama jam pelajaran berlangsung. Baru pulang ke rumah setelah anak pulang sekolah.
- Mampir di pasar dulu kalau belum ke pasar. Kalau ada stok bahan di rumah (syukur-syukur kalau punya kulkas), bisa langsung masak sendiri. Masak sendiri dong karena tak mungkin membayar gaji ART. Kalau ada ART kan enak, ada yang bantu.
- Kelar masak nasi, masak air, dan masak lauk (berapa macam, tuh), mempersiapkan makan siang dan cuci piring.
- Mengambil jemuran lalu melipat-lipatnya, atau menyeterika.
- Mengantar anak mengaji.
- Tidak terasa hari sudah menjelang sore. Jeda sejenak dengan me time, mungkin nonton YouTube, tidur siang, atau nenangga sambil saling mencari kutu sama ibu-ibu sebelah rumah.
- Kelar jeda, siap-siap lagi buat makan malam. Syukur-syukur kalau sisa makan siang masih bisa dimakan malamnya, kalau tidak ya masak lagi.
- Cuci piring lagi.
- Membantu anak mengerjakan PR.
- Siap-siap istirahat. Sebagian ibu masih mengurusi memasang obat nyamuk atau kelambu dan memastikan pintu dan jendela sudah terkunci rapat, serta semua anggota keluarga tidur dengan tenang.
Kalau anak-anaknya tenang
semua, mudah diatur semua, enak. Aman, tenteram, dan damai rutinitas kehidupan. Tapi belum tentu, saudara!
Belum Cukup …
Ada Realita Tambahan:
π¦Realitanya, ada anak yang
berkelahi dengan anak tetangga sehingga butuh waktu untuk menyelesaikan permasalahannya.
Tetangga saya bahkan ada yang antar ibu-ibunya berkelahi karena salah seorang
ibu tidak terima anaknya (katanya) diperlakukan kasar oleh ibu dari lawan anaknya.
π¦Realitanya, ada anak yang
menangis, tantrum entah karena apa. Ada anak yang merengek minta jajan padahal
sudah jajan. Ada anak yang harus dibantu mengerjakan tugas sekolah membuat prakarya
atau video. Syukur-syukur kalau ini hanya tugas 1 anak, bisa jadi 1-3 anak
tugasnya membuat video dan semuanya harus dibantu oleh si ibu.
π¦Realitanya, di antara anak
ada yang sakit sehingga butuh perhatian lebih. Atau masih ada yang menyusu
sehingga harus disusui selama berkali-kali dalam sehari. Realitanya, ada
masakan yang gosong sehingga harus ke warung sebelah untuk membeli ikan kaleng
dan memasak kembali sebagai gantinya.
π¦Realitanya, suami pulang
kerja lelah dan tak semua semua bisa atau mau membantu meringankan pekerjaan
rumah tangga karena menganggap kerjaan rumah tangga adalah kerjaan istri semata.
Ada juga tipikal suami yang pelit ngasih duit ke istri padahal gajinya
tak seberapa, ada suami yang berselingkuh sehingga menambah beban istrinya.
π¦Realitanya, ada sebagian ibu
yang dari pagi ketemu pagi tak bisa me time meski hanya sekadar nonton
YouTube karena budget untuk paket data terbatas karena harus berbagi dengan
anak-anak yang butuh dan waktu terkuras untuk mengerjakan serentetan pekerjaan
rumah dan urusan keluarga besar.
π¦Realitanya, masih harus
mendatangi acara keluarga atau majlis taklim, atau kerja bakti di lingkungan RT,
atau harus membantu mempersiapkan konsumsi untuk pertemuan di rumah Pak RT atau
pengajian di masjid.
π¦Realitanya, sewaktu kita
kecil jika ibu kita memberikan menu kukus atau rebus tiap hari, tak ada telur
ceplok, tak ada telur dadar dan tempe goreng gurih, kira-kira kita bisa jadi
anak kecil yang manis dan penurut selama berbulan-bulan?
π¦Realitanya, saat harga minyak
goreng tak mahal pun ada ibu-ibu yang bunuh diri atau membunuh anaknya karena
depresi berat.
