Bencana Hidrometeorologi Awal 2023 – Secara perlahan tapi pasti air yang menggenang di ruang tengah rumah kami naik. Saya mengamati banjir sembari tetap melantunkan ayat-ayat suci. Hujan deras turun sejak sebelum subuh. Hanya sesekali berhenti sebentar lalu hujan dengan intensitas deras turun lagi.
Si tengah sudah diantar ke
sekolah oleh pak suami namun putar haluan karena ada pemberitahuan bahwa sekolah
libur di grup Whatsapp-nya. Si bungsu batal ke sekolah karena di grup kelas
wali kelasnya menginformasikan kepada siswa yang belum berangkat ke sekolah
supaya tidak usah pergi saja. Masih jam 7 pagi dan rumah ibu wali kelas sudah
kebanjiran.
Pukul 7, situasi di rumah masih normal. Demikian pula pada pukul 8 namun rasa waswas semakin besar karena terpikir “hukum alam” bahwa hujan deras yang turun berjam-jam lamanya akan berakibat banjir. Benar saja, jelang pukul 9, alam meluahkan airnya. Tak terbendung lagi, masuk ke dalam rumah melalui semua celah yang bisa disisipi.
Begitu banyak barang yang
harus diselamatkan tetapi saya terpaku dengan lantunan ayat-ayat suci,
bermaksud menenangkan diri. Pikiran kalut, entah apa yang harus diselamatkan
terlebih dulu jika air
makin meninggi.
Suami saya lebih tanggap,
beliau menaikkan barang-barang yang perlu diselamatkan ke tempat yang lebih
tinggi. Sayangnya, tak semua bisa diselamatkan karena air naik makin tinggi,
hingga setengah betis orang dewasa!
Ngeblank!
Pikiran saya blank. Tidak
tahu harus melakukan apa. Berbagai kelebatan kejadian tak enak tentang banjir
masa lalu seakan terkoneksi dengan kejadian hari Senin tanggal 13 Februari 2023
ini, makin membuat saya linglung. Saya menyelesaikan surah al-Baqarah. Rasanya
lebih menolong membangkitkan ketenangan ketimbang berdiam diri saja.
Selama lebih dari 30 tahun
tinggal di wilayah ini, baru kali ini terjadi banjir
sampai setengah betis di dalam rumah. Nyaris semua pakaian di bagian bawah
lemari terendam. Jangan tanya buku-buku di rak buku kami, ada ratusan yang
terendam air. Belum lagi album-album foto tua, kaset-kaset tua milik pak suami,
dan masih banyak lagi. Membayangkan membereskannya, entah harus mulai dari
mana.
Peristiwa ini bukan hanya
saya dan warga Rappocini yang mengalami. Sebagian besar warga Makassar
kebanjiran. Salah seorang dosen saya dulu menulis status di Facebook yang
menyatakan bahwa sejak tinggal di Makassar, baru
kali ini rumahnya kebanjiran. Sependek ingatan saya, baru kali ini air laut
meluap di kota ini. Pagi hari itu beredar video yang memperlihatkan air laut
yang sudah sejajar dengan daratan.
Alhamdulillah banjir tak berkepanjangan
di rumah kami. Secara berangsur air di pekarangan surut sehingga mendatangkan rasa
optimis untuk menguras sisa air di dalam rumah. Hari Jumat, lantai sudah bersih
dari sisa banjir. Kelinglungan yang saya alami hilang keesokan harinya, setelah
saya duduk tenang, menyelesaikan pembacaan tilawah. Kali ini sekali lagi
saya buktikan mukjizat Al Qur’an sebagai syifa.
Entah apa yang terjadi
dengan jemari kaki saya jika banjir berkepanjangan. Begini saja sudah membuat jemari
kaki merasakan gatal-gatal hingga luka akibat kutu air. Saya tak berani
membayangkan apa yang dialami teman saya yang tinggal dekat Sungai Tello.
Sampai 5 hari pasca kejadian, ketinggian air di dalam rumahnya masih
sepinggang. 😢
Bencana
Hidrometeorologi
Apa yang terjadi di
Makassar pada pertengahan Februari lalu itu disebut sebagai BENCANA
HIDROMETEOROLOGI. Melansir BMKG, bencana hidrometeorologi adalah suatu fenomena
bencana alam atau proses merusak yang terjadi di atmosfer (meteorologi), air
(hidrologi), atau lautan (oseanografi)[1].
