Stoikisme: Jalan Menuju Netralitas dan Rasionalitas dalam Hidup – Sebenarnya sudah mengetahui tentang Stoikisme di kanal YouTube Ferry Irwandi sejak dua tahun yang lalu tetapi baru tertarik menuliskannya di blog ini. Video yang berjudul "MEMAHAMI FILSAFAT STOIKISME" itu menjelaskan tentang filosofi Stoikisme, sebuah aliran pemikiran yang mengajarkan cara menghadapi kehidupan dengan tenang dan rasional. Video ini[1] membahas prinsip-prinsip Stoikisme, seperti mengendalikan emosi, menerima hal-hal yang berada di luar kendali kita, dan berfokus pada apa yang bisa kita kendalikan. Konsep inti dari Stoikisme adalah untuk menjalani hidup dengan kebijaksanaan, keberanian, dan ketenangan, serta menemukan kebahagiaan batin.
Stoikisme adalah filsafat kuno yang
berasal dari Yunani dan Roma. STOIKISME menekankan pentingnya menjalani hidup dengan kebijaksanaan, ketenangan,
dan kebajikan. Inti dari Stoikisme adalah memahami bahwa kita tidak dapat
mengendalikan segala hal yang terjadi di dunia, tetapi kita dapat mengendalikan
cara kita meresponsnya.
Prinsip utama Stoikisme meliputi:
1. Dikotomi Kendali
Prinsip ini menyatakan bahwa dalam
hidup, ada hal-hal yang bisa kita kendalikan (pikiran, tindakan, dan sikap
kita) dan hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan (perilaku orang lain, cuaca,
kondisi ekonomi). Stoikisme mengajarkan untuk FOKUS pada hal-hal yang
dapat kita kendalikan dan menerima yang di luar kendali kita.
Contoh hal yang bisa dikendalikan
adalah: mengatur rutinitas harian kita, berusaha bersikap jujur dalam komunikasi,
dan memilih bagaimana bereaksi terhadap kritik. Sementara hal-hal yang tidak
dapat dikendalikan contohnya: perilaku orang lain terhadap kita dan cuaca saat
acara berlangsung.
Bagaimana Stoik menyikapi perlakuan
orang lain atau cuaca ekstrem yang makin panas tentunya dengan menerimanya,
tanpa perlu ngomel-ngomel apalagi marah-murah.
2. Hidup Selaras dengan
Alam
Konsep ini berarti menjalani hidup
sesuai dengan alam, yaitu menerima bahwa segala sesuatu di alam semesta terjadi
berdasarkan hukum alam. Ini mengajarkan untuk menerima keadaan dan perubahan
sebagai bagian dari kehidupan. Dalam satu kalimat disebut: menerima segala
sesuatu yang terjadi sebagai bagian dari tatanan alam semesta.
Contoh hidup selaras dengan alam
adalah menerima bahwa hidup penuh perubahan termasuk perubahan cuaca, beradaptasi
saat terjadi kegagalan, menghargai hubungan dengan orang lain sebagai bagian
dari kehidupan sosial, menjalani hari dengan menyadari keterbatasan waktu, bersikap
ramah kepada lingkungan sekitar.
3. Mengendalikan Emosi
Stoikisme menekankan pentingnya
menggunakan rasionalitas untuk mengendalikan emosi negatif seperti kemarahan,
kecemasan, dan ketakutan. Dengan berlatih pengendalian diri, kita bisa
merespons situasi dengan BIJAKSANA, BUKAN REAKTIF.
Contoh mengendalikan emosi adalah mampu
menenangkan diri saat menghadapi kemarahan, tidak panik ketika menghadapi
masalah mendadak, tetap tenang saat mendengar kabar buruk, mengelola
kecemburuan terhadap kesuksesan orang lain, dan menerima dengan lapang dada kegagalan
yang dialami tanpa menyalahkan diri sendiri.
Tokoh-tokoh Stoikisme terkenal
seperti Marcus Aurelius, Seneca, dan Epictetus mengajarkan bahwa kebahagiaan
sejati berasal dari sikap dan pemahaman diri, bukan dari faktor eksternal.
EPICTETUS, seorang filsuf Stoik terkenal,
berpendapat bahwa kebahagiaan dan kebajikan tergantung pada bagaimana kita merespons keadaan, bukan pada keadaan itu sendiri. Dia
menekankan pentingnya
mengendalikan pikiran dan emosi kita serta menerima apa yang tidak dapat kita ubah.
Epictetus juga percaya bahwa kebijaksanaan datang dari pemahaman tentang apa
yang berada dalam kendali kita dan apa yang tidak, serta dari menjalani hidup
dengan integritas dan sesuai dengan prinsip-prinsip moral. Ajaran-ajarannya tetap
relevan dalam membantu orang mengatasi tantangan hidup.
