Frugal Living Memperlakukan Makanan - Saya masih tertarik untuk menulis tentang gaya hidup frugal living lagi setelah menyadari kaitan dari frasa kata tersebut ternyata luas. Salah satu yang dekat dengan kehidupan kita adalah kebiasaan dalam mengonsumsi makanan dan minuman.
Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional mencatat bahwa sampah sisa makanan di Indonesia mencapai 46,35 juta ton dalam skala nasional. Angka ini merupakan komposisi terbesar dari total sampah yang dihasilkan, melebihi sampah plastik yang sebesar 26,27 juta ton. Ironinya, masalah sampah saat ini menjadi isu lingkungan, sosial, dan ekonomi. Dari segi ekonomi, sampah makanan setara dengan kerugian sebesar Rp213 – Rp551 triliun per tahun[1].
Fakta lainnya, pada tahun
2020 Indonesia memasuki darurat sampah makanan[2].
Saat itu Indonesia menjadi negara berperingkat kedua setelah Arab Saudi dalam
hal membuang-buang makanan[3].
Tahun 2023 ini ada kemajuan sedikit, Gaes. Indonesia menduduki peringkat
ketiga di dunia sebagai penghasil sampah
makanan, setelah Arab Saudi dan Amerika Serikat. Angka ini sekaligus
menunjukkan Indonesia menjadi peringkat teratas di wilayah Asia Tenggara[4].
Sementara itu, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat sampah sisa makanan secara
konsisten (dari tahun ke tahun) menempati porsi terbanyak, yaitu hampir 30% dari
keseluruhan jumlah sampah di Indonesia[5].
Besar ya, Gaes?
Tahu tidak berapa besar
sampah makanan setiap orang di Indonesia? Setara dengan 2,1 juta per tahun, Gaes[6]!
Kalau sudah dihitung setaranya begini nih, terlihat ya betapa besar “nilainya”
sementara masih banyak orang yang kelaparan!
Global Hunger Index (GHI)
telah merilis laporan terkait negara-negara dengan tingkat kelaparan tertinggi
di dunia tahun 2022[7].
Tenang Gaes, Indonesia tidak masuk 5 atau 10 besar kali ini. Turun ke
bawah, Indonesia ada di urutan 77. Dengan level kelaparan moderat – sebesar 17,9%,
agak lega Indonesia berada pada posisi itu di antara 121 negara[8].
Namun demikian bukan juga hal yang patut dibanggakan ya, Kawan karena merupakan
sebuah ironi jika disandingkan dengan angka sampah makanan kita!
Sampah makanan pada umumnya
menjadi urusan para ibu rumah tangga. Hal terkecil yang bisa dilakukan tentunya adalah dengan
menerapkan gaya hidup hemat frugal living. Makan secukupnya, jangan
lapar mata – apa-apa dibeli lalu akhirnya membusuk jadi sampah – mengingatkan
diri sendiri juga ini.
Paling asyik jika bisa zero
waste, apa yang disiapkan habis. Paling gemas jika makanan terpaksa dibuang
karena basi. Jika bisa memanfaatkan sampah makanan dan organik menjadi pupuk
tentu lebih baik lagi.
Allah berfirman dalam Qur’an surah Al-A’raf: 31: “Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan.”
Selama ini saya berusaha
sebisa mungkin menerapkan frugal living di rumah. Saya tidak
memperkenankan anak-anak berlebihan perihal makanan. Saya menginginkan mereka
semua tahu masing-masing punya jatah dan tidak boleh rakus. Selain karena bisa
menzalimi saudara sendiri, juga berpotensi obesitas dan bermacam penyakit namun
ini masih menjadi pe er setiap harinya juga.
Demikian pula ketika berada di luar rumah dalam rangka menghadiri acara. Saat break, saya mengambil makanan yang disiapkan pelaksana acara seperlunya saja. Mengambil 2 potong kue, paling banyak 3 saja. Kecuali jika memang situasi dan kondisi memungkinkan, serta perut masih merasa lapar, mungkin masih nambah satu tapi itu pun jarang.
Suka heran deh dengan
orang yang menuh-menuhin piringnya dengan aneka jenis makanan lalu
setelah itu disisakan. Apa ya yang ada di dalam pikirannya? Seharusnya orang
dewasa kan bisa mengukur sendiri kapasitas organ pencernaanya, bukan?
Ambillah secukupnya. Jika masih memungkinkan untuk menambah ya silakan tetapi
lihat-lihat situasi dan kondisi juga, apakah memungkinkan atau tidak.
Perlu juga nih menempatkan
perspektif
peka ketika bertamu di rumah orang. Misalnya tuan rumah sedang menggoreng untuk
lauk makan siang, janganlah dicomot-comot gorengannya untuk dijadikan cemilan.
Bisa jadi tuan rumah bahannya terbatas untuk menjamu tamu dadakan sehingga bisa
menyebabkan lauknya tidak bisa maksimal dinikmati oleh seisi rumah. Haha ini
sih pengalaman pribadi saya ketika sedang menggoreng perkedel saat ada yang
sedang bertamu. Terpaksa ditelan deh rasa gondoknya.
Makassar,
31 Juli 2023
[1] https://unnes.ac.id/feb/sejauh-mana-indonesia-darurat-sampah-makanan/
[2] https://unnes.ac.id/feb/sejauh-mana-indonesia-darurat-sampah-makanan/
[4] https://ekonomi.republika.co.id/berita/rrkl9i502/sampah-makanan-bernilai-hingga-rp-300-triliun
[5] Idem.
[6] https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2022/05/18/sampah-makanan-capai-lebih-rp-330-triliun
[7] https://www.cnbcindonesia.com/research/20230127075927-128-408649/kudu-berbenah-tingkat-kelaparan-ri-masih-urutan-77-dunia
[8] Idem.
Share :
Iya kak memang benar, kalau misalnya hendak makan jangan mengambil berlebihan agar tidak mubadzir
ReplyDelete