Menangis di Pesawat dan Doa Diijabah

Menangis di Pesawat dan Doa Diijabah – “Mbak, minta tolong adik yang di belakang kursi saya dibilangi supaya tidak menendang-nendang kursi saya,” saya meminta pramugari untuk menegur penumpang cilik di belakang saya. Seat belt sudah terpasang, saya kesulitan untuk bergerak menegur penumpang di belakang. Saya pikir tak mengapa meminta pramugari untuk mengatasi ketidaknyamanan yang saya rasakan.

Menangis di Pesawat

Menuju Puncak Emosi

 

Sejak baru duduk, anak laki-laki berusia sekitar 5-6 tahun di belakang saya sudah menendang-nendang seat yang saya duduki. Dia sedang bermain dengan abangnya yang duduk dekat jendela. Entah kenapa kakinya tidak bisa diam, saya tak mengerti apa yang membuat kakinya senantiasa bergerak. Saya sudah menegurnya satu kali.

Berharap orang dewasa di sebelahnya aware dan mengawasi anak itu untuk tidak berulang kali menendang bagian belakang kursi saya. Sebelumnya sudah saya tegur. Seorang perempuan tidak berjilbab duduk di sisi kirinya. Saya tahu perempuan itu bukan ibunya karena ibunya berjilbab, saya sempat melihatnya tadi. Kenyataannya, perempuan itu diam saja.

Andai hanya satu-dua kali tak mengapa. Ini berkali-kali, Gaes! Setelah saya tegur, saya minta pramugari yang menegur anak itu. Mungkin mau didengarnya kalau mbak pramugari yang menegur. Nyatanya tidak. Terulang lagi beberapa kali. Oya, satu kali menendang-nendang itu berkali-kali gerakan tendangan lho ya. 

Terminal 2D Bandara Soetta


Setelah ditendang-tendang berkali-kali yang berikutnya lagi, saya meminta cabin crew cowok untuk menegur penumpang di belakang saya. Hasilnya? Sama saja … berkali-kali, sekurangnya belasan kali, selama perjalanan Cengkareng – Bandara Sultan Hasanuddin, anak itu menendang-nendang sandaran kursi saya. Ketika penumpang dewasa di sebelahnya diganti dengan kakeknya, tetap tidak ada perubahan. Si kakek juga diam saja ketika cabin crew menegur cucunya.

Rasanya lelah sekali. Emosi saya nyaris menuju puncak. Hanya rasa pengertian sebagai seorang ibu yang menahan saya meledak. Saya seorang ibu, saya paham ada anak yang super aktif dan hiperaktif.

Anak sulung saya dulu super aktif saat dia masih kecil. Saya tak akan melupakannya tetapi dalam hati saya membatin juga, “Anak-anak saya juga pernah sekecil ini tetapi tidak pernah saya biarkan membuat orang lain tak nyaman. Mana tanggung jawab orang dewasa yang bersama anak ini?” Pikiran itu sahut-sahutan dengan rasa keibuan yang penuh pengertian. Saya sangat mengerti ada anak yang kelakuannya seperti ini.

Sebenarnya saya nyaris berdiri dan hampir meledak namun tertahan seat belt dan begonya pula, saya tidak bisa membuka sabuk itu sehingga bapak di sebelah saya mengajari, “Ditarik, Bu.” Andai bisa berdiri, saya mungkin langsung menghadap ke belakang dan mengaum! Namun saat sabuk saya buka, anak itu anteng lagi. Entah pula kenapa kalau lagi anteng, saya biarkan lagi, saya tidak mau menegur saat lagi diam.

Tubuh saya sangat lelah. Sejak tiba di Jakarta dan menginap di tempat adik, saya ingin beristirahat. Saya belum merasakan deep sleep sejak tanggal 2 Juli hingga tiba di ruang tunggu bandara Soekarno Hatta pada sore hari tanggal 5 Juli.

Kimukatsu Senayan Park
Di Kimukatsu, Senayan Park. Terima kasih, Kak Rara.
Foto: Andy Hardiyanti.

Istirahat selama berada di Jakarta bisa dikatakan cukup tetapi belum memulihkan kesehatan. Selama itu saya merasa tertidur sembari terjaga. Apalagi batuk saya malah menjadi-jadi lagi sejak mendarat di bandara Soekarno Hatta. Alhasil setiap malam saya terbangun berkali-kali untuk mengeluarkan dahak yang terasa menggumpal di saluran pernapasan.

Akhirnya semua desakan emosi saya tumpah dalam bentuk air mata tanpa suara. Saya berdoa, “Ya Allah, tidurkan saya dengan nyenyak walau cuma sebentar saja. Sejak di Jakarta entah kenapa saya tidak pernah tidur nyenyak dan ini membuat tubuh saya sangat-sangat merasa lelah.”