π¦Ingat lho, anak kecil
bukan orang dewasa yang sadar diri tentang menghindari makan makanan gorengan
karena orang dewasa, apalagi yang sudah ada ancaman penyakit kolesterol, asam
urat, jantung, ginjal pasti paham apa risikonya bagi mereka. Tapi anak-anak kan
tidak demikian? Dan ibu-ibu yang saya ceritakan ini ingin membahagiakan anaknya
dengan membuatkan gorengan yang gurih dan enak!
π¦Dan masih banyak realita lain.
Terbayangkankah oleh
kalian? Meski oleh sebagian orang inilah “HANYA” ibu rumah tangga biasa, aktivitas
mereka SANGAT padat sehingga yang simple dan murah menjadi sebuah KEBUTUHAN.
Mari Pahami
Kalau belum bisa berempati,
coba untuk bersimpati dulu.
Dalam posisi ibu-ibu
seperti mereka, cara masak yang paling simple dilakukan setiap harinya adalah MENGGORENG. Maka dari itu, jika ada
informasi di mana ada minyak goreng murah dijual, mereka akan berjuang
mendapatkannya. Please, jangan nyinyir dengan mengatakan: “Sampai segitunya?”
Yes, sampai segitunya, karena
minyak goreng murah membantu mereka untuk menghemat gaji 1,5 – 3 juta rupiah
sebulannya. Membuat tempe goreng lebih simple dibandingkan memasak kari
tempe. Dengan tempe goreng, bisa dengan bumbu bawang putih dan garam saja atau
tepung bumbu, lalu memenuhi wajan dengan tempe. Masak, hidangkan, beres.
Memasak kari tempe
membutuhkan lebih banyak bumbu. Mana ada bumbu kari hanya pakai bawang putih?
Bisa jadi sebenarnya sesekali mereka masak kari tempe juga tapi bukan urusan
kita untuk nge-judge mereka kenapa tidak merebus-rebus saja.
Bagian kita adalah mencoba
memahami
bahwa menggoreng itu adalah cara masak paling simple dan murah untuk
tipikal ibu-ibu yang saya ceritakan di atas pola hidupnya. Bukan bagian kita
untuk mengkritik cara masak mereka, terlebih kalau kita punya pilihan
yang jauh lebih baik dari pola hidup di atas – terlebih lagi jika kita punya
kendaraan sendiri, punya gaji sendiri yang berkecukupan, punya ART, masih bisa
wara-wiri ke sana ke mari naik ojol, masih bisa ke salon, atau masih bisa pesan
makanan di aplikasi ojek online. Bu, Pak … ibu-ibu itu tak punya
pilihan seenak itu dalam hidupnya!
Mari tahan kritikan, bantu
saja dengan do’a agar kejayaan minyak goreng dengan harga maksimal 14.000 per
liter segera kembali dan tak langka lagi. Mari berdoa agar mafia minyak goreng
ini segera enyah dari sendi-sendi kehidupan kita semua.
Kalau tidak bisa juga, diam saja karena tidak berada dalam posisi yang mereka rasakan. Kalau tidak bisa
memberikan solusi, please … DIAM SAJA.
Makassar,
23 Maret 2022
Share :
Setuju, dan masalah di sini bukan ibu-ibu yang antre minyak goreng, tapi oknum yang nimbun minyak goreng sampai bikin supplynya nggak cukup buat demand....
ReplyDeleteBenar.
DeleteNah bener banget, bukan salah ibu-ibu yang membutuhkan minyak goreng tapi kenapa ketersediaannya sedikit. Malah menyulitkan ibu-ibu kayak gitu, apalagi harga makin meroket pastinya gunainnya juga hemat karena mikir manajemen uangnya juga. :)
ReplyDeleteBelum lagi harga lain pada baik pelan2 kan,Mbak.
DeleteIya , ketersedu=iaannya sangat kurang sekali. bahkan jam 8 saja sudah habis.
ReplyDeleteDi salah satu supermarket besar di kota saya malah sore sudah tidak ada, Mbak.
