Bermula dari Kesadaran, Menguak UU PDP dari Kacamata Hukum – Jika boleh diistilahkan sebagai keyword maka KESADARAN adalah keyword atau kata kunci pertama yang disampaikan oleh Prof. Maskun, akademisi Unhas dalam Diskusi Publik Efektivitas UU PDP untuk Melindungi Data Pribadi Warga yang berlangsung tanggal 24 April lalu di sebuah hotel tak jauh dari Pantai Losari.
Prof. Maskun
membawa materi berjudul UU PDP: Mampukah Melindungi Data Pribadi Warga??? usai pemaparan materi mengenai efektifnya
UU PDP dari kacamata pemerintah yang dibawakan oleh Ahmad Tasyrif
Arief, ST, MT, Sandiman Ahli Pertama dari Dinas Kominfo Sulawesi Selatan.
Kesadaran penting dimiliki
setiap individu yang mengakses aplikasi yang terhubung ke internet. Jangan asal
klik YES-NO-YES-NO tanpa membaca baik-baik apa yang tertera karena
dengan demikian Anda sudah melakukan persetujuan atas sebuah perjanjian.
Pasal 1320-1338 yang
merupakan syarat sahnya sebuah perjanjian sudah terpenuhi dengan adanya
persetujuan yang dilakukan dengan cara “klik YES-NO” tersebut. Sebagai
manusia dewasa, subjek cakap hukum,
hendaknya MEWASPADAI pertanyaan atau pernyataan yang meminta persetujuan.
Kelalaian di sini bisa menjadikan seseorang korban penipuan semisal aplikasi
pinjol (pinjaman online) ilegal.
“Walaupun tanpa kita sadari bahwa kita melakukan PERSETUJUAN, dalam konteks pembuktian, pasal 1320-1338 itu terpenuhi syarat sahnya perjanjian. Terpenuhinya syarat sah perjanjian adalah harus ada persetujuan para pihak. Nah makanya undang-undang PDP itu ruhnya sebenarnya satu, bahwa (penggunaan) data itu harus SEIZIN DARI SI PEMILIK DATA. Itu sebenarnya ruhnya,” ungkap Prof. Maskun.
Undang-Undang Perlindungan
Data Pribadi selayaknya berdampingan dengan undang-undang yang mengatur
keamanan siber. Keduanya sebenarnya sama pentingnya dan tak terpisahkan. Sebagaimana
diketahui, tidak ada ruang yang sangat secure pasti ada possibility
untuk terjadinya peretasan.
Urgensi lahirnya UU PDP
sangatlah ideal dan merupakan bagian dari bentuk pertanggungjawaban negara
untuk mengatur dan melindungi data pribadi warga negaranya. Menurut Prof.
Maskun, secara “teori pertanggungjawaban”, ada pihak yang harus dimintai pertanggungjawabannya
ketika terjadi sesuatu, semisal kebocoran data.
Pertanyaannya kemudian
adalah, ketika terjadi kebocoran data, semisal data BPJS yang pernah terjadi, apakah
kita harus menunggu bahwa pihak BPJS membuktikan dulu adanya kebocoran atau secara
langsung kita bilang saja bahwa sudah bocor dan langsung meminta
pertanggungjawaban pemerintah?
“UU PDP itu sedikit, hanya ada 76 pasal. Bentuk pertanggungjawaban ini yang kemudian harus bisa dikonkretisasi oleh pemerintah dalam hal ini, baik itu eksekutif maupun legislatif. Mengkonkretisasi semua aturan-aturan turunan yang harus segera diadakan supaya tidak menjadi sesuatu yang mengambang sehingga semua jadinya tanda tanya sebagaimana pertanyaan kita pada pagi hari ini,” pungkas Prof. Maskun.
5 Poin Kunci
UU Perlindungan Data Pribadi
Prof. Maskun menjelaskan
mengenai 5 poin kunci dari lahirnya UU PDP sebagai berikut:
- Menjawab kebutuhan atas regulasi yang komprehensif. Jika UU PDP komprehensif, seharusnya tidak ada lagi pertanyaan hukum yang muncul dari undang-undang tersebut. Sebab konsekuensi sesuatu yang sudah komprehensif adalah demikian. Sesuatu yang sudah komprehensif itu, “no question anymore about it”. Tidak ada lagi pertanyaan tentang beberapa poin ataupun item yang terkandung dalam undang-undang tersebut.
