Showing posts with label Catatan 3A. Show all posts
Showing posts with label Catatan 3A. Show all posts

Kapan Pulang?


Saya masih ingat waktu masih kecil, bila ada tamu yang datang dan menginap di rumah kami sepertinya wajar saja untuk mencari tahu kapan sang tamu akan pulang. Sesekali, saya pun mendengar orangtua bertanya kepada tamu tersebut, “Kapan pulang?”

Saat masih duduk di kelas 1 SMP, pada suatu hari di tengah sebuah les yang sedang berlangsung, saya mendengar istri pemilik rumah bertanya kepada tamunya yang baru datang, “Kapan pulang?” kontan beberapa kawan yang juga duduk di bangku SMP tertawa. “Masak orang baru datang ditanya kapan pulang?” kata mereka.
Baca selengkapnya

Asyiknya Senja Tanpa Mama-Papa

Satu sudut di Makassar

Sebelum balik ke Sorowako (daerah yang berjarak ± 10 – 12 jam perjalanan darat dari Makassar), adik saya Mirna dan suaminya mengajak kami jalan-jalan keliling kota Makassar dengan mobilnya. Saya dan suami ada keperluan lain sehingga kami tak bisa ikut. Ketiga anak kami tentu saja amat gembira karena Mega Pro kesayangan kami tak mungkin bisa membawa kami berlima sekaligus. Ajakan seperti ini sangat mereka nantikan. Maka berangkatlah Mirna, Rifai (suaminya), kedua anak mereka (Ifa dan Faqih), kedua orangtua kami, dan ketiga anak kami menyusuri jalan-jalan kota Makassar di sore itu.

Afyad dikawal oleh Ato’ (sapaan cucu-cucu kepada ayah saya, dari kata lato’ (bahasa Bugis) yang berarti “kakek”). Seperti kedua kakaknya, ia pun cukup dekat dengan Ato’. Anak-anak biasa ditinggal dengan Ato’ mereka ketika saya meninggalkan rumah untuk suatu keperluan.
Baca selengkapnya

"BAH"-nya Sorowako

Di Sorowako, kota kecil tempat adik saya Mirna dan keluarga kecilnya bermukim ada satu suku kata yang lazim ditambahkan dalam kalimat, sebagai pelengkap. Seperti orang Batak, warga asli Sorowako yang terletak di ujung tenggara Sulawesi Selatan ini, biasa mengucapkan suku kata “Bah”.

Liburan ini, seperti biasa Mirna, suami, dan anak-anaknya berlibur di Makassar. Kedua keponakan saya – Ifa dan Faqih sudah terbiasa dengan dialek Sorowako termasuk dalam pemakaian “BAH” itu. Misalnya saja saat ada  yang menghalangi pandangannya dari komputer, Ifa akan berseru, “Awasko bah!” Artinya sih tak ada. Tapi kalau tak diucapkan, rasanya ada yang kurang. Bagai makan sayur tanpa garam he he he.

Dialek Ifa sekarang jadi unik karena selain mengadopsi dialek Sorowako akibat bergaul dengan teman-temannya, ia pun mengadopsi dialek Makassar karena abi dan umminya sehari-hari menggunakan dialek itu.


Bagi yang belum familiar dengan dialek Makassar dan penasaran, saya beri contoh ya. Misalnya begini: Saat mengajak makan, biasanya orang Makassar mengatakan, “Makan mi.” Meskipun tak ada ‘mi’ dalam suguhannya.

Contoh-contoh lain:

“Berapakah baju yang Kau mau beli. Satu atau dua?”
“Satu ji.” à Cuma satu, maksudnya.
Baca selengkapnya

Putih? Siapa Takut!


Sebelum dicuci
Dikaruniai tiga orang anak yang aktif berarti pula dikaruniai cucian kotor yang tak ada habisnya. Tanpa asisten rumahtangga, gunungan pakaian kotor merupakan pandangan rutin bagi saya. Bukan hanya satu gunung, rata-rata dua gunung setiap dua hari. Belum lagi tumpukan lain, seperti gunungan seterikaan dan rendaman cucian yang bisa mencapai empat ember sekali waktu.

Kalau pakaian tidak begitu kotor, masuk mesin cuci pun bisa cepat beres. Yang sulit adalah pakaian anak-anak yang selalu saja ada nodanya.

Walaupun sudah dipesan, “Hati-hati bajunya, jangan sampai kotor,” misalnya tetap saja setelah itu ada noda yang bertebaran di seantero baju. Afyad yang masih batita (di bawah tiga tahun) wajar ya jika masih “belepotan” karena belum mengerti. Lha  kakak-kakaknya – Athifah dan Affiq yang sudah 5,5 tahun dan 10,5 tahun sama saja, suka memberikan “bonus noda”. Kalau sudah begini, mau tak mau ya harus dicuci secara manual.
Baca selengkapnya

Rumput Itu Ternyata ...

Tumbuhan liar yang biasa tumbuh bersama rumput
Di zaman ini dalam usia seperti saya, akibat dari pola makan yang selama ini dijalani sudah mulai mengganggu metabolisme tubuh. Maklum, ini karena kemudahan dengan yang instan dan fast food. Badan saya mulai terasa pegal-pegal dan berat bila mengkonsumsi makanan yang berlemak atau berprotein tinggi.

Untungnya di rumah, ayah menanam tanaman binahong yang banyak khasiatnya (sudah pernah saya posting di blog ini dengan judul Binahong – Si Hijau yang Berkhasiat). Saya membiasakan diri meminumnya dan malah ketagihan. Kalau bisa saya pinginnya minum itu saja, tidak yang lainnya. Karena seperti kata mas Lozz Akbar kawan blogger yang berkomentar di postingan itu: “Meminumnya seperti minum jamu.” Benar, badan terasa segar setelah meminumnya!

Beberapa teman blogger yang sudah tahu tentang tanaman ini menceritakan manfaatnya: Mbak Rosa Devga mengatakan bisa digunakan di wajah untuk obat jerawat dan mas HP Yitno mengatakan bisa untuk mengatasi sakit perut. Beberapa teman yang lain pun sudah familiar dengan tanaman ini. Wow, rupanya binahong ini sudah cukup dikenal ya, segelintir saja yang baru mengetahuinya termasuk saya.

Binahong

Baca selengkapnya