Akibat Cuek di WhatsApp, Dapat Bintang Satu – Akibat dicueki oleh sebuah pemilik bisnis pada WhatsApp bisnis miliknya, saya memberi bintang satu pada ulasan bisnisnya di Google Maps. Hal ini takkan saya lakukan jika tingkah cueknya hanya satu kali. Saya biasanya termasuk royal memberikan bintang 5 kepada bisnis yang memiliki akun Google Maps atau Google My Business, kecuali jika ada hal keterlaluan yang dilakukannya.
Jadi, ceritanya begini … beberapa
tahun lalu ketika suami saya sakit dan membutuhkan layanan dari bisnis yang
dimiliki orang tersebut, sebut saja naman X. Layanan sebelumnya berefek
mengenakkan badan suami. Ketika qadarullah, dapat ujian sakit lagi, kami
pun kembali memesan layanan kesehatannya.
Saya meminta pak suami
untuk mengirim pesan WhatsApp
kepada Pak X. Awalnya dibalas, dengan kata-kata yang mengisyaratkan untuk
menunggu. Kemudian keesokan harinya, suami saya kembali mengirim pesan teks WA.
Tidak dibalas olehnya, bahkan tak dibaca sama sekali.
Mungkin sibuk sehingga terlewat – awalnya begitu yang kami pikir. Menunggu hingga keesokan harinya, atas dorongan dari saya, pak suami kembali mengirimkan pesan WA. Eh, sama dong, tidak dibaca sama sekali, apalagi dibalas.
Kami masih berbaik sangka.
Mungkin sibuknya kebangetan sampai-sampai dikirimi pesan WA kesekian
kali, tidak kunjung dibalas juga. Kami menunggu lagi hingga beberapa waktu lalu
saya minta suami untuk mengirimkan pesan WA lagi. Ealah, ternyata sama.
Begitu juga, tidak dibaca, apalagi dibalas.
Bukan tanpa alasan kami
memilih Pak X untuk memperoleh layanan kesehatannya. Alasannya adalah karena di
antara kami masih ada hubungan kekerabatan. Kalau ada kerabat, mengapa menghubungi
orang lain, bukan?
Namun demikian, dianggurin
hingga 3 kali itu sangat keterlaluan mengingat kami butuh karena suami
sedang sakit dan kami menunggu, tidak beralih ke penyedia jasa lain karena
masih positive thinking pada X.
Padahal tinggal balas dan
bilang tak bisa melayani, itu jauh lebih baik dan beradab. Apa susahnya, kan?
Kalau segera dibalas olehnya maka sesegera mungkin pula kami mencari alternatif
lain, yaitu dengan menghubungi orang lain.
Saat itu saya sedih dan
geram. Sedih karena suami lagi sakit dan butuh bantuan. Geram karena gara-gara
tingkahnya, kami tidak segera beralih kepada penyedia jasa lain. Banyak koq yang
menyediakan jasa serupa. Kami menghubunginya karena menghargai hubungan
kekerabatan yang terbentuk.
Jawaban berupa penolakan
jauh lebih baik daripada tindakan cuek bebek begitu. Kami membayar
jasanya, lho, bukannya minta gratisan. Kami tidak pernah minta diskon
pun. Apa salahnya diberi perhatian sedikit dengan meluangkan sedikit saja waktu
untuk mengatakan, “Maaf, saya sedang sibuk, hubungi yang lain saja.” Atau
kalaupun minta tarifnya dinaikkan, kami tak berkeberatan koq.
Kejadian itu berbuntut
kepada pemberian bintang satu oleh saya di Google Maps. Ada nama lengkap saya
di situ, dia pasti tahu siapa pemberi bintang satu kalau dia melihat ulasan
bisnisnya. Suatu saat jika minta klarifikasi, akan saya berikan link tulisan
ini. Saya mungkin bisa memaafkannya tetapi saya tak bisa melupakan perlakuannya.
Suatu ketika ada yang
menyarankan saya menggunakan jasanya, dengan tegas saya menolak. TIDAK MAU
LAGI. Cukup satu kali saja dia perlakukan kami seperti pengemis, tidak mau
lagi saya diperlakukan demikian. Kami punya referensi lain koq untuk layanan
jasa serupa yang dia miliki.
Sayang kan, ada pelanggan
yang lari karena cuek membalas pesan WA. Zaman now, penggunaan media
sosial ataupun WhatsApp untuk bisnis itu sama seperti melayani calon customer di dunia nyata.
Kalau ada calon pelanggan datang dan bertanya, apakah elok didiamkan? Oh, tentu
tidak, Rudolfo!
Sampai sekarang, saya tak
habis pikir, apa ya yang membuat pemilik bisnis seperti dia malas balas WA?
Ada yang tahu?
Makassar, 13 April 2023
Share :
Sekarang banyak lho bisnis lewat whatsapp yang kayak gini, malah terkesan pembelinya yang butuh banget sama produk. Apalagi kalau soal kesehatan ini krusial, menyangkut nyawa orang lain juga harusnya tidak seperti itu. Terima akibatnya, kan, customer berhak melakukan ini memang.
ReplyDeleteSetuju kok dengan tindakan mbak. Aku pasti ngelakuin yg sama. Tapi jujur aja mba, aku tipe yg malah males pake jasa sodara sendiri 🤣🤣. Lebih milih pake punya orang lain, demi kebaikan bersama hahahahha. Tau sendirilah, banyak drama biasanya. Makanya drpd kejadian kayak gitu, dan ujung2nya merusak hubungan keluarga, aku jarang BANGETTTT menggunakan jasa dari sodara. Kecuali keluarga kandung. Tapi kalo hubungannya udah masuk sepupu dan lain2, udahlah, ga usah aja. Cari provider lain 😄
ReplyDeletePadahal banyak pebisnis yang mati2an supaya pelanggannya melakukan repeat order. Ini mau repeat order malah dicueki. Soalnya gimana ya, repeat order itu justru bisa menaikkan nama bisnisnya karena terbukti orang kembali kembali dan kembali karena puas dg oroduk atau jasanya.
ReplyDelete