Pengalaman Pentingnya Dukungan Support System Saat Melahirkan – Video dari page Facebook milik Dokter Indra Tarigan, dokter spesialis kebidanan dan kandungan di Langkat, Sumatera Utara lewat di beranda Facebook saya. Video yang tayang 18 Februari itu menggambarkan proses perjuangan seorang ibu mudah berusia 16 tahun melahirkan bayi pertamanya. Suaminya yang berumur 17 tahun setia menemani di sisinya dan membantu istrinya memperjuangkan kehidupan bayi mungil mereka.
Dokter Indra
terlihat begitu tulus memperlakukan bayi yang baru lahir dalam berkomunikasi
dengan pasiennya. Dia juga memberikan nasihat kepada kedua orang tua baru
tersebut. Saya melihat video-video lainnya. Dokter yang selalu ceria ini juga
terlihat sama tulusnya dan perhatiannya kepada pasien dan bayinya.
Mau tak mau,
ketika melihat video yang ada proses melahirkan di dalamnya itu membuat saya flash
back. Tiga kali melahirkan normal, alhamdulilah ditemani suami yang
rela jadi pendorong tubuh ketika harus mengejan. Rela kena cengkraman kuku istrinya
yang butuh tambahan kekuatan saat dorongan dari dalam rahim kuat sekali untuk mengejan
dan sesekali memberikan minuman saat tenggorokan kering.
Melahirkan
pertama kali hampir 23 tahun lalu, bayi kami terjebak selama 30 menit di jalan
lahir dengan 2 lilitan tali pusar yang nyaris mencekik lehernya. Terasa
kepalanya keluar-masuk berulang kali di jalan lahir. Setelah diteliti oleh
bidan Olla melalui alat-alat canggih yang terpasang di tubuh saya dan mengintip
ke dalam mulut rahim, bidan tersebut menemukan cara yang tepat untuk membantu
saya melahirkan. Alhamdulillah saya merasaa terbantu menjadi lebih kuat
dengan adanya Bidan Olla yang tenang dan sabar hingga berhasil melahirkan Affiq
secara normal.
Melahirkan
kedua kali, prosesnya sangat cepat. Dalam hitungan normal, seharusnya bayi baru
keluar berjam-jam kemudian namun Athifah berhasil lahir. Wajahnya putih bersih,
matanya sipit mungkin karena ketarik pipi bulatnya. Usai melahirkan,
secara diam-diam bidan mempersiapkan susu formula tanpa bertanya terlebih dulu
kepada kami apakah inginnya memberikan ASI atau susu formula.
Mendengar ada
kasak-kusuk “susu formula” di ruang belakang, spontan kami mengungkapkan
penolakan. Bu bidan menganjurkan kami untuk memberikan susu formula karena
katanya bayi baru lahir biasanya berwarna kuning. Alhamdulillah, kami
satu suara keukeuh menolak pemberian susu formula. Kami sudah punya
pengalaman mengASIhi anak sulung, masa tega memilih susu sapi untuk anak kedua?
Akhirnya bu bidan cuma bisa gigit jari.
Melahirkan
ketiga kali, harus operasi tanpa bius di jalan lahir sebab ada pendarahan dalam
pada dinding vagina akibat varises vagina akhirnya membuat saya terbantu menjadi kuat dengan Dokter Fatma yang
tenang, sabar, dan cekatan serta dijenguk Dokter Anna yang mau meluangkan
waktunya. Saya didampingi 2 dokter sebab saat kontrol rutin ke Dokter Anna Sari
Dewi dan melahirkan di rumah bersalin tempat Dokter Fatma bertugas.
Tak kalah
pentingnya ... selalu ada dua ibu selalu ada di depan ruang bersalin dengan melangitkan
doa-doa mereka. Ibu saya yang mudah panik tetap berusaha bersabar selama proses
menunggu. Ibu mertua yang memang sabar juga berusaha menguasai kegelisahannya
dengan tetap bersabar.
Cerita
melahirkan itu tidak akan pernah terlupakan ya. Akan jadi kenangan manis ketika
support system sigap dan ikhlas. Banyak-banyak terima kasih support
system-ku, terkhusus kepada suami yang tidak pernah berkeberatan ikut
merasakan rasa mual-mual di awal kehamilan hingga bersama-sama merawat
anak-anak kami sejak bayi.
Makassar, 23 Februari 2024
Share :
Betul ya, apalagi aku merantau jauh dari ibu dan mertua , jadi dukungan suami itu sangat membantu
ReplyDelete