Dalam sebuah artikel di Detik.com saya dapatkan informasi bahwa menurut data BNPB, dikutip dari Modul Hidrometeorologi UGM (2022), selama 20 tahun terakhir ini Indonesia mengalami berbagai jenis bencana alam, termasuk bencana hidrometeorologi. Trend fenomena bencana hidrometeorologi di Indonesia memiliki kecenderungan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Melansir BPBD Yogyakarta, penyebab bencana hidrometeorologi adalah diakibatkan oleh parameter-parameter meteorologi, seperti curah hujan, kelembapan, temperatur, dan angin [2].
Semua pihak harus berbenah
dengan lebih serius. Semoga saja para ilmuwan bisa bersinergi dengan pemerintah
untuk menemukan langkah-langkah solutif agar ke depannya jika bencana terulang,
dampaknya bisa diminimalisir tetapi tolong, jangan minta warga untuk membangun
rumahnya bertingkat karena kemampuan orang beda-beda.
Di rumah kami ada satu hal
langkah yang sepertinya bisa jadi solusi namun tertunda terus pelaksanaannya,
yaitu membuat lubang BIOPORI. Biopori adalah[3]
lubang resapan silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah sebagai
metode resapan air yang ditujukan untuk mengatasi genangan air dengan cara
meningkatkan daya resap air pada tanah. Metode ini dicetuskan oleh Dr. Kamir
Raziudin Brata, salah satu peneliti dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (Wikipedia).
Pada akhir tahun 2021,
kami sempat membuat 1 lubang yang sedianya untuk biopori. Rencannya akan dilanjutkan
dengan membuat belasan atau 20 lubang di pekarangan rumah, pipa-pipanya sudah
siap, tinggal ditanam.
Lubang pertama yang dibuat
cukup dalam tetapi tidak selesai jadi biopori sempurna karena waktu lubang itu
dibuat, air tanah masih tinggi. Kerabat yang membantu melinggis lubang menyarankan
kami untuk menunda membuat lubang
biopori karena tidak akan maksimal hasilnya jika air tanah masih banyak.
Dia menyarankan kami untuk
membuat lubang sekitar bulan Maret atau April, ketika hujan sudah jauh
berkurang. Sayangnya waktu itu kami tidak jadi melanjutkan pembuatan lubang
biopori karena satu dan lain hal. Nah, efek yang ditimbulkan oleh satu
lubang yang sudah dibuat itu ternyata cukup signifikan untuk mencegah banjir
sejak saat itu padahal belum sempurna dan baru 1 lubang!
Pada tahun-tahun
sebelumnya, ketika curah hujan tinggi, air masuk ke dalam rumah hingga batas
mata kaki. Sejak lubang itu dibuat, tidak pernah lagi air masuk di dalam rumah
kecuali saat bencana hidrometeorologi
terjadi pada bulan lalu karena memang curah hujan sangat besar, di luar
kebiasaan dan lubang yang dibuat sudah tertimbun lagi.
Biopori menjadi pe er kami
2 bulan ke depan. Semoga bisa terlaksana dengan sempurna dan menjauhkan kami
dari bencana meteorologi serupa. Oya, kalian menerapkan biopori juga? Jika ya, share
pengalamannya di kotak komentar di bawah ini ya.
Makassar,
24 Maret 2023
[1] https://news.detik.com/berita/d-6439542/apa-itu-bencana-hidrometeorologi-ini-definisi-jenis-hingga-pencegahan
[2] Idem.
[3] https://id.wikipedia.org/wiki/Biopori
Share :
Bencana banjir banyak terdengar dari berbagai penjuru apalagi di cuaca hujan seperti ini. Kemarin pun ada kabar banjir dari Lumajang, memang masalah ini harus kita cegah sebisa mungkin karena penyebab terbesarnya juga dari gaya hidup manusia. Terima kasih informasinya!
ReplyDeleteTurut prihatin ya bu. Smg optimalisasi bioporinya memberi mitigasi yang sepadan ya
ReplyDeleteAamiin ... terima kasih Bang Day.
Delete