Hampir Hilang

Hampir Hilang - “Kak, mana Mama?” tanya saya pada suami yang baru pulang dari melaksanakan salat magrib berjamaah di masjid dekat rumah. Seharusnya ibu mertua sudah ada di rumah tetapi sudah lewat jam 7 malam belum pulang juga.

Hampir Hilang

“Coba cek di masjid!” pinta saya pada suami. Pak suami bergegas ke masjid lagi. Dia tak ngeh ibu mertua salat di masjid karena ada pembatas di antara jamaah laki-laki dan perempuan. Tak berapa lama pak suami pulang ke rumah sembari mengatakan, “Tidak ada orang di masjid. Sudah mati lampunya.”

Waduh. Ibu mertua di mana ya. Kenapa belum pulang juga?

“Coba cek di tikungan sebelah sananya masjid, Kak. Mama pernah ngobrol sama tetangga di sana,” saya tahu tentang ini karena sewaktu saya keluar rumah melewati tikungan itu bulan lalu, ibu-ibu yang duduk di tikungan itu berkata bahwa ibu mertua saya baru dari situ.

Suami saya pun ke tikungan yang saya maksud. Masih menunggunya pulang, tiba-tiba terdengar ada yang masuk dari pagar ke teras. Saya membuka pintu. Terlihat wajah lelah ibu mertua. Saya masih bingung beliau dari mana. Di depan pagar ada seorang laki-laki sedang duduk di atas motor. Bertepatan dengan itu suami saya datang dari arah masjid dan mengobrol dengannya.

 

Ibu Mertua Nyasar

 

“Ada yang antar ka’,” ucap ibu mertua. Saya makin bingung. Ibu mertua meletakkan air minum kemasan yang dipegangnya ke atas lantai lalu kembali berjalan ke arah pagar, mendekati lelaki yang mengantarnya pulang. Saya bergegas mengambil jilbab, hendak menyusul ke luar rumah tetapi tidak tersusul karena tak lama kemudian suami dan ibu mertua masuk ke dalam rumah.

Ibu mertua bercerita dalam bahasa Bugis. Seperti biasa, saya tidak bisa menangkap maknanya dengan utuh tetapi bisa disimpulkan saat itu juga bahwasanya ibu mertua sudah nyasar yang entah bagaimana ceritanya. Setahu kami beliau ke masjid ternyata nyasar sampai di daerah Karuwisi yang letaknya sekitar 2 kilometer dari rumah kami!

Saya makin bingung sebab saat sore hari, ibu mertua mendatangi saya dan suami yang lagi duduk di depan komputer masing-masing. “Ada mi Athifah?” tanyanya. “Ada mi, Ma,” jawab saya. Setelah itu beliau melangkah menjauh, saya menduga beliau masuk ke kamarnya.

Ternyata tanpa bilang-bilang, habis itu beliau ke luar rumah dengan maksud hendak berjalan-jalan di sekitar rumah sebelum magrib. Ibu mertua baru cerita juga kalau beliau sudah pernah berjalan-jalan di sekitar rumah, keliling dari depan rumah menuju timur, lalu belok kiri ke arah utara, berjalan kaki lagi lalu belok kiri ke arah barat untuk kembali ke rumah.


Pergi dari Rumah

Saat itu ibu mertua berhasil kembali ke rumah. Sayangnya sore itu, beliau kebablasan. Bukannya mendekat ke arah rumah, malah makin menjauh, terus ke arah timur, terus ke arah utara sampai di wilayah Karuwisi.

Ibu mertua bercerita dengan napas agak tersengal-sengal. Segera saya berikan air minum, saya sodorkan vitamin, dan saya minumkan madu. Ya Allah, jalan sepanjang 2 kilometer di saat ini sudah tidak pernah beliau lakukan. Pasti capek sekali.

 

Ditolong Orang Baik

 

“Hampir ki’ hilang, Ma. Capek ta’ itu, Ma,” saya menatapnya khawatir. “Tidak ji, saya jalan pelan ji,” ucapnya. “Untungnya kita’ ketemu orang baik yang mau antar ki’,” bersyukur Allah masih menjaga ibu mertua. Membayangkan bagaimana perasaannya berada di wilayah yang tak dikenalinya.

Ibu mertua bercerita, dirinya ingin bertanya pada orang-orang yang dilihatnya tetapi beliau ragu-ragu. Takutnya malah dibawa ke tempat yang jauh. Sampai ibu mertua tiba-tiba ingin bertanya kepada sosok pria muda yang kemudian mengantarnya pulang ke rumah kami. “Di mana Rappocini?” tanyanya pada pria itu.

