Mereka yang lebih tua dan sezaman dengan saya pasti banyak yang mengetahui lagu berjudul Desember Kelabu. Saya masih ingat lagu ini, sudah saya dengar kala masih bocah sekolah dasar pada tahun 1980-an. Menurut Wikipedia, penyanyi yang pertama kali mempopulerkan lagu ciptaan A. Riyanto ini bernama Maharani Kahar. Jujur, saya tidak ingat penyanyi ini padahal penyanyi-penyanyi lawas lainnya seperti Titiek sandhora dan Titiek Puspa saya kenali.
Ternyata
disebutkan dalam Wikipedia: meski lagunya sangat populer, tetapi ironisnya
nama Maharani Kahar sendiri tidak sepopuler lagunya. Pantesan saja
saya merasa tidak pernah dengar nama penyanyi Maharani Kahar yang pernah akrab
dengan nama panggung Lies Maharani ini.
Ungkapan
“Desember
kelabu” ini lantas menjadi populer dalam mengistilahkan kenangan atau kejadian
yang tidak mengenakkan di bulan Desember. Mungkin juga karena di bulan Desember
pada waktu lampau lazim dikenal sebagai bulan yang saat itu deras-derasnya
hujan turun. Bisa sepekan berturut-turut hujan deras turun ke bumi di saat-saat
cuaca masih teratur pada masa-masa langit senantiasa berwarna kelabu itu.
Berbeda
halnya dengan sekarang. Ketika isu perubahan iklim makin gencar, berikut pemanasan global, kita semakin akrab dengan
cuaca tak menentu. Bisa saja panas terik di musim hujan atau hujan deras di
musim kemarau.
Cuaca
tak menentu tidak pernah terjadi dulu. Saat itu, kalau musim hujan ya hujan
terus, mendung terus, tidak ada hari yang suhu udaranya panas membakar bumi.
Juga tidak ada hujan di musim kemarau. Musim penghujan dan musim kemarau
berlangsung dengan teratur – bulan Oktober hingga Maret musim hujan, sementara
bulan April hingga September musim kemarau.
Maka dari itu, ungkapan DESEMBER KELABU sangat relevan saat itu. Bayangkan di saat hujan deras mendera setiap hari, kekasih yang dinanti-nanti tak kunjung menghampiri, dimarahi orang tua pula karena nilai jelek – kurang kelabu apa coba hidup yang bisa digambarkan dengan dua kata itu? 😁
Bulan
Desember hari ini adalah masih relevan dengan bulan hujan namun dengan selipan
hari-hari yang suhunya panas terik. Hujan sebentar saja – jangankan seharian,
enam jam saja hujan dengan intensitas agak besar tercurah maka bisa dipastikan,
air tergenang di mana-mana. Seperti kemarin, beberapa ruangan di rumah kami
kebanjiran setelah hujan cukup lebat turun selama 6 jam. Air masuk dari arah
dapur, akibat sama ratanya air dari luar dengan tanggul kecil di pintu belakang.
Ada juga yang merembes dari sela-sela lantai, akibat lubang-lubang kecil tak
kasat mata yang terdapat di situ.
Syukurnya,
Allah Maha Baik. Hujan masih terjeda, tidak sampai seharian turunnya sehingga
ada waktu untuk air surut ke tanah. Dengan demikian, kami bisa menguras area
yang basah di dalam rumah. Bersyukur pula hari ini warna kelabu di langit agak
pudar sehingga kita bisa merasakan semringah sengatan matahari pagi ini dan
saya menuntaskan tulisan ringan ini. Ini kabarku hari ini, bagaimana kabarmu?
Makassar, 11 Desember 2024
Share :
Saya tahu lagu Desember kelabu juga bukan versi aslinya tapi versi remake-nya Yuni Shara.
ReplyDeleteSemoga banjirnya nggak terulang, ya. Zaman sekarang gampang banget banjir, padahal cuma hujan sebentar.
Duh lagu Desember Kelabu...
ReplyDeleteItu mengingatkan saya ke masa remaja saya Mbak.
Tahun 80 itu saya sudah duduk di bangku kelas 1 SMA. Masa remaja masa yang paling indah...
Disini masih hujan terus Mbak. Banyak daerah di Kabupaten Sukabumi yang kebanjiran. Selain itu juga longsor karena pergeseran tanah. Banyak makan korban juga.
Salam,