 

Lelah Sekaligus Bahagia

 

Kegiatan selama tangal 3-4 berlangsung dari pagi hari hingga malam hari. Di malam hari, saya baru bisa tidur di atas pukul 12. Bersyukurnya, banyak hal yang membuat saya tidak tumbang walaupun berkali-kali merasa hampir tumbang. Semua materi membuat saya bersemangat. Saya penyuka topik pendidikan dan menulis, oleh sebab itu saya bisa mengikuti pelatihan Peningkatan Kapasitas Penulisan dengan senang hati.

Alhamdulillah, stok vitamin, obat, dan “perminyakan” lengkap. Stok makanan enak dan bergizi apalagi. Makanan selalu di-support Kemendikbudristek di Hotel Santika Premiere Slipi mulai sarapan, makan siang, snack sore, makan malam, dan snack malam yang bisa dikemas di kardus kecil untuk dibawa ke kamar. Saya masih sanggup memaksa diri untuk makan meskipun tubuh sering menolak.

Vibes selama pelatihan juga menyenangkan. Para peserta terlihat antusias dan baik-baik. Andy yang menemani saya menginap di kos-kosan adik menawarkan menjadi teman sekamar lagi di hotel karena sudah “terbiasa” dengan suara batuk-batuk saya.

Andy Hardiyanti menawarkan sekamar karena sudah tahu kondisi saya tidak fit. Mbak Julia yang akhirnya ditetapkan panitia sekamar dengan saya tidak terganggu dengan suara batuk-batuk saya dan kerap memberikan perhatian. Mbak Yuliantini yang duduk di sebelah saya kerap mengelus-elus punggung saya ketika saya terbatuk-batuk. Mbak Yayuk menawarkan permen pelega tenggorokan. Ah, baik benar kalian.

 

Pelatihan Peningkatan Kapasitasa Penulisan
Di antara mereka, merasakan vibes positif sehingga merasa
bahagia.

Mahalnya Tidur Nyenyak

 

Senangnya ketika diinformasikan acara tanggal 5 pagi ditiadakan, digeser ke tanggal 4 malam. Malam itu para peserta dari Sidina Community meeting sampai jelang  pukul 23. Sudah berniat hendak tidur sebelum check out agar bisa pulang ke Makassar dengan keadaan fresh ternyata tetap tidak bisa.

Memejamkan mata berkali-kali, mencoba tidur nyenyak ternyata sulit sekali. Entah mengapa otak dan alam bawah sadar saya seperti “sibuk sekali”. Setiap mau tidur pastinya saya zikir dulu, berdoa dulu. Qadarullah-nya, tetap tidak bisa tidur nyenyak. Otak seakan mengajak terjaga terus.

Mbak Julia sudah pulang, saya sebenarnya masih bisa mencoba terlelap tetapi tetap sulit. Menyadari harus sudah memastikan semua barang sudah di-packing, saya bangkit dan membereskan barang-barang. Mengecek lemari dan laci, mengunci koper, lalu turun ke resepsionis menyerahkan kunci kamar. Berharap bisa tidur di dalam pesawat yang membawa ke Makassar. 😁

Dari hotel, bersama Andy Hardiyanti – kami ke Senayan Park, ketemuan dengan Nhie dan Kak Rara, founder komunitas blogger Anging Mammiri di salah satu gerai makanan. Masuk mall, geret-geret koper dan memanggul ransel besar naik-turun lift, mencari musala untuk menunaikan salat zuhur dijamak ashar, menyusuri mall dari depan ke bagian tengah, lalu ke depan lagi sungguh menjadi olah tubuh tersendiri 😄.

Syukurnya, nafsu makan saya membaik sejak beberapa jam sebelumnya. Tubuh saya sudah lebih bisa menerima makanan. Pilihan menu andalan Kimukatsu dari Kak Rara sungguh tepat  buat saya. Ngobrol dan makan bersama kak Rara, Nhie, dan Andy selama sekitar satu jam membuat saya melahap makanan dan recharge sebelum menuju bandara Soekarno-Hatta.  

Berangkat dari Senayan Park, sampai di Cengkareng sebelum jam 4 sore. Pesawat saya rencananya berangkat pukul 18.30. Lumayanlah ya, masih panjang waktu daripada terlambat. Perjalanan mengarungi bandara Soekarno Hatta yang sangat luas, kembali membuat energi saya terkuras.

Flu dan batuk yang saya idap sejak di Makassar cepat sekali membuat saya merasa ngos-ngosan. Alhamdulillah stamina terbantu dengan asupan makan siang dan perbekalan obat dan vitamin yang saya siapkan sehingga tidak tumbang menyusuri terminal 2 menuju ruang tunggu gate 3.

