Showing posts with label Memantaskan yang Pantas. Show all posts
Showing posts with label Memantaskan yang Pantas. Show all posts

Tas Duduk

Tas Duduk – Secepatnya saya naik ke atas bis bandara agar dapat tempat duduk. Sudah lewat pukul 22, lelah rasanya tubuh. Saya termasuk yang awal turun karena seat saya di nomor 7 dan tanpa menunggu lama-lama, saya langsung turun. Inginnya mendapat tempat duduk di bis bandara.

Baca selengkapnya

Polisi Tidur Abal-abal

Saya menyebutnya "polisi tidur abal-abal". Mungkin tujuan pemasangnya baik, yaitu untuk melindungi warga, khususnya anak-anak dari pengendara yang brutal. Di dalam gang sini, anak-anak bermainnya di mana saja. Biasa juga mereka bermain persis di perempatan, tak ditegur orang dewasa sehingga jika ada orang berkendara mau lewat, orang itu justru yang harus berhati-hati.

Baca selengkapnya

Seolah Dia yang Punya Jalan

Seolah Dia yang Punya JalanMelalui lorong kecil dengan mengendarai sepeda motor, ketika bapak tua itu sedang berjalan di tengah lorong (gang) selebar 1,5 meter, harus bersabar menunggunya berjalan dengan pelan. Setiap melihatnya saya mengingat film Mr. Bean episode tangga dengan sejumlah kakek-nenek yang berjalan pelan menuruni tangga sementara di Mr. Bean butuh berjalan cepat untuk turun.

Baca selengkapnya

Yang Pertama Adalah yang Terbaik

Yang Pertama Adalah yang Terbaik“Siapa di sini yang sudah dua kali menikah?” tanya seorang kawan cowok yang duduk di samping saya kepada teman-teman cowok lainnya pada sebuah pertemuan reuni. Dia sendiri sudah dua kali menjalani pernikahan.

Baca selengkapnya

Pelecehan Seksual Bukan Lelucon

Berita mengenai pelecehan seksual yang dilakukan 3 siswa dan 2 siswi SMK terhadap seorang siswi teman sekelasnya di dalam kelas, di sebuah sekolah di Sulawesi Utara membuat saya terhenyak dan mata saya berair. Berita televisi yang saya saksikan itu membuat perasaan saya tercampur-aduk. Antara sedih, perih, dan marah.
Baca selengkapnya

Outbound Sekaligus Wisata Camping untuk Team Building


Outbound Sekaligus Wisata Camping untuk Team Building - Seorang konsultan pendidikan pernah mengatakan seperti ini, “Anak-anak kita terbiasa diajar untuk berkompetisi. Mereka jago berkompetisi di sekolah. Tetapi sayangnya anak-anak kita tidak diajarkan bagaimana bisa bekerja sama dengan baik dalam sebuah tim.”
Baca selengkapnya

Rokok Harus Mahal untuk Selamatkan Bangsa

Rokok Harus Mahal untuk Selamatkan Bangsa - “Tabe’, asap rokok ta’,” tegur saya tegas kepada seorang laki-laki yang berdiri dekat saya. Tangan saya sibuk menghalau asap dari rokok yang jaraknya kurang dari 50 cm dari hidung saya. Lelaki itu, saya duga dari wajahnya, usianya lebih muda daripada saya. Saat itu saya sedang duduk dan dia berdiri di dekat saya. Kami tengah menonton liga futsal antar angkatan 87 dan 88. Liga futsal yang saya maksud merupakan rangkaian kegiatan HBH (Halal Bihalal) Ikatan Alumni Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, belangsung di Gedung Futsal milik sebuah BUMN pada tanggal 18 Juni lalu. Untungnya lelaki tadi berpindah menjauhi saya. Kalau tidak, dia mungkin akan melihat senioritanya ini mengamuk.
Baca selengkapnya

Songsong Tantangan Masa Depan Bersama dengan Oleh-Oleh Khas Kekinian

Saat ini sedang marak dibicarakan mengenai artis-artis yang buka toko kue, seperti di kota Makassar. Di Makassar ada Bosang (milik Ricky Harun) dan Makassar Baklave (milik Irfan Hakim). Saya menghadiri undangan soft launching kedua toko kue yang mengusung brand yang sama dengan nama toko kuenya tersebut. Sebagai undangan, saya sangat menghargai tuan rumah dan seperti biasa, saya menuliskannya ke dalam blog ini. Tentu saja saya tak akan menjelek-jelekkan tuan rumahnya tetapi saya berusaha menuliskan review dengan jujur. Kalau enak, pasti saya bilang enak. Kalau ada ganjalan terkait rasa, akan saya tuliskan juga.
Baca selengkapnya

Karena Setiap Ibu Berhak Bahagia

Lagi-lagi membahas kontroversi antara ibu bekerja dan tidak? Mau sampai kapan? Well, barangkali ada yang bertanya seperti itu ya waktu membaca tulisan saya yang dimuat di rubrik Mimbar Kita, Harian Amanah pada Hari Ibu lalu.

