Ramadhan yang berbeda kali ini kami jalani, tanpa sosok dua orang tua saya yang sudah berpulang September lalu dengan perantaraan covid-19. Kepergian mereka sekali lagi menunjukkan bahwa kematian itu dekat, sangat dekat.
Alhamdulillah bukan hal berat mengikhlaskan
kepergian
keduanya karena kami yakin bahwa ketika ketentuan Allah berjalan, takkan ada
yang bisa menahannya. Yang berat justru ungkapan beberapa orang yang
menghakimi. Di satu sisi, saya menyadari mereka mengatakan hal yang tak enak
bagi kami itu justru karena kepedulian dan rasa sayangnya pada orang tua kami
namun di sisi lain, mereka tak sadar, ungkapan-ungkapan itu menyakitkan bagi kami dan butuh waktu untuk melupakan apa yang mereka katakan itu.
Semua hal terbaik sudah kami lakukan sebagai orang terdekat dari orang tua kami. Adik laki-laki saya yang masya Allah, Allah izinkan tinggal selama 4 pekan jelang berpulangnya kedua orang tua senantiasa menemani kedua orang tua ke rumah sakit. Ayah sempat dirawat di rumah sakit karena ada masalah dengan hernianya jadi tidak bisa dirawat di rumah sementara ibunda pulang ke rumah karena kondisinya jauh lebih baik dan tak ada usulan dari dokter untuk menyuruhnya rawat inap.
Ayah akhirnya kami ambil dari rumah sakit atas persetujuan saya dan adik-adik karena beliau makin tak nyaman di sana. Dari yang sebenarnya sabar, beliau menjadi pemarah dan sering memarahi para nakes dan mencoba mencari jalan keluar. Ketika berbicara di telepon dengan nakes, kami mendapat kesan mereka kewalahan merawat ayah kami. Memikirkan, daripada Papa stres dan jelas akan menurunkan imun tubuh, lebih baik beliau bersama kami di rumah.
Alhamdulillah, di rumah ada tabung
oksigen, ada obat-obatan medis, ada vitamin, ada suplemen, ada makanan, dan ada
kami – anak-anaknya yang senantiasa mendampingi keduanya. Keduanya berpulang
dalam kondisi yang mereka inginkan – di dalam rumahnya sendiri. Memenuhi apa
yang sebelumnya berkali-kali dikatakan oleh ayahanda, bahkan ketika beliau
masih sehat:
“Kalau saya kena covid, saya tidak mau dibawa di rumah sakit karena kalau saya meninggal, anak dan cucu tidak bisa lihat.”
Ramadhan ini merupakan puasa wajib
pertama kami tanpa keduanya. Di Ramadhan-Ramadhan lalu, Papa yang paling
rajin mencari kue atau es buah untuk berbuka. Pada sore hari, beliau mengajak
cucunya untuk membeli kue atau es buah yang banyak dijual tak jauh dari rumah
kami. Sesampainya di rumah, tak pernah beliau menyuruh saya untuk memindahkannya
di piring atau gelas, beliau melakukannya sendiri.
Percakapan terakhir
tentang Mau
Makanan Surga dengan ayahanda takkan pernah bisa saya lupakan. Tanggal 7
September, pukul 8.30 pagi, saya dan adik perempuan masih bercakap-cakap
dengannya. Saya merasa optimis Papa akan sembuh karena melihat kondisinya yang
sudah lebih baik. Tak lepas masker, saya dan adik mengajaknya berbincang,
memijat kaki dan tangannya, kami memintanya untuk makan dengan jumlah yang
lebih banyak.
Juga memintanya untuk
mengingat aktivitas rutinnya seperti duduk-duduk di beranda guna menikmati bebungaan
yang dirawatnya setiap hari dan ke masjid untuk menjadi imam shalat fardhu di
masjid dekat rumah.
Sayangnya, semua harapan dijawabnya dengan gelengan kepala dan kata TIDAK. Makanan surga dan jadi imam di surga, itu saja yang dijawab olehnya. Jawaban aneh yang bikin merinding itu ternyata tanda bahwa beliau sudah hendak pergi ke alam lain kendati sempat video call dengan beberapa keponakannya. Pukul 11 pagi, Papa pergi di depan mata kami.
Harapan saya, ingin
merasakan kehadiran malaikat maut tak kesampaian. Allah sungguh Maha Besar.
Jika Dia berkehendak, tak ada yang bisa menahannya, termasuk ungkapan-ungkapan
yang terlontar dari mereka yang tak paham itu.
Kadang-kadang terlintas
tanya, sedang apa Papa dan Mama di alam barzakh? Semoga keduanya
baik-baik saja. In syaa Allah doa dari ketiga anak Papa dan Mama masih
terlantun. Semoga bisa membawa kepada keadaan yang lebih baik kelak di akhirat.
Makassar,
5 April 2022
Selamat menjalankan ibadah
puasa Ramadhan ya Karib dan Kerabat, semoga segala amal baik bernilai
ibadah dan diberkahi Allah.
Share :
0 Response to "Ramadhan yang Berbeda"
Post a Comment
Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^