Stoik Sejalan dengan
Islam
Secara umum, filsafat Stoik atau Stoikisme
tidak bertentangan dengan ajaran Islam karena sesungguhnya hal-hal tersebut
juga diajarkan dalam Islam. Ambil satu contoh, tentang mengendalikan marah. Ada
sejumlah hadits[2]
terkait mengendalikan amarah, seperti:
- Jika salah seorang di antara kalian marah, diamlah (HR. Ahmad).
- Bila salah satu di antara kalian marah saat berdiri, maka duduklah. Jika marahnya telah hilang (maka sudah cukup). Namun jika tidak lenyap pula maka berbaringlah (HR. Abu Daud).
- Sesungguhnya amarah itu dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu (HR. Abu Daud).
- Pada suatu hari aku duduk bersama-sama Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam sedang dua orang lelaki sedang saling mengeluarkan kata-kata kotor satu dan lainnya. Salah seorang daripadanya telah merah mukanya dan tegang pula urat lehernya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Sesungguhnya aku tahu satu perkataan sekiranya dibaca tentu hilang rasa marahnya jika sekiranya ia mau membaca, ‘A’udzubillahi minas-syaitani’ (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan), niscaya hilang kemarahan yang dialaminya (HR Bukhari).
- Seorang lelaki berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berilah aku wasiat.” Beliau menjawab, “Janganlah engkau marah.” Lelaki itu mengulang-ulang permintaannya, (namun) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (selalu) menjawab, “Janganlah engkau marah (HR. Bukhari).
Islam mengajarkan untuk mengendalikan
marah, demikian pula Stoik – mengajarkan untuk mengendalikan emosi. Sedikit
contoh ini menunjukkan Stoik tidak bertentangan dengan Islam. Masih banyak lagi
yang bisa disebutkan namun akan menjadi terlalu panjang tulisan ini jika mau
dikulik semua.
Maksud tulisan ini dibuat, bukan
untuk membandingkan atau mempertentangkan sebab Stoik baik dan sesuatu yang
hakikatnya baik selayaknya sejalan dengan Islam. Di sisi lain, penganut Islam harus
terus mendalami ajaran Islam dan makin meyakini kebenarannya.
***
FERRY IRWANDI yang saya sebutkan di atas merupakan seorang YouTuber cerdas yang
memiliki follower di atas 1 juta orang. Dia membahas pemikiran-pemikirannya
di channel YouTubenya. Sebagai penganut Islam, dia tahu harus menelisik
terlebih dulu apakah paham Stoik bertentangan dengan Islam atau tidak.
Jawabannya: TIDAK.
Kalau dibaca pemaparan di atas yang
saya peroleh dari berbagai sumber, sepertinya memang tidak ada pertentangan Stoik
dengan Islam. Stoik
bukanlah agama, dia
hanya membuat step-step yang harus diikuti jika ingin hidup bahagia
sebab kebahagiaan bukanlah bersumber dari eksternal semisal barang-barang,
melainkan ada di internal kita sendiri.
Ferry mengatakan bahwa Stoikisme itu
tentang NETRALITAS dan RASIONALITAS. Dalam paham Stoik, kita
diajak untuk mampu menentukan FOKUS, mendefiniskan apa sebenarnya yang
mau dikejar, dan BUANG SEMUA DISTRAKSI yang tidak penting. Jika mampu
mendefinisikan apa yang harus dilakukan maka distraksi bisa hilang. Ferry
mengakui, dahulu dia sangat ambisius namun setelah mendalami Stoik sejak tahun
2017 dia merasa hidupnya lebih tenang. Filosofi Stoikisme telah membantu Ferry
mengelola kehidupan sehari-hari, khususnya dalam mengatasi tantangan dan
memupuk sikap mental yang kuat.
Makassar, 2
Oktober 2024
[1] https://www.youtube.com/watch?v=15L0rNuor0Y
[2] https://www.uinsi.ac.id/2024/09/16/mengendalikan-marah-sesuai-tuntunan-rasulullah-saw/
Share :
Dan saya lebih tertarik tadi dalam solusi agama islam
ReplyDeleteselalu menerima atau memandang dari sisi nikmat
dan jangan menggantungkan kebahagiaan lewat orang lain, atau mensyaratkan ini dan itu pada orang lain
lapang dada, mudah memberikan maaf, tidak mudah marah dan tidak mudah tersinggung,
Setuju ... sudah lengkap sebenarnya.
DeleteSepakat dengan pernyataan dengan 'sejalan dengan Islam'. Dalam banyak kasus, terutama yang masif terjadi akhir-akhir ini, banyak dari kita yang masih mengedepankan emosi sesaat dan ujung-ujungnya menyesal. Terima kasih telah memberi bahan renungan.
ReplyDelete