Ketika Anak Orang Lain Berterima Kasih Kepadaku – “Terima kasih, Bu," ujar seseorang di samping kanan saya. Saya menoleh. Bersamaan dengan tatapan terperangah saya yang bertaut pada tatapannya, dia melanjutkan, "Saya jarang merasakan (sosok) ibu, Bu. Jadi saya berterima kasih karena Ibu sudah memperhatikan anak-anak Ibu."
Saya tersenyum manis
padanya. Hati saya merasa hangat menangkap ketulusannya. Mohon maaf, saya agak
ragu menyebutnya sebagai perempuan atau laki-laki jadi saya tidak memperjelas
di sini karena tidak tahu pasti. Dia sama seperti saya, menjadi peserta pada Diskusi Publik Efektivitas
UU PDP untuk Melindungi Data Pribadi Warga yang diselenggarakan oleh SafeNET. Dia duduk tepat di sebelah kanan
saya dan kami sempat saling melempar senyum saat saya baru datang, sebagaimana saya melempar senyum ramah pada seorang ibu yang duduk di sebelah kiri saya.
Sebelum dia menyapa saya dengan
kejutan itu, saya memberi tanggapan tentang materi UU PDP (perlindungan data
pribadi) dari para narasumber. Hanya hal kecil, menyangkut keresahan sebagai
seorang ibu tentang jangkauan implementasi PDP pada anak dan remaja golongan
menengah ke bawah.
Secara sekilas saya
menyebutkan bahwa saya memantau ketiga anak saya dan bahwa saya mungkin akan deg-degan
terus sampai memastikan mereka semua sudah dewasa dan benar-benar berada pada track
yang benar. Soalnya zaman sekarang kan, begitu banyak kasus
perdagangan anak di bawah umur dan kekerasan seksual berbasis gender online (KBGO)
yang terjadi diawali dengan interaksi anak di dunia maya dengan orang tak
dikenal.
Usai saya berbicara, sosok
ini juga berbicara. Saat dia berbicara, semua orang menatapnya nyaris tidak
bergerak.
Dia menyampaikan
kegelisahannya mengenai perlakuan tidak menyenangkan yang dialami kelompok yang
pro keberagaman gender dan
mempertanyakan support dari UU PDP. Di satu sisi, saya memahami
kegelisahannya. Pasti berat hidup dalam situasi merasa diri minoritas yang
banyak mendapatkan permusuhan.
Di sisi lain, saya tak
ingin menghakimi apapun itu yang direpresentasikan olehnya. Saya tak ingin
bicara soal pro-kontra, hanya menyikapi kehangatan yang diungkapkannya sebagai
sesama manusia. Dan hari itu, dia sukses menyampaikan ungkapan hatinya.
Ungkapan tulusnya bermakna
sangat dalam. Seolah bisa membacanya sebagai ungkapan kerinduan akan seorang
ibu, ucapan tulusnya terus terngiang-ngiang sampai saya pulang ke rumah.
Ungkapan tulusnya adalah
isyarat universal. Petunjuk bahwa untuk sebagian anak, betapa mahal kesempatan
untuk mendapatkan perhatian ibundanya. Dan juga bahwa betapa besar makna
perhatian itu.
Ungkapan tulusnya
mengingatkan pada kisah teman putri saya yang berIBU namun tak berasa berIBU.
Jika ingat, saya pernah ceritakan di ruang ini, sampai sekarang anak gadis itu
masih mengalami pengabaian oleh ibu kandung sendiri sampai-sampai tersebut olehnya,
"Mamaku lebih sayang uangnya daripada saya!"
Inilah bukti nyata bahwa
tidak semua orang mengalami “kasih ibu sepanjang jalan”. Ada ibu yang kasihnya
hanya sejauh pandangan matanya saja.
Spontan ingin mendoakan
sosok itu dan sahabat putri saya:
Ya Allah, bimbing anak-anak berIBU namun tak berasa berIBU ini dalam jalan kebaikan-Mu. Kembalikan ucapan baik mereka berupa kebaikan yang membawa mereka ke dalam jalan-Mu.
Makassar,
27 April 2024
Share :
aku terharu juga :') terimakasih ya Bu sudah memperdulikan sekitar dan baik kepada semua anak-anak Indonesia <3
ReplyDeleteTerima kasih kembali Kak _/\_
Delete