“Jauh, Bu. Di sini Karuwisi,” jawab lelaki itu. Singkat cerita, lelaki itu kemudian mencari pinjaman motor, lalu mengantarkan ibu mertua pulang ke rumah. Untungnya ibu mertua masih ingat alamat rumah walau tidak detail dan masih mengenali jalan masuk ke rumah kami hingga akhirnya tiba kembali di rumah dengan selamat.

Beberapa kali membaca kisah orang hilang. Tak semuanya berakhir gembira. Kisah yang berakhir gembira, nyata ada pertolongan Allah di sana. Ibu mertua saya beruntung bertemu orang baik yang dengan tulus mau mengantarkan sampai ke rumah. Semoga Allah membalas kebaikan orang itu. Tidak sanggup saya membayangkan, jika tak bertemu orang baik, bagaimana nasibnya?

“Ma, lain kali kalau mau jalan-jalan keliling bilang ki’. Harus pi ada yang temani ki’. Mama jalannya jauh hari ini, dua kilometer. Hampir ki’ hilang. Untungnya ketemu orang baik,” sekali lagi saya menyampaikan ini kepada ibu mertua.

Sejak Desember 2023, saya dan suami meminta ibu mertua untuk tinggal bersama kami karena cucu yang menemaninya harus berangkat ke Papua, tinggal dengan orang tuanya. Tadinya ibu mertua tidak mau.

Beliau tetap mau tinggal sendiri karena merasa mampu. Selama ini beliau nyaris tinggal sendiri karena setiap hari tinggal dengan anak muda yang memiliki kehidupan sendiri dengan teman-temannya. Setiap hari ibu mertua mengurusi dirinya dan cucunya. Mungkin masih merasa sanggup tinggal sendiri padahal usia sudah semakin tua dan fisik semakin menurun.

Sewaktu cucunya pergi meninggalkannya, ibu mertua sudah bersama kami. Namun saat itu fisik saja bersama kami tetapi tidak seutuhnya dirinya. Pikirannya masih ke mana-mana dan masih selalu minta supaya dipulangkan ke kampung. Minta diantar ke terminal, mau berangkat sendiri ke kampung naik bus katanya. Tentu saja tak diizinkan.

Butuh waktu berbulan-bulan untuk membuat ibu mertua akhirnya rela tinggal bersama kami tanpa meminta kembali ke kampung lagi. Syukurnya, ada peran dari seorang sepupunya yang terus memberikan nasihat kepadanya supaya mau ikut dengan kami.

Berbeda dengan saya dan suami yang sangat betah berada di dalam rumah, ibu mertua bukan orang yang betah berada di dalam rumah terus-terusan. Setiap hari, berkali-kali dirinya ke luar, sekadar duduk-duduk di teras, membersihkan pekarangan, atau melihat-lihat ada kejadian apa di tetangga.

Pernah ada keributan, ada dua orang perempuan berkelahi. Dengan cepat ibu mertua menyampaikan informasi kepada kami tentang kejadian itu walaupun informasinya separuh-separuh karena beliau tidak mengerti bahasa Makassar sementara orang-orang sekitar rumah banyak yang menggunakan bahasa Makassar.

Tinggal Bersama Mertua

“Perlu mi dipasangkan kalung, seperti kalung orang umroh itu lho,” saran seorang teman ketika saya menceritakan kisah ibu mertua yang hampir hilang.

“Saya bilang ke suami dulu sambil mikir bagaimana caranya bilang ke ibu mertua supaya tidak tersinggung,” ucap saya. Yah, saran ditampung dulu, sambil menjaga ibu mertua. Semoga dengan kejadian kesasarnya, beliau tidak berani lagi meninggalkan rumah tanpa berpamitan.

Alhamdulillah, sejak kejadian bulan lalu itu beliau belum pernah keluar sendiri lagi. Semoga saja tidak melupakan kejadian itu sebab sekarang beliau mudah lupa. Maklum, usianya sudah 80 tahun. Beliau sekarang menceritakan apa-apa berulang kali, seolah belum pernah diceritakan. Semoga saja kejadian hampir hilangnya beliau membekas dalam ingatannya supaya tidak terulang lagi. Semoga orang baik yang mengantarnya diberi keberkahan oleh Allah.

Makassar, 21 Maret 2025



Share :

0 Response to "Hampir Hilang"

Post a Comment

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^