Rasanya iri melihat anak muda yang terlelap di kursi dekat saya karena tak bisa sepertinya. Terkantuk-kantuk menunggu di ruang tunggu gate 3, lagi-lagi saya tidak bisa terlelap barang sekejap pun. Badan rasanya remuk lagi, rasanya nyaris tumbang lagi, ditambah batuk yang masih mendera. Makin lama semakin mengantuk dan lelah. Akhirnya hanya bisa berharap bisa tidur nyenyak di atas pesawat!

Pengalaman hampir ketinggalan pesawat di Bandara Sultan Hasanuddin pada 2 Juli lalu lumayan menguras energi karena saya belum sepenuhnya sembuh setelah stamina drop tanggal 29 Juni. Sewaktu dari rumah tiba di bandara Sultan Hasanuddin sebenarnya sudah merasa agak segar. Namun demikian, harus “mengarungi” luasnya bandara baru, ditambah kejutan hampir ketinggalan pesawat membuat saya kelelahan.

 

Senayan Park Jakarta
Geret koper sambil panggul ransel besar di
Senayan Park 😂. Foto: Andy Hardiyanti.
 

Do’a yang Diijabah

 

Kelelahan demi kelelahan saya alami lagi sampai nyaris tumbang berkali-kali sehingga berharap bisa tidur nyenyak walaupun sejenak di dalam pesawat. Sayangnya, saya sangat terganggu dengan tendangan berulang kali di bagian belakang sandaran kursi yang saya tempati.

Bersyukur, do’a agar bisa tidur nyenyak barang sejenak yang saya panjatkan langsung Allah kabulkan. Rasa mengantuk semakin menguasai mata dan otak sehingga tak saya sadari jatuh tertidur. Kepala saya terayun-ayun pelan hingga terbangun oleh hentakan bocah pada sandaran kursi.

Lagi-lagi, sisi keibuan saya menahan diri untuk marah. Seat belt yang sudah terbuka, saya tautkan lagi sembari tetap mencoba untuk tidur. Semakin lama hentakan dari arah belakang semakin berkurang dan berhenti jelang landing. Ah, anak kecil, apakah Allah mengutusmu untuk menguji kesabaranku?

Tak butuh waktu lama, koper sudah di tangan, taksi online sudah dipesan. Rumah dicapai dalam 30-an menit melalui tol. Pelajaran berharga saya kali ini adalah bahwa ketika Allah seketika mengabulkan doa, bersyukurlah sebab jarang terjadi. Lagi pula, dalam surah Al-Insyirah Allah berfirman: “… sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” Tanggal 5 malam itu, sudah bisa tidur nyenyak, alhamdulillah.

 

Makassar, 17 Juli 2024

Alhamdulillah kali ini tak ada drama hampir ketinggalan pesawat lagi. Instruksi boarding di waktu magrib. Saya mengantisipasi ketinggalan pesawat dengan shalat di atas pesawat. Allah memudahkan kita untuk menunaikan salat di atas kendaraan yang sedang melaju.



Share :

7 Komentar di "Menangis di Pesawat dan Doa Diijabah"

  1. Alhamdulillaaah, slamat Kak! Perjalanan yang bermakna....

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah, lulus ujian. Kalau saya, bisa jadi nda sesabar itu kak

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah ada banyak sabar disaat seharusnya kita bisa marah... Sehat selalu k...

    ReplyDelete
  4. Perjalanan yang penuh hikmah.... :D

    ReplyDelete
  5. Ujian kesabaran beneran...
    Saya heran dengan orang dewasa yang bersama anak itu kok bisa santuy..ga aware sama sekali. Saya pernah bawa bayi dan balita, anak saya nangis karena sudah kelamaan di perjalananan (long flight Jakarta-Singapura-Moscow-Houston), Pasangan mudah di belakang saya complaint ke pramugari..saya enggak enak hati, sampai keliling kabin gendong anak buat nenangin dia. Ngayun-ayun..dll. Pokoknya semaksimal mungkin berusaha biar ga menghanggu penumpang lainnya

    ReplyDelete
  6. Kdg aku juga heran dengan yg bawa anak2 tp ga bisa menghandle dan menjaga anaknya utk tidak mengganggu yg lain. Aku juga ada anak, dan mereka udh aku ajak traveling sejak bayi. Saat balita juga udh paham bahwa ga boleh menendang2 kursi di depan krn mengganggu.. Mereka jd paham. Jd kalo sampe ortunya ngebiarin, duuuuh memang nyebelin sih.

    Syukurlah doa terkabul, bisa tidur setidaknya ya mba. Dan semoga pas aku baca tulisan ini udh semakin membaik batuknya

    ReplyDelete
  7. Deh, bandara dan pesawat adalah salah satu tempat yang paling menguji kesabaran buat saya. Dari yang tidak mau antre, tidak sasaran, sampai yang egois. Aslinya mi hahaha

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^