Deletesemoga permasalahan minyak ini segera selesai dan pemerintah dapat menyelesaikan hal ini dengan bijak. kasihan para ibu sampai harus mengantri-ngantri bahkan sampai banyak tragedi yang terjadi gara2 minyak goreng ini
ReplyDeleteKalau mikirin nasib ibu ibu memang yang keluar biasanya air mata.. wanita memang makhluk yang harus kuat walaupun terlihat lemah dan harus dibela.. semoga semua bisa jadi ibu ibu yang sehat cerdas dan berdaya guna bagi masyarakat
ReplyDeleteDan mari kita doakan semua diberi kemudahan dalam segala urusannya.
ReplyDeletePemerintah dimudahkan dalam mengatur kebijakan sehingga masyarakat tetap sejahtera.
Pengguna dimudahkan dalam mendapatkan minyak, meskipun mahal semoga mudah mendapatkan rezeki untuk membelinya
Aamiin...
wah bener mbak, banyak rentetan cerita di belakang masalah minyak ini, jadi tiap orang punya kebutuhan masing-masing, kalau tidak mengerti memang mending diam saja :)
ReplyDeleteSekarang malah tambah mahal nih... Seliternya 24rb. Pusing dah.
ReplyDeleteBener mba, begitu drama rasanya ya perihal minyak goreng ini.
ReplyDeleteKami cukup mengurut dada juga dengan kenaikan minyak yang fantastis, terutama segi kepraktisan menggoreng untuk pasutri dengan anak yg lebih dari 1 (baca: delapan)
Sesekali menggoreng, tapi juga mengambil alternatif lainnya supaya lebih hemat
Blom tau mereka yang mencela.
ReplyDeleteBahwa di jaman sekarang ini, 'yang paling berharga' di dunia ini bukan hanya keluarga, tapi juga MINYAK GORENG
Setujuuuu
ReplyDeleteSaya bisa merasakan kegalauan dan perjuangan para ibu yang antre minyak goreng itu. Begitu banyak orang yang enggak mau menempatkan diri di posisi orang lain tapi sudah keburu nyinyir. Semoga saya dijauhkan dari yang demikian. Setidaknya diam saja jika tak punya solusinya dan bukan mencela
Semoga beban para ibu-ibu di luar sana pada diringankan dan dilimpahkan rezekinya oleh Allah swt.
ReplyDeleteHahaha.. Terimakasi kak mugni. Saya seakan membaca pengalaman pribadi soal rutinitas ibu2.
ReplyDeleteRealita yang disajikan juga mirip. Hihihi
Saya yang anak 5. Tugas sekolah anak bikin video semua dan ada 3. Gak kelar kerjaan rumah. Alhamdulillah masih waras. Dan Allah kasih kemudahan anak-anak yang mudah soal makan. Banyak hal yang membuat saya berempati. Apalagi saya punya warung. Kadang saya ikutan sedih kalo ada ibu-ibu yang beli minyak goreng hanya 2000 saja. Tidak saya tolak. Karena saya pernah tau rasanya tidak punya uang saat anak minta jajan.
Apaboleh dikata mba, mungkin karena inflasi harga semua minyak goreng pun naik, jadi turut empati juga sama ibu2 di luar sana yang memang butuh minyak goreng tak sekadar makan, tapi mungkin saja utk kebutuhan hidupnya
ReplyDeleteBelum lama ini Acha membaca berita tentang seorang politisi yang mau memasak menu tanpa minyak goreng demi kemaslahatan para ibu ibu setanah air. Menikmati tulisan Bunda, seakan membangkitkan empati yang seharusnya bisa dimengerti saja, jika belum sanggup dipahami. Terima kasih, Bunda.
ReplyDeleteSetuju bangett mbaa, karena itu lebih simple dan enak. mereka juga ngga punya airfryer :(( mereka cuma punya pilihan ituu, ngga bisa semerta merta kita nyinyirin karena minyaaaak teros dipake buat masak ya kan
ReplyDeleteSaya juga ikutan sedih dengan polemik minyak goreng ini. Nggak habis pikir aja, kenapa bisa begini dan begitu. Semoga buibu bisa menemukan solusi dalam memasak dan menyajikan makanan.
ReplyDelete