Seperti Cowok Cantik Bermobil Merah – Cowok cantik itu menarik perhatian. Beberapa kali, saat saya sedang berdiri di pekarangan rumah, saya melihatnya melintas dari arah kos-kosan sebelah kiri rumah ke arah lapangan masjid sebelah kanan rumah. Pertama kali melihatnya saya terpukau karena dia terus mematut-matut wajahnya di depan kamera HP yang ter-setting kamera depan.
Atau bisa juga dia sedang live
IG, entahlah. Yang jelas saya bisa melihat si cowok cantik itu terus memandangi
wajahnya sendiri di layar handphone-nya sembari berjalan. Cara berjalannya
manis sekali, persis perempuan. Beda dengan cara jalan saya yang agak maskulin 😁. Hebat, dia bisa fokus begitu. Tidak menabrak atau tersandung
padahal wajahnya menghadap ke layar HP terus.
Kali kedua dan ketiga, saya melihatnya melintas dari dan ke arah yang sama. Bulu mata palsu tampak jelas di atas matanya. Perhatian saya tersedot pada bulu mata nan cetar itu. Kali ini dia tidak memandangi wajahnya di layar ponsel. Dia berjalan kaki, masih dengan cara jalan yang feminin. Kali ketiga melihatnya, rambutnya berubah warna. Ada highlight pirang di bagian atas.
Saya menyebutnya “cowok
cantik” karena hanya dia satu-satunya lelaki dengan gaya seperti itu yang saya
lihat wara-wiri di sekitar rumah. Setiap kali melihatnya berjalan kaki dari dan
ke arah yang sama, saya melihatnya kembali melewati depan rumah kami dengan mengendarai
mobil mungil berwarna merah.
Ah, rupanya dia menambah
jumlah kendaraan yang terparkir di halaman masjid itu. Saya tak ingat sudah
berapa tahun terakhir ini, anak-anak gang kami kehilangan tempat bermain karena
lapangan masjid sudah dijejali mobil-mobil aneka merek, bentuk, dan warna.
Mobil-mobil kepunyaan orang-orang sekitar yang tak mampu memiliki garasi.
Senang sih, mereka
bisa bermobil sekarang tapi di sisi lain, saya merasa miris karena dahulu
lapangan masjid menjadi tempat bermain anak-anak. Mengingat ruang terbuka hijau
tak ada yang terjangkau letaknya dari lingkungan kami, lapangan masjid sangat
memadai untuk mereka bermain kejar-kejaran, dende, kelereng, sepak bola,
bulu tangkis, dan sebagainya.
Bermainnya anak-anak di dekat
masjid, menurut saya bisa menjadi cara untuk mendekatkan anak dengan masjid. Andai
kita memang need a village to raise our children, orang-orang tua yang
peduli bisa memanggil atau malah memerintahkan anak-anak itu masuk masjid
begitu waktu shalat tiba.
Eh tapi sebenarnya tak
semudah itu juga sih karena ada saja orang tua yang tak suka melihat
anak-anak berkeliaran di dalam masjid. Ada lho yang wajahnya merengut
mendengar celoteh anak kecil dalam masjid. Kalau ada anak-anak yang mau shalat
di masjid, dengan segala cara disuruhnya ke shaf paling belakang
atau shalat di pelataran masjid saja.
Di sekitar rumah ada
beberapa rumah kos. Saya membayangkan jika penghuni kos seperti si cowok cantik
itu bertambah, membawa mobil tapi si penyedia kos tak menyediakan garasi, apa
jadinya ya. Lha warga yang memiliki rumah atau yang kontrak di sini saja
sudah ada beberapa yang menyimpan mobilnya di pekarangan masjid.
Anak-anak lorong kami kini
bermainnya di jalanan. Paling menggemaskan jika mereka bermain persis di
persimpangan dan tidak peka dengan kendaraan yang lewat sehingga orang yang
berkendara dan hendak lewat harus berhenti dan berteriak-teriak lebih dulu
untuk meminggirkan mereka.
Kasihan juga, anak-anak tak punya lagi sarana untuk beraktivitas secara fisik/berolahraga yang murah meriah sementara lahan kosong semakin kurang karena perumahan semakin padat. Semoga tak ada yang berkomentar: “Lapor sama Pak RT.” Soalnya RT-nya juga memarkir mobilnya di lapangan masjid saat tak terpakai, Gaes. 😆
Yah, begitulah salah satu
fenomena dalam gang di sini. Bukan hanya di sini saja. Di gang-gang
sebelah, mobil-mobil diparkir di depan rumah empunyanya ketika tak dipergunakan.
Tahu kan yang namanya gang itu tidak selebar jalan biasa. Orang-orang
yang lewat yang harus berhati-hati, jangan sampai menyenggol mobil mereka.
Sepertinya tak ada solusi ya untuk jalanan yang lebih memadai dan tempat bermain anak-anak bisa kembali seperti dulu lagi. Kita yang harus bersabar akan kemungkinan makin banyaknya mobil di tahun-tahun mendatang. Semangati diri sendiri saja: “Sabar ko, hati!” 😇
Makassar, 3 Mei 2022
Share :
Komentar serius saya:
ReplyDeletePemerintah semestinya mengatur sistem tata kota yang baik. Mereka mestinya mengatur lingkungan perumahan supaya muat untuk jumlah rumah yang cukup, sudah memperkirakan berapa mobil yang sekiranya dibutuhkan oleh setiap rumah.
Sehingga, luas garasi yang pantas dibangun oleh tiap rumah juga sudah diperkirakan.
Sehingga, tidak akan ada ceritanya mobil parkir di area umum warga (misalnya lapangan bermain).
Tapi sering terjadi, umur pemerintahan dengan umur perumahan itu lebih tua perumahannya.
Warga perumahannya tidak bisa diatur untuk membangun garasi di rumahnya sendiri, sehingga mereka pun mengambil alih ruang terbuka hijau di lahan perumahan mereka.
Karena pola pikir mereka memang memberi prioritas lebih tinggi untuk kepemilikan mobil daripada kepemilikan ruang terbuka hijau.
Itu dia ... jadinya yang kebayang tidak ada solusi. Entah akan ada perhatian dan kemauan penanganan soal tempat parkir dan tempat bermain anak, Mbak Vicky.
DeleteTerima kasih, ya sudah mampir di sini.