- Pencegahan dan penanganan kasus pelanggaran data pribadi. UU PDP harus menjadi instrumen yang menjadi alat untuk mencegah terjadinya dan data pribadi.
- Keseimbangan dalam tata kelola pemrosesan data pribadi dan jaminan perlindungan hak dan kesadaran subjek data.
- Membangun ekosistem ekonomi digital yang aman dengan memberikan kepastian hukum bagi bisnis dan meningkatkan kepercayaan konsumen.
- Kesetaraan dalam aturan PDP secara internasional yang mendukung pertumbuhan ekonomi digital melalui pengaturan cross border data flow.
5 Pemikiran
Kritis, Tanggapan Terhadap Implementasi UU PDP
Mengingat Undang-undang
Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi yang disahkan pada 17
Oktober 2022 itu menjadi landasan hukum bagi Indonesia untuk menjaga kedaulatan
negara, keamanan
negara, dan perlindungan terhadap data pribadi milik WNI di mana pun data
pribadi tersebut berada maka Prof. Maskun menyebutkan 5 hal pemikiran kritis
yang timbul:
1. Adanya
jaminan hak pemilik data pribadi.
Data itu bagian yang tidak
terpisahkan dari kedaulatan suatu negara dan menjadi bagian dari sebuah produk
yang mengukur kedalaman sebuah negara. Teritori dalam perspektif digital dan
teritori dalam perspektif teknologi
saat ini borderless sehingga penting untuk mengupayakan jaminan hak pada
pemilik data pribadi. Harus memikirkan jaminan hak pada pemilik data pribadi
yang disebut sebagai HAK DIGITAL. Karena berupa HAK maka harus diberikan
GARANSI. Siapa yang harus memberikan garansi? Konstitusi mengatakan PEMERINTAH!
2.
Perlindungan keamanan data pribadi dari pengaksesan yang tidak sah,
pengungkapan yang tidak sah, pengubahan yang tidak sah, penyalahgunaan,
perusakan, dan/atau kehilangan data pribadi.
Penting adanya jaminan
data pribadi tidak dapat diakses secara tidak sah.
3.
Pemberitahuan tujuan dan aktivitas pemrosesan serta kegagalan perlindungan data
pribadi.
Sayang sekali, di
Indonesia ketika terjadi kebocoran data tidak pernah secara gentleman diakui
dan diinformasikan mengenai kebocoran data dan sampai mana proteksi data yang
sudah dilakukan, malah difensif dan berbalik menyalahkan subjek data. Kalau memang
mau melindungi warga, maka harus dijamin semua instrumen yang ada di dalam PDP
itu dijalankan.
4. Pemrosesan
data pribadi dilakukan secara bertanggung jawab dengan memenuhi pelaksanaan
prinsip perlindungan data pribadi dan dapat dibuktikan secara jelas.
Satu pertanyaannya muncul,
adakah yang pernah digugat ketika terjadi kebocoran data? Baik itu publik
maupun pengelolaan privat?
5. Otoritas
kelembagaan – penyelenggaraan perlindungan data pribadi dilaksanakan lembaga
yang titetapkan oleh dan bertanggung jawab kepada presiden.
Persoalan klasik di negara
ini adalah tentang KEWENANGAN kemudian menjadi tanda tanya, siapa yang
berwenang menyelesaikan sesuatu atau bertanggungjawab jika terjadi suatu hal? Akankah
lembaga yang nantinya terbentuk sehubungan dengan penerapan PDP benar-benar
bisa dimintai pertanggungjawabannya? Apakah selaku warga negara, kita
benar-benar berhak menuntut lembaga atau pihak yang berwenang jika terjadi hal
buruk semisal kebocoran data?
Yang tak kalah pentingnya:
apakah kita sebagai subjek data memiliki KESADARAN penuh untuk melindungi data
pribadinya?
Dan rangkaian uraian Prof.
Maskur membuat sejumlah wacana menari-nari di dalam benak saya. Rasanya sudah
mengikuti kuliah hukum 2 SKS dan saya penasaran dengan perwujudan UU PDP
nantinya seperti apa.
Makassar,
8 Mei 2024
Bersambung
Share :
informasi yang sangat bermanfaat mba, mengingat tidak semua orang hapal dan tahu soal Undang-undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi yang ternyata sudah disahkan apalagi terhitung masih cukup baru pada 17 Oktober 2022 yang menjadi kekuatan hukum perlindungan terhadap data pribadi di negara kita, dan poin-poinnya tentunya memang diharapkan dapat melindungi masyarakat kita
ReplyDeletejadi paham serba serbi perlindungan data pribadi.