Saya hanya bermaksud menuliskan hal-hal yang berkembang dalam pemikiran saya. Siapa tahu ada yang mau diajak untuk berhenti memperdebatkan masalah kontroversi itu. Sebab pada kenyataannya setiap orang punya alasan berbeda untuk pilihannya dan tak ada yang berhak menghakimi. Tak ada orang yang berhak mengklaim dirinya yang paling benar lantas kemudian saling mengolok-olok satu sama lain. Karena alasan:
Baca selengkapnya
Dua Masalah Besar Anak-Anak Bangsa Ini

Dua Masalah Besar Anak-Anak Bangsa Ini

Bahwa sosialisai kebiasaan mencuci tangan itu sering didengungkan, itu baik. Karena mendatangkan manfaat. Menurut penelitian oleh Stephen P Luby, Mubina Agboatwalla, Daniel R Feikin, John Painter, Ward Billhimer MS, Arshad Altaf, Robert M Hoekstra, resiko diare dan infeksi saluran pernafasan bisa dikurangi lebih dari setengahnya dengan kebiasaan cuci tangan pakai sabun.

Namun sayangnya, bagi sebagian anak cuci tangan merupakan kemewahan, tidak seperti sebagian yang lainnya.  Bila Anda ingin berpartisipasi untuk mereka, bisa dengan menonton video di posting-an berikut: Masa Kecil Anak Ikut Tentukan Masa Depan Bangsa. Cerita lengkapnya tentang pentingnya menjaga kebersihan bisa pula dibaca di sana.
Baca selengkapnya
Memandang Hal yang Sama, Harus Ada yang Dipersamakan

Memandang Hal yang Sama, Harus Ada yang Dipersamakan

"Membaca koran jangan asal baca, baca apa yang ada di baliknya," itu pesan Pak Subari Waluyo - guru Fisika saya sewaktu SMP.

Waktu pencapresan kemarin sampai sekarang pun berseliweran segala bentuk pendapat. Saya mengamati saja, beberapa. Saya punya pilihan sendiri tapi saya memilih untuk tidak ikut-ikut nyetatus.

Beda dengan suami saya. Dia punya cara sendiri dalam berpendapat. Saat seorang sahabat mengatakan, "Waah pilihannya (maksudnya: suami saya) kalah, Kak Niar!" Saya mengatakan, pilihan saya dengan suami sama. Kami pendukung capres yang sama.
Baca selengkapnya
Bebas Is … Bablas?

Bebas Is … Bablas?

Kadang-kadang saya merindukan ketenangan zaman orba dulu lho. Masa ketika orang-orang saling hormat. Rakyat biasa menghormati petingginya walau dalam tataran sikap saja di dalam hatinya meleletkan lidahnya.

Ini bukan berarti saya ingin balik ke zaman itu. Bukan. It’s not my point. Roda harus berputar. Zaman harus berganti. Kita tentu tak mungkin stuck di satu waktu. Hanya sekadar ingin bernostalgia, seperti menostalgiakan keadaan zaman sekolah yang kurang tanggung jawab – ketika itu tanggung jawab hanya belajar. Itu kan bukan berarti saya pengen balik ke zaman putih abu-abu. Tidak mungkin kan? Sekarang saya sudah punya 3 anak. Jadi, sekadar bernostalgia boleh, dong.

Orang-orang di zaman kini banyak yang suka kebablasan. Mengkritik sih boleh-boleh saja asal pilihan katanya bagus, alasannya masuk akal. Lha ada orang yang bukan mengkritik, jadinya malah menghujat orang lain yang tadinya tak masuk dalam ranah yang hendak dikritiknya. Atau kalau ada yang tersinggung dengan kritikan orang lain, dia lantas menghujat dengan mengeluarkan kata-kata kasar tanpa dasar.
Baca selengkapnya
Introvert Itu Keren Juga, Lho!

Introvert Itu Keren Juga, Lho!

Saya tahu diri kalau saya introvert. Pernah tes kepribadian, cara Florence Littaeur itu (Personality Plus), introvert adalah salah satu poin kepribadian saya.

