Di Sorowako, kota kecil tempat adik saya Mirna dan
keluarga kecilnya bermukim ada satu suku kata yang lazim ditambahkan dalam
kalimat, sebagai pelengkap. Seperti orang Batak, warga asli Sorowako yang
terletak di ujung tenggara Sulawesi Selatan ini, biasa mengucapkan suku kata
“Bah”.
Liburan ini, seperti biasa Mirna, suami, dan anak-anaknya berlibur di Makassar. Kedua keponakan saya – Ifa dan Faqih sudah terbiasa dengan dialek Sorowako termasuk dalam pemakaian “BAH” itu. Misalnya saja saat ada yang menghalangi pandangannya dari komputer, Ifa akan berseru, “Awasko bah!” Artinya sih tak ada. Tapi kalau tak diucapkan, rasanya ada yang kurang. Bagai makan sayur tanpa garam he he he.
Dialek Ifa sekarang jadi unik karena selain
mengadopsi dialek Sorowako akibat bergaul dengan teman-temannya, ia pun
mengadopsi dialek Makassar karena abi dan umminya sehari-hari menggunakan
dialek itu.
Bagi
yang belum familiar dengan dialek Makassar dan penasaran, saya beri contoh ya. Misalnya
begini: Saat mengajak makan, biasanya orang Makassar mengatakan, “Makan mi.” Meskipun tak ada ‘mi’ dalam
suguhannya.
Contoh-contoh
lain:
“Berapakah
baju yang Kau mau beli. Satu atau dua?”
“Satu
ji.” à
Cuma satu, maksudnya.