Kita Saling Menguji - Saya sedang mengutak-atik aplikasi mbanking untuk melakukan pembayaran via QRIS ketika seorang laki-laki yang berdiri di belakang saya meletakkan kelanjaan belanjaannya di hadapan saya. Dia meletakkan keranjangnya bersebelahan dengan posisi barang belanjaan milik saya yang sudah dikemas di dalam tote bag yang saya bawa dari rumah. Saya menggeser sedikit posisi berdiri ke sebelah kiri, dekat dengan suami berdiri karena merasa risih lelaki itu makin mendekat.
Lelaki yang
Malas Antre
Saya masih konsentrasi
memasukkan password ketika lelaki itu berkata begini kepada kasir,
“Boleh saya duluan?”
Eh gimana?
Saya mulai panik, satu
kali salah memasukkan password, percobaan kedua kali salah lagi padahal
sudah ribuan kali saya menggunakan aplikasi ini dan sangat jarang melakukan
kesalahan – mengapa pula kali ini bisa salah dua kali berturut-turut?
Beginilah saya kalau
panik. Mana orang ini berdiri dekat sekali, menyeberangi “batas aman” yang saya
rasakan.
Saya makin panik karena berusaha menutupi password yang saya ketik supaya tidak terlihat oleh lelaki itu. Saya mencoba mengisi password untuk yang ketiga kalinya dengan hati-hati. Sayangnya, gagal lagi karena kaget mendengar ada orang yang terlewat batas, meminta didahulukan padahal orang yang tepat di depannya sedang dalam proses pembayaran.
Tepat saat sedang mengisi password,
tangan saya bergeser karena kaget dan kepala saya otomatis melongok ke
sebelah kanan belakang, ke arah orang itu. Posisi berdiri orang itu sudah di
sebelah kanan – agak sedikit di belakang dari posisi saya berdiri.
Mengapa dia minta
didahulukan sementara saya sedang proses hendak melakukan transaksi? Koq tidak
ada etikanya ya orang ini?
Arrgghh … saya ngedumel pelan,
“Saya kan sedang membayar!” Omelan pelan saya lontarkan hanya
satu kali, lalu membatin menenangkan diri sembari istighfar: “Sabar, ini
ujian puasa!”
Untungnya saya masih punya
satu lagi aplikasi mbanking lain di handphone. Segera membuka
aplikasi yang satunya, masukkan password … aman, lanjut ke menu
pembayaran QRIS. Selesai!
Fiyuh.
Ada kalanya saya menegur
langsung orang yang menyerobot antrean tapi kali ini karena orangnya kebangetan,
saya hanya menggumam dan tidak berkonfrontasi dengannya. Takutnya saya bisa
meledak. 🤣
Pada belum lihat saya meledak, kan?
Sebagian orang yang kenal saya berpikir saya tidak mungkin bisa “meledak”
padahal belum lihat saja. Saya juga bisa mengaum bila diperlukan lho. 🤣 Nah, takutnya kalau kejadian, saya
jadi kebablasan dan mengeluarkan auman, jadi mendingan mencoba
kalem dan menganggapnya sebagai ujian kesabaran.
Ujian Berat
Memilih Lauk?
Kejadian mengetes kesabaran ini mirip dengan kejadian
yang pernah saya alami di sebuah warung yang menjual lauk-pauk. Pada suatu
siang, saya dengan dibonceng putra sulung saya mampir di warung itu. Saat tiba
di depan etalase, ada seorang ibu muda sedang menimbang-nimbang hendak membeli lauk apa. Saya menunggu giliran di
dekatnya.
Ibu muda itu menunjuk beberapa lauk. Pelan
geraknya. Dari dirinya, tatapan saya beralih ke arah langit. Tampak awan kelabu
menggantung. Warnanya semakin menggradasi kelabu tua. Hawa dingin mulai terasa.
“Duh, sebentar lagi hujan mana saya tak membawa jas hujan pula,” saya membatin.
Biasanya saya ingat membawa jas hujan tetapi kali itu benar-benar apes. Saya
lupa memasukannya ke dalam tas!
Tatapan saya kembali kepada ibu muda yang
sedang dilayani oleh empunya warung. Tampak ragu, ibu muda itu mengganti lauk
pesanannya. Telunjuknya mengarah ke pada lauk demi lauk dengan sangat lambat.
Entah pertimbangan berat apa yang sedang dipikirkannya. Saya semakin gelisah.
Kalau hujan sampai turun, kami akan terjebak di tempat itu – entah sampai beberapa
menit atau puluhan menit kemudian.
Ibu muda itu tak kunjung selesai memilih
lauk-pauk. Sepertinya pemilihan lauk merupakan salah satu hal berat dalam
hidupnya. Dia menoleh ke arah saya sembari tersenyum, sepertinya dia menyadari
gerak gelisah saya. Dengan terpaksa, saya membalas senyumnya. Hei lihat,
betapa senyuman itu menular! 😳😅
Rintik hujan mulai jatuh dari langit. Perasaan
saya mulai mendongkol. Saya mengulang-ulangi lafadz istighfar dalam
hati. Ya Allah, ada-ada saja ya ujian kesabaran itu?
Akhirnya ibu muda itu selesai menunaikan
keputusan berat dalam hidupnya, dia pulang berjalan kaki. Sementara itu hujan
makin lama makin deras saat ibu pemilik warung meladeni pesanan saya. Benar
saja, kami stuck di warung itu hingga sekitar 45 menit kemudian.
Empunya warung mempersilakan saya dan putra
saya untuk berteduh di teras rumahnya, ketimbang berdiri di depan etalase. Iya
juga sih, bisa membiru karena kedinginan kami di situ.
Suami-istri pemilik warung mengajak kami ngobrol.
Obrolan ringan seputar “tinggal di mana” dan hal lainnya. Lalu si suami
meminjamkan jas hujannya ketika intensitas hujan berkurang. Senang sekali saya,
rasanya mendapatkan anugerah besar. Usai mengucapkan terima kasih beberapa kali,
kami pun pamit dari warung tersebut.
Ujian Manusia
dengan Manusia Lain
“Barangkali bukan pengunjung biasa,” tanggapan
suami ketika saya menceritakan pengalaman hari itu saat kami bertemu di rumah.
Saya paham maksudnya. Saya membahasakannya
sebagai berikut: orang
seperti ibu muda (dan lelaki di awal tulisan ini) sekaligus merupakan “alat uji kesabaran”
dalam kehidupan
ini.
Ah, sesungguhnya kita semua “saling menguji” satu
sama lain. Misalnya saja perihal anak, dalam Islam bukan sekadar anugerah,
melainkan juga menjadi cobaan atau ujian (QS. at-Taghabun: 15). Dalam bentuk
lain, sesama kita, sekali pun tidak saling kenal secara tidak langsung menjadi
alat uji lain pula:
Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu (Muhammad), melainkan mereka pasti memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan Kami jadikan sebagian kamu sebagai cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan Tuhanmu Maha Melihat (QS. Al-Furqon: 20).
Saat menyadari ini … saya terpikir, jangan-jangan
saya pernah berada di posisi lelaki dan ibu muda itu? Jika kalian pernah
melihat saya dalam mode “tidak baik”, tolong sampaikan ya supaya saya
bisa meminta maaf. 😢
Makassar, 1 April
2024
Share :
0 Response to "Kita Saling Menguji"
Post a Comment
Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^