Bicara Tidak Sopan: Tentang Bully yang Diceritakan Anakku - "Afyad ingat tidak?Waktu masuk SD belum lancar bicaranya. Sekarang cerewet sekali anaknya Mama," ucap saya pada anak bungsu bertubuh bongsor sembari memeluknya.
Afyad mengangguk.
"Tapi sekarang saya malu, Ma bicara sama orang," ujarnya. Dalam hati
saya merasa miris, anak ini mungkin merasakan keterbatasannya dalam
bercakap-cakap dengan orang lain ya sampai dia merasa malu begitu.
Dia memang belum bisa menyampaikan dengan detail isi pikiran dan perasaannya. Butuh waktu bagi saya untuk mengorek apa sesungguhnya yang dia pikirkan atau rasakan saat dia terlihat resah atau jengkel.
Tidak selalu berhasil.
Terkadang saya menyerah, dia terus saja mengomel sementara saya tidak tahu
sesungguhnya apa yang membuatnya mengomel karena dia tidak bisa menjelaskan
dengan runut atau logis. Sepertinya memang masih butuh waktu supaya dia bisa
bercakap seperti anak-anak seusianya. Bercakap yang sewajarnya, bukan seperti apa
yang baru-baru ini diadukan oleh Afyad …
Kemarin pagi dia curhat
dan menyebut 2 nama temannya, "Ma, A dan B itu suka bicara tidak
sopan."
"Bilang apa?"
tanya saya.
"Bilang 'battala',"
maksudnya 2 anak itu suka mengejeknya dengan menyebut tubuhnya yang besar
(gendut). Afyad menjelaskan dengan kode body language bahwa dia diejek. Wajahnya
menunjukkan ekspresi tak senang. Kalau sudah begini, saya tahu dia merasa tidak
nyaman dan tidak suka diperlakukan demikian.
Masalahnya tak selalu ada
yang bisa menolongnya di sekolah. Andai terjadi di dekat saya, mungkin yang
terjadi adalah (minimal) saya pelototi tuh anak-anak. Namun demikian
saya menyadari juga bahwa saya tak bisa selalu ada di dekat Afyad dan
melindunginya dari orang-orang usil. Mau tak mau dia harus punya mental yang tangguh
dalam pergaulan.
Lalu tentang mengejek
tubuh orang yang ukurannya extra large … jangankan anak-anak, ORANG
DEWASA SAJA masih banyak yang tidak mengerti, berulang kali menyapa GENDUT atau
GODE atau BATTALA pada anak-anak padahal anak-anak ini sedang
membangun harga dirinya. Keisengan dan bully cenderung
menggerogoti harga diri dan kepercayaan dirinya.
Tidak disadari oleh pelaku,
ucapan yang terasa bercanda atau mengejek dengan sebutan fisik itu bisa melukai
harga diri si anak. Masih banyak orang dewasa yang menganggap lucu
mengolok-olok anak-anak seperti itu
padahal SAMA SEKALI TIDAK LUCU.
Di waktu lain, Afyad mengadukan temannya yang mengejeknya dengan ucapan, “BODO!”
Sebagai ibu, pasti saya
merasa teriris. Seorang ibu itu lebih teriris ketika anaknya disakiti ketimbang
ketika dirinya sendiri yang mengalaminya.
Mengetahui begitu mudahnya
anak-anak itu mengejek maka rasanya bisa ditebak jika ada anak yang tega mengolok-olok
anak lain karena perbedaan kondisinya maka dia melihat contoh seperti itu di
dekatnya.
Saya mencium anak spesial
dengan keadaannya yang speech delay ini. Memberikannya semangat dengan sejumlah kalimat yang
menenangkannya. Juga mengatakan bahwa dia baik dan saya serta papanya menyayanginya.
Dia pun mengangguk lalu pergi sekolah. Bismillah ya, Nak. Kita hadapi
dunia bersama-sama. Doa Mama mengiringimu.
Makassar,
12 Juni 2022
Baca juga:
- Mengapa Anak Saya Mengalami Bullying?
- Melawan Pedih, Mengatasi Bullying
- Anak Galak Tetap Mendapat Bullying: Waktunya Orang Tua Bertindak
- Masa Remaja Terus Mencela Ketika Dewasa Akan Jadi Apa?
- Speak up: 4 Hal yang Mendukung Penyelesaian Kasus Perundungan
Share :
Kalau denger cerita bully gini jadi sesek juga, di usianya Affyad kayak gini temennya juga masih kecil kalau dituntut pasti ada yang bilang namanya juga anak kecil. Susah memang, tetapi pihak yang dibully terus menderita kalau begitu. But, di balik kekurangan pasti ada kelebihan. Semangat!
ReplyDelete