3 Hoaks dalam Sebulan - Berkutat dengan isu hoaks ternyata tak membuat saya terlepas dari hoaks. Kurang lebih selama satu bulan terakhir, setelah mengikuti training of trainer literasi digital dengan pendekatan KAP (komunikasi antar pribadi), saya mengalami 3 peristiwa hoaks. Apa saja ke-3 peristiwa hoax itu, saya ceritakan di dalam tulisan ini:
1. Tulisan
Diplagiasi
Ketika sedang mengamati page
views dan search engine result page untuk kata kunci tertentu, saya
mendapati tulisan berjudul Serunya
Edukasi Literasi Digital di SMPN 25 Makassar di blog ini diplagiasi
sebuah media online. Dalam sebuah postingan di media online itu
tulisan saya di-copy sama persis. Hanya ada sedikit perubahan pada
judul. Judulnya ditambahi dengan UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas).
Sempat bikin gondok karena
tulisan saya buat dan publish di bulan Juni meskipun kegiatannya
berlangsung jelang akhir Mei tetapi si penjiplak memublikasikannya back
date, pada tanggal pelaksanaan kegiatan. Koq seperti saya yang
menjiplak ya. 😬
Langsung saya mencari tahu
pemilik website berita online itu atau siapapun yang bisa dihubungi
untuk menyatakan rasa keberatan saya. Sekaligus memberitahukan kekonyolan yang
telah dilakukan sang jurnalis – apa bisa disebut ‘jurnalis’ orang yang
melakukan plagiasi ini?
Kekonyolan yang dia
lakukan selain menayangkan sama persis adalah bahwa tulisan saya itu modelnya
bertutur dengan POV orang pertama tunggal yang menggunakan kata ganti SAYA.
Mana ada berita online ditulis dengan POV demikian? Seharusnya kan
berupa hard news!
Alhamdulillah ada teman yang membantut
mencarikan nomor kontak yang dihubungi. Dengan cepat saya bisa menghubungi
pemilik bisnis dan pemimpin redaksi media online tersebut. Pemred
bersedia menurunkan tulisan yang diplagiasi itu.
2. Akun LinkedIn
Diretas
Bermula karena menganggap
akun LinkedIn kurang begitu penting padahal sudah ada 2000-an follower yang
terkoneksi, saya tidak memasang autentikasi 2 faktor. Akibatnya ketika ada
orang dari Amerika Serikat yang melakukan usaha menyerobot akun, saya tidak
bisa melakukan apa-apa.
Bedebah itu memasang
alamat email dan nomor HP-nya sebagai alamat email kedua dan sebagai nomor HP
utama di akun saya. Saya tidak bisa mengganti password karena permintaan
mengganti password harus dikonfirmasi melalui no HP dia. Alhasil
melayanglah akun tersebut. Akun yang diambil alih itu diganti namanya oleh si
bedebah karena teman yang saya mintai tolong untuk melacaknya tak menemukan
akun LinkedIn dengan nama saya.
3. Diinfokan Menang
Cashback Shopee
Seseorang yang mengaku
dari Shopee menelepon. Kali ini saya mengangkat telepon dari orang tak dikenal
karena lagi menunggu paket pesanan tiba. Sayangnya, saya lupa mengecek chat WhatsApp
karena kurir biasanya menghubungi terlebih dulu melalui pesan tertulis di
WhatsApp sebelum menelepon.
Cara bicaranya seolah-olah
customer service tetapi dia berbicara dengan tempo cepat dan nyaris
bergumam. Sudah curiga dia penipu. Sebenarnya, mendengar cara bicaranya sudah
hampir bikin emosi karena terdengar tidak profesional untuk posisi CS tetapi
saya masih penasaran apa modusnya.
Orang itu mengatakan bahwa
saya merupakan salah satu dari 3 orang yang mendapatkan hadiah cashback Shopee
sebesar 2 juta rupiah. Dia bertanya apakah saya ingin mencairkannya melalui
ShopeePay – dia mengucapkannya syopipai ataukah ingin mencairkannya ke
nomor rekening saya. Dia mendesak-desak saya untuk mengatakan pilihan saya
sembari dia tuntun alih-alih membiarkan saya mencairkannya sendiri.
Sebenarnya dari sini saja
sudah ada 4 kejanggalan:
- Cara bicaranya terlalu cepat untuk seorang customer service perusahaan besar. Seharusnya CS profesional ituberbicara dengan artikulasi yang jelas dan temponya sedang, tidak lambat dan tidak pula cepat.
- Yang namanya cashback itu seharusnya sesuai dengan berapa uang yang kita keluarkan saat berbelanja ya, bukannya fix dua juta rupiah karena saya sama sekali tidak berbelanja sebanyak 4 juta rupiah di Shopee. Lagi pula saya tahu memang ada program cashback Shopee tetapi dalam istilah %, pengguna tertentu berkesempatan mendapatkan 50% cashback dari nominal belanjaannya dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
- ShopeePay koq ya diucapkan dengan SYOPIPAI, seharusnya kan bunyinya SYOPIPEI. Kalau pai itu jenis cemilan. Mohon maaf ya, petugas CS resmi itu cara melafalkannya bagus, memang beda dengan yang abal-abal.
- Kalaupun benar hadiah, seharusnya cukup diberitahukan saja bagaimana cara mengklaim hadiah, bukannya mendesak untuk menuntun si penerima hadiah mencairkan hadiahnya.
Akhirnya saya ngotot,
minta diberikan saja catatan tertulis mengenai apa yang harus dilakukan untuk
mencairkan hadiah. Dia berkukuh harus menyampaikan secara lisan dengan menuntun
saya.
Lalu dia mulai mengeluh
mengatakan bahwa masih ada orang lain yang harus dia hubungi setelah saya –
kalau CS profesional tidak akan melakukan ini. Gaes.
Saya bilang silakan saja
hentikan semua ini kalau dia mau hubungi orang lain dan tidak mau memberikan
saya catatan tertulis. Si CS gadungan akhirnya memutus percakapan.
Ada-ada saja ya. Sebagai pengguna Shopee, saya juga tahu bahwa jika mendapat cashback, cashback akan langsung masuk sendiri ke akun ShopeePay kita. Tidak mungkin dihubungi via voice call dan tidak mungkin hanya 3 orang. Kalaupun misalnya ada program yang memberikan hadiah besar-besaran hanya kepada 3 orang, biasanya ditayangkan secara live sehingga bisa ditonton oleh semua pengguna aplikasi Shopee.
Rasanya seperti mendapatkan
ujian karena sedang berada dalam gerakan memberantas hoax. Diuji, apakah
saya bisa melewatinya atau tidak … saya harus melalui “3 hoaks dalam sebulan”.
Makassar,
7 Juli 2023
Share :
3 hal yang menyebalkan, memang kalau ada yg copy tulisan mentah2 itu kadang bikin jengkel, kita yang berjuang buat konten, mereka seenaknya copy tanpa credit pula, hadeuh....
ReplyDelete