ReplyDeleteSemoga semua pihak bs bejerjasama dgn baik ya.
tdk ada penyalahgunaan , harapannya
Ngeri banget yaa kalo data kita kesebar di internet, mulai dari tanggal lahir sampai alamat lengkap. Oleh karena itu perlu ada UU perlindungannya. Supaya lebih aman berselancar di dunia maya dan tidak ada kebocoran data.
ReplyDeleteUndang-undang memang harus dikritisi supaya bisa lebih maksimal dalam implementasinya tapi memang takut banget kalau data kita sampai tersebar di internet karena bisa disalahgunakan oleh orang-orang jahat di luar sana
ReplyDeleteBetul banget, kesadaran jadi poin pentihg berkaitan erat dengan penerapan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Terkadang, beberapa orang merasa wajar dan santai saja mengumbar data pribadi ke socmed, entah karena memang tidak paham bahaya atau gimana ya, bingung juga. Saya yang datanya dijaga aja tetap sering bocor, terutama nomor Hp. Udah sering banget di call sama beragam marketing yang seringkali ganggu banget, sehari bisa berkali² telpon. Semoga saja yaa
ReplyDeletedengan adanya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, data kita lebih terproteksi.
Baru tau tentang adanya UU PDP ini, karena sekarang semudah itu orang bisa mengakses tentang kita. Apalagi yang pinjol itu sampai dibuat kesel, karena yang ngutang siapa tapi yang ditagih malah kita karena katanya mereka bisa mengakses kontak dari si peminjam itu. Makanya kita kadang sudah hati-hati, malah yang lain kena.
ReplyDeleteAku merasa perlu banget sih ya perlindungan data pribadi. Skrg kalo jd member apapun minta data pribadi, tapi habis itu disebarin oleh oknum gak bertanggung jawab
ReplyDeleteKadang kayak udh hopeless Ama perlindungan data pribadi ini. Kitab
ReplyDeleteudah berhati2 sekalipun, tapi ternyata bank malah jual data nasabah ke pihak lain. Atau dari sesama marketing apapun itu, ntah CC, asuransi dll.
Masalahnya utk beberapa hal, mau ga mau memang hrs KSH data, tapi kan kita berharapnya data itu aman yaa. Ternyataaa, Ama staff nya malah dijual ke sesama agen lain 🤣🤣.
Sekarang dengan adanya UU nya, semoga deh yaa, bisa semakin aman. Walo Ga Terlalu yakin, tapi memang kita sebagai subjek data, ya harus hati2 duluan.
Sebenarnya terlambat ya UU ini kita sudah terlanjur kebobolan data pribadi si marketplace bahkan BPJS..tapi ya semoga lancar proses pengesahannya
ReplyDeleteMiris ya di Indonesia mudah sekali terjadi kebocoran data. Jadi ingat suami pernah tertipu dari si penelepon yang mengatasnamakan bank BRI. Dia tahu semua data suami, dari no telpon sampai alamat rumah. Ditanya begitu suami juga iya2 saja. Eh belakangan dapat kiriman dokumen berupa polis asuransi yang suami sama sekali gak ajukan.
ReplyDeleteEmang perlu banget nih UU yang mengatur perlindungan data pribadi biar bisa terhindar dari berbagai modus penipuan. Tapi emang zaman sekarang juga kita harus lebih berhati2 ya
Waaw beraaattt..
ReplyDeleteDi dunia yg kita geluti jg dilematis nih ada klien yg minta sampai ke npwp dan ktp kan, bingung jadinya.. udah gt open sheet jg bisa diakses siapa aja pdhl isinya ada alamat, no hp, sampai ke no rekening .. sungguh galaauu rasanys pasrah aja deh mgkn emang jaman skrg susah bgt kalau mau rapet² gitu.
Seringkali berpikir, padahal data sudah diberikan ke tempat yang benar, tetapi kenapa masih bisa mnejadi data pribadi yang tersebar?
ReplyDeleteSebenarnya adakah UU yang mengaturnya?
Ternyata memang dibahas yaa, ka Niar.
Semoga ada payung hukum yang kuat untuk melindungi keamanan masyarakat Indonesia.