Baru-baru ini dapat link tentang mitos seputar orang introvert yang terbantahkan secara elegan. Seperti:

Orang introvert sering berkepribadian negatif, contoh: kerap depresi

Berdasarkan sebuah buku, artikel dalam link itu menuliskan bantahannya atas mitos itu:
Ini anggapan yang berasal dari kaum extrovert.Walau bagaimanapun, lebih banyak orang extrovert di dunia ini, dan merekalah yang ‘menciptakan’ stereotype ini. Orang extrovert yang memasuki area introvert misalnya kesendirian, akan merasa tidak nyaman, sedih, dan sebagainya. Lalu mereka membayangkan bagaimana dengan orang introvert yang sudah berada di area tersebut sepanjang hidup mereka? Bagi orang introvert, kesendirian tidak selalu berarti kesepian.
Baca selengkapnya

Tanyakan Diri, Apa yang Mengganggu

Perasaan tak enak itu mengganggu. Tertahan, tak terdefinisi dengan baik, bisa menyebabkannya terlampiaskan di tempat dan saat yang salah. Walau terkadang terjebak di dalamnya, saya tak suka. Misalnya ketika rasa tak enak itu mewujud dalam bentuk sindroma pra haid. Perubahan hormonal dalam tubuh membuat perasaan tak nyaman muncul. Perasaan tak nyaman menyebabkan letupan emosi. Malah konon ada perempuan yang sampai tega menganiaya suaminya sendiri, baik secara psikis maupun secara fisik.

Konon di Amerika Serikat dan Inggris, kasus amuk istri bertambah dari waktu ke waktu. Di Indonesia pun sering terjadi hanya saja korbannya enggan menceritakan. Perempuan yang tega menyiksa suaminya, biasanya tega pula menyiksa anaknya. Jika diteliti kepribadiannya, si ibu normal-normal saja. Yang bisa ditelusuri adalah penyebabnya, biasanya akibat kondisi rumahtangga atau hubungan kurang serasi antaranggota keluarga. Na'udzu billah, mudah-mudahan tidak tergolong perempuan seperti ini.
Baca selengkapnya

Tak Selamanya Buah Jatuh Dekat dari Pohonnya

Sebuah buku penuntun menuju pernikahan dan menjalani pernikahan yang bahagia membuat sebuah kesalahan. Di dalam buku itu dikatakan bahwa jika memilih calon istri, lihatlah ibunya. Bagaimana sang ibu, baik atau tidak, begitu pula anaknya.

Saya tak mengatakan pendapat ini salah. Bukan. Pendapat ini ada benarnya tapi tak berarti mutlak benar. Ungkapan “buah jatuh tak jauh dari pohonnya” atau like father like son (like mother like daughter) tak selamanya berlaku.  Telaah sekitar kita baik-baik. Ada ibu yang sangat sabar memiliki anak yang begitu pemarah. Sebaliknya, ibu yang teramat pemarah belum tentu menghasilkan anak sama pemarahnya dengan dirinya.

Cerita-cerita dramatis dalam sinetron bisa saja terjadi di kehidupan nyata. Seorang ibu bisa menjadi “pembantu” anak kesayangannya. Sebaliknya, seorang anak tak berharta bisa menjadi pembantu rumahtangga orangtuanya. Sungguh bukanlah hal yang terbayangkan oleh orang-orang yang memiliki kehidupan normal.

Baca selengkapnya

Habis Main, Rapikan Ya

Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu keenam.

“Habis main, rapikan ya!”

Itu titah saya bila teman-teman Athifah datang bermain. Bukan tanpa alasan saya harus menjadi galak saat mereka ada. Jika tidak, semua mainan diporak-porandakan oleh anak-anak ini. Untuk mengambil mainan saja mereka mesti mengeluarkan bunyi “BRAK” dan “BRUK”, tidak ada halus-halusnya.

Pertama kali menerima mereka bermain di rumah, saya stres karena harus merapikan sendiri mainan yang berhamburan di mana-mana dan juga kursi-kursi yang tergeser ke sana ke mari. Jauh lebih berantakan dibanding jika yang bermain anak-anak saya saja. Makanya saya harus membuat aturan dan tak bosan-bosan mengingatkan anak-anak ini. Sebab jika saya lupa mengingatkan, bagi mereka itu berarti “boleh tak merapikan”.
Baca selengkapnya

Godaanmu Menggangguku


Sebelumnya, mohon maaf kepada orang-orang yang merasa terkait dengan kisah dalam tulisan ini. Bukan bermaksud membongkar aib masa lalu. Melainkan sebagai pengingat kepada yang lain sekaligus ini merupakan kesempatan bagi saya untuk menjelaskan alasan dari sikap saya saat itu. Mengingat kisah ini sesuai tema “dua sisi” maka tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu keenam.

Mungkin kebanyakan orang yang mengenal saya mengira sikap saya bisa selamanya seperti ini. Saya tak suka berdebat. Dalam berbicara, suara saya cenderung kecil. Saya tak suka konflik. Saya sering kali ingin menyenangkan semua pihak, tak kuasa berkonfrontasi dengan siapa pun. Sebagian orang mungkin mengira saya tipe orang yang hanya bisa diam dan menangis bila terganggu.

Padahal tidak selalu demikian. Saat hal prinsipil dalam diri saya diusik, saya bisa bersikap keras, laksana harimau yang mengaum dan mengambil ancang-ancang untuk membalas. Inilah sisi lain dalam diri saya yang tak banyak diketahui orang.
Baca selengkapnya

Apakah Semua Pakaian Harus Diseterika?

Apakah semua pakaian yang sudah dicuci harus diseterika?
Tidak! Siapa yang mengharuskan?

Tapi kan ...
Tapi kan apa?

Apakah ada orang yang terkena penyakit yang amat berat hanya karena pakaiannya tak diseterika?
Tidak.

Apakah ada orang yang terkena bencana maha dahsyat gara-gara pakaiannya tak diseterika?
Tidak.
Baca selengkapnya

Menahan Geliat Miras di Dunia Maya

Syukurlah, hal yang saya takutkan tidak terjadi pada tahun ini. Bulan Februari tahun lalu, minuman keras (miras) beriklan di dunia maya! Panel sisi kanan facebook gencar mempromosikannya dalam beberapa bentuk, salah satunya bertema valentine. Sepanjang hari iklan-iklan itu muncul berkali-kali. Blog coba dijamahnya pula. Bayaran untuk setiap kliknya sungguh menggiurkan. Jauh di atas yang biasanya diberikan produsen lain.

Saat itu saya coba mengingatkan beberapa orang. Tak terduga ada yang menganggap saya berlebihan atau “menghalangi rezeki orang lain”. Padahal yang saya lakukan semata-mata karena kegelisahan sebagai muslim. Miras itu haram, tak ada tawar-menawar. Sebuah hadits menyebutkan:

“Rasulullah SAW melaknat tentang arak, 10 golongan: yang memeras, yang minta diperaskan, yang meminumnya, yang membawanya, yang minta diantarkan, yang menuangkan, yang menjual, yang makan harganya, yang membeli, yang minta dibelikan.” (HR Tarmizi &  Ibnu Majah)
Baca selengkapnya
Terbuai Voucher dan Bonus Senilai Jutaan Rupiah

Terbuai Voucher dan Bonus Senilai Jutaan Rupiah

Tulisan ini merupakan kisah nyata. Nama-nama orang yang mengalami disamarkan.

Pesawat telepon leased line[1] berdering. Suara seorang perempuan terdengar.

“Selamat pagi, Bu. Saya Ana. Selamat, nomor telepon Ibu terpilih di antara seratus nomor yang beruntung. Ibu bisa datang ke kantor Kami untuk mengambil hadiahnya,” perempuan itu menjelaskan.

“Apa ini? Kenapa nomor telepon Saya?” tanya bu Ramlan, seorang nenek berusia 70 tahun.
“Komputer Kami mengacaknya, Bu. Di antara banyak nomor di kota ini, nomor Ibu termasuk yang beruntung. Kami mengadakan program pemeriksaan gratis hanya selama beberapa hari. Selain mendapatkan hadiah, Ibu dan Bapak terpilih untuk mendapatkan fasilitas pemeriksaan kesehatan gratis di klinik Kami.”

Ana – perempuan berusia dua puluhan tahun memberikan nomor telepon dan alamat kantornya yang ia sebutkan sebagai klinik X.

Setelah mengakhiri pembicaraan dengan Ana, bu Ramlan memberitahukan berita itu kepada suami dan anaknya Ratih. Baik pak Ramlan (73 tahun) maupun Ratih bisa menebak, itu pasti tenaga sales yang ingin mempromosikan produk yang dijualnya.

Bu Ramlan yang punya karakter suka penasaran dengan hal-hal yang menurutnya hanya diketahui sedikit tak berhenti bertanya-tanya. Argumen yang diberikan suami dan anaknya tidak bisa menahan rasa penasarannya.

“Kenapa nomor telepon kita? Ibu menelepon bu Kadri yang tinggal dekat klinik itu tapi ia tak ditelepon klinik itu? Juga tante Sarah yang tinggal di dekat situ. Kenapa mereka tak ditelepon?” cecar bu Ramlan.
